Jakarta (ANTARA) - Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Dirdik JAM-Pidsus) Supardi menyebutkan satu negara di luar Asia menawarkan diri untuk menyerahkan aset milik salah satu tersangka korupsi PT Asabri (Persero).

Menurut Supardi, dalam proses penyelamatan aset yang berhubungan dengan proses pengadilan ada perjanjian terutama terkait dengan Mutual Legal Assistance (MLA), namun negara tersebut menawarkan dilakukan penyitaan aset tanpa harus melalui perjanjian MLA.

"Ada sebuah negara yang kemaren sudah 'aware'. 'Aware' tidak usah MLA, negara itu malah menawarkan diri," kata Supardi saat dikonfirmasi di Jakarta, Selasa.

Meski demikian, Supardi belum menyebutkan negara yang dimaksud, namun ia memastikan negara tersebut bukan Singapura yang selama ini diindikasi terdapat satu aset terdakwa Asabri berupa apartemen yang penyitaannya memerlukan perjanjian MLA.

Baca juga: Kejagung pastikan kejar aset terdakwa Asabri hingga ke luar negeri
Baca juga: MAKI dorong Kejagung buru aset terdakwa Asabri hingga ke luar negeri
Baca juga: Kejagung sita aset tersangka kasus Asabri 60 ribu m2 di Ambon


Supardi menekankan, selain mengejar aset terdakwa dan tersangka di luar negeri. Penyidik fokus penyitaan aset yang ada di dalam negeri.

"Aset luar negeri concern-ya, kalau aset luar negeri itu aliran pastinya dari PPATK, kami concern (perhatian) aja yang di dalam masih belum selesai," ujarnya.

Ia mengatakan saat ini Tim Penyidik JAM-Pidsus masih berada di Yogyakarta untuk melakukan penyitaan aset terdakwa Asabri berupa tanah dan bangunan yang di atasnya berdiri sebuah hotel.

Menurut dia, penyitaan aset di Yogyakarta tersebut sudah mendapat proses perizinan dari pengadilan setempat.

"Teman-teman masih turun di Yogyakarta, ini sudah proses di pengadilan, hotel dan ada beberapa penggeledahan tapi saya tidak sebutkan," ujar Supardi.

Terkait penyitaan aset yang lainnya, Supardi menambahkan, masih menunggu izin dari Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) keluar.

"Belum keluar semua dari pengadilan, yang dimintakan ke beberapa Pengadilan Tipikor belum keluar semua," terang Supardi.

Dalam kasus Asabri ini, sejumlah terdakwa tengah menjalani proses persidangan di Pengadilan Tipikor Jakarta, di antaranya, mantan Dirut Asabri Adam Damiri, Sonny Widjaja, Heru Hidayat, dan Benny Tjokrosaputro atau Benny Tjokro.

Selain itu mantan Kepala Divisi Investasi Asabri Ilham Siregar, Dirut Prima Jaringan Lukman Purnomosidi, mantan Kepala Divisi Keuangan dan Investasi Asabri Bachtiar Effendi, mantan Direktur Investasi dan Keuangan Hari Setiono, dan Direktur Jakarta Emiten Investor Relation Jimmy Sutopo, juga sudah dalam persidangan.

Bulan Agustus lalu, penyidik Kejagung kembali menetapkan satu tersangka yakni Teddy Tjokrosaputro, Presiden Direktur PT Rimo International Lestari Tbk, partner sekaligus sebagai adik kandung dari tersangka Benny Tjokrosaputro sebagai pemegang saham RIMO.

Setelah Teddy, penyidik kembali menetapkan tiga orang tersangka lainnya yang ikut menikmati uang hasil tindak pidana korupsi.

Kemudian di bulan September, Kejagung kembali menetapkan tiga tersangka baru, yakni Edward Seky Soeryadjaya alias THS selaku wiraswasta mantan Direktur Ortos Holding Ltd.

Kemudian Bety Halim selaku mantan Komisaris Utama PT Energi Millenium Sekuritas yang sebelumnya bernama PT Milenium Danatama Sekuritas, dan Rennier Abdul Rachman Latief selaku Komisaris PT Sekawan Inti Pratama.

Ketiga tersangka ini ada yang berstatus terpidana dan terdakwa dalam kasus atau perkara lainnya dan telah dilakukan penahanan di lembaga pemasyarakatan serta rumah tahanan negara.

Selain tersangka perorangan, penyidik Kejaksaan Agung juga menetapkan 10 manajer investasi sebagai tersangka korporasi dalam perkara Asabri. Kesepuluh tersangka manajer investasi tersebut, yakni PT IIM, PT MCM, PT PAAM, PT RAM, PT VAM. Kemudian, PT ARK, PT. OMI, PT MAM, PT AAM dan PT CC.

Pewarta: Laily Rahmawaty
Editor: M Arief Iskandar
Copyright © ANTARA 2021