Jakarta (ANTARA) - Ketua Yayasan Lentera Anak, Lisda Sundari menekankan upaya menurunkan prevalensi perokok remaja dan anak tidak cukup dengan kenaikan cukai rokok saja, namun juga perlu diberlakukan kebijakan pelarangan penjualan rokok batangan dan iklan rokok.

"Untuk menurunkan prevalensi perokok anak perlu kebijakan yang komprehensif. Tidak cukup dengan cukai naik saja, tapi juga harus ada kebijakan pelarangan penjualan rokok batangan dan pelarangan iklan rokok," kata Lisda saat dihubungi ANTARA di Jakarta, Sabtu.

Baca juga: Praktisi kesehatan: Penting Revisi PP 109/2012 turunkan perokok anak

Baca juga: Edukasi cegah perokok anak harus konsisten


Dia menambahkan kedua kebijakan ini belum diterapkan di Indonesia, sehingga industri rokok masih bisa membujuk anak-anak untuk menjadi perokok melalui berbagai iklan dan promosi.

Padahal, menurutnya, rokok merupakan zat adiktif yang dapat membuat kecanduan dan membahayakan kesehatan.

"Rokok adalah zat adiktif yang membuat adiksi dan membahayakan kesehatan, bahkan menyebabkan kematian," katanya.

Lisda mengatakan generasi muda yang terpapar rokok akan mengalami masalah kesehatan, sehingga dapat mengurangi produktivitasnya di masa depan.

Oleh karena itu, pihaknya meminta pemerintah untuk terus berupaya melalui berbagai regulasi yang dapat menjamin kesehatan masyarakat.

"Menjadi sehat adalah hak semua warga negara, karena itu negara dan pemerintah harus memastikan dan menjamin semua warganya sehat dengan menyediakan regulasi yang kuat dan layanan kesehatan," katanya.

Baca juga: Lentera Anak: Percepat revisi PP 109 turunkan jumlah perokok anak

Dengan terbitnya Keputusan Menteri Keuangan Nomor 192 Tahun 2021 tentang Tarif Cukai Hasil Tembakau Berupa Sigaret, Cerutu, Rokok Daun atau Klobot dan Tembakau Iris, pemerintah resmi menaikkan tarif Cukai Hasil Tembakau (CHT) mulai 1 Januari 2022.

Kenaikan tarif cukai hasil tembakau sebesar 12 persen ini untuk meningkatkan pendapatan negara melalui pajak dan mengurangi konsumsi rokok di Indonesia.

Pewarta: Anita Permata Dewi
Editor: Endang Sukarelawati
Copyright © ANTARA 2022