Batam (ANTARA) - Tika berhenti menyuap makan siangnya. Pesan singkat aplikasi dari nomor tidak dikenal membuatnya kehilangan selera makan.

"Ada foto teman saya dengan busana minim," kata warga Kota Batam Kepulauan Riau itu.

Ini bukan pertama kali ia menerima pesan serupa. Dengan foto orang yang berbeda-beda, namun dengan ancaman yang sama. "Bilang sama temannya untuk segera melunasi utangnya."

Padahal, kata Tika, dia tidak terlalu dekat dengan temannya itu.

"Saya jadi bingung mesti bagaimana. Kasihan juga sama teman. Entah berapa banyak orang yang dikirimi pesan seperti itu," kata dia.

Di sisi kota Batam yang lain, perempuan yang enggan disebutkan namanya sibuk membalas pesan temannya satu per satu. Pesannya mirip, memberi tahu agar dia segera membayar utang kepada pinjaman daring (online) atau popular disebut pinjol.

Beberapa di antaranya menyebutkan, foto tanpa busananya dibagikan oleh penagih utang.

"Itu editan. Saya tidak pernah berpose seperti itu," kata dia.

Perempuan itu mengaku hanya meminjam Rp1,6 juta karena kepepet. Namun, kini dikejar-kejar penagih seolah memiliki utang miliaran rupiah.

Ia menyatakan terpaksa berutang melalui aplikasi pinjaman daring ilegal karena tidak mau menyusahkan orang-orang di sekitarnya. Tapi sekarang, lingkungannya justru dibuat lebih repot karena turut ditagih, bahkan dengan ancaman.

"Saya menyesal," katanya seraya menghela nafas.

Sayangnya, ia masih enggan melapor ke aparat kepolisian.

Baca juga: Banyak guru di Kepri terjebak pinjaman online ilegal

Baca juga: Polres Bogor tangkap dua pegawai pinjol jaringan China

 
Kepala OJK Kepri Rony Ukurta Barus. (ANTARA/ Naim)


Marak di 2021

Kepala Kantor Otoritas Jasa Keuangan Provinsi Kepulauan Riau Rony Ukurta Barus menduga ada banyak warga Kepri yang terjerat pinjaman daring ilegal sepanjang 2021.

"Pada 2021 juga masih sangat marak penawaran fintech peer to peer lending ilegal atau yang sering disebut dengan pinjaman daring ilegal," kata dia.

Meski begitu, pihaknya hingga kini belum menerima satu pun laporan tertulis dari korban. Hanya konsultasi-konsultasi yang disampaikan secara lisan.

Menurut dia, ini yang menyebabkan kasus pinjaman daring ilegal sulit dilanjutkan aparat penegak hukum.

OJK, kata dia, hanya bekerja menetapkan yang mana entitas ilegal dan legal, berdasarkan ketentuan.

Pihaknya memang kerap diminta menjadi saksi dalam kasus pinjaman daring ilegal di pengadilan. Namun, kasus hukumnya tetap oleh aparat penegak hukum, berdasarkan laporan masyarakat.

Kalau tidak ada laporan, maka tidak bisa dilanjutkan, karena merupakan delik aduan.

Menurut dia, banyak warga yang terjerat pinjaman daring ilegal karena tergiur kemudahan fasilitas pendanaan yang ditawarkan.

"Pinjol ilegal menjanjikan proses pendanaan yang sangat mudah tanpa jaminan, namun perlu diketahui bahwa bunga yang dikenakan sangat tinggi dan proses penagihannya sangat tidak wajar," kata dia.

Mudahnya masyarakat tertarik pada pinjaman daring ilegal juga disebabkan minimnya literasi keuangan masyarakat.

Berdasarkan survei yang dilakukan OJK pada tahun 2019, tingkat pemahaman akan manfaat dan risiko produk keuangan masyarakat Kepulauan Riau hanya 45,67 persen.

Padahal, tingkat inklusi (penggunaan) produk keuangan sebesar 92,13 persen.

Baca juga: Kepala Polda Aceh minta OJK awasi ketat pinjaman daring

Baca juga: BAZNAS: Bantuan bagi korban pinjol dilakukan pada 2022


Sulit diberantas

Dalam diskusi melalui daring di Kepri, Ketua Satgas Waspada Investasi Tongam L Tobing menyampaikan hanya 104 perusahaan pinjaman online yang terdaftar dan berizin OJK, dengan 788.702 entitas pemberi pinjaman (lender) dan 71.007.267 entitas peminjam (borower) serta Rp272.434 triliun total penyaluran secara nasional.

Sedangkan yang ilegal, mencapai ribuan. Sejak 2018 hingga 2021 saja, pihaknya telah menghentikan 3.734 entitas yang tidak berizin.

"Kebutuhan masyarakat mendapatkan pinjaman dengan cepat dimanfaatkan pelaku pinjaman daring ilegal," kata dia.

Ia mengakui, pinjaman daring ilegal sulit diberantas karena lokasi server banyak yang ditempatkan di luar negeri.

Agar tidak terjerat pinjaman online ilegal, terdapat beberapa ciri-ciri yang bisa diantisipasi masyarakat, antara lain pemberian pinjaman yang mudah, tidak menginformasikan dengan jelas tentang bunga dan total pengembalian yang tidak terbatas, pemberian akses seluruh data di ponsel, ancaman teror, penghinaan, pencemaran nama baik, dan penyebaran foto, serta tidak memiliki layanan pengaduan.

Namun, apabila sudah terlanjur meminjam di pinjaman daring ilegal, ia menyarankan agar masyarakat melapor ke SWI melalui surat elektronik waspadainvestasi@ojk.go.id.

"Apabila sudah jatuh tempo dan tidak mampu bayar, maka hentikan upaya mencari pinjaman baru untuk membayar utang lama," kata dia.

Dan apabila mendapatkan penagihan tidak beretika, maka ia menyarankan untuk memblokir semua nomor kontak peneror, beri tahu seluruh kontak untuk mengabaikan pesan dari pinjaman daring, dan segera melapor ke polisi, serta melaporkan laporan polisi kepada kontak penagih.

"Jangan pernah mengakses lagi ke pinjaman daring ilegal," kata dia menegaskan.

Menurut dia, maraknya pinjaman daring ilegal disebabkan oleh kemudahan mengunggah aplikasi serta tingkat literasi masyarakat yang rendah.

Untuk menghentikan pinjaman daring ilegal, Satgas Waspada Investasi terus melakukan edukasi kepada masyarakat, melakukan penyebaran SMS "Waspada Pinjol Ilegal" melalui tujuh operator, serta bekerja sama dengan google terkait syarat aplikasi pinjaman pribadi di Indonesia.

Pihaknya juga melakukan tindakan represif dengan terus mengumumkan pinjaman daring ilegal, Cyber Patrol dan mengajukan blokir situs serta aplikasi kepada Kementerian Komunikasi dan Informatika, memutus akses keuangan dan meminta bank tidak bekerja sama, serta menyampaikan laporan informasi kepada Bareskrim Polri.*

Baca juga: Baznas : Jangan gampang tergiur rayuan pinjaman online

Baca juga: Siberkreasi berbagi tips kenali pinjol ilegal

Editor: Erafzon Saptiyulda AS
Copyright © ANTARA 2021