Jakarta (ANTARA) - Direktorat Tindak Pidana Siber Bareskrim Polri mengungkap sejumlah kasus tindak pidana terkait pelanggaran Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) yang dilakukan warga binaan di sejumlah lembaga pemasyarakatan (lapas) di Tanah Air.

Kepala Biro Penerangan Masyarakat (Karopenmas) Divisi Humas Polri Brigjen Pol Ahmad Ramadhan menyebutkan kasus kejahatan ITE oleh warga binaan tersebut terjadi pada periode tahun 2018, 2019, 2020 hingga 2021.

“Artinya pelaku tindak pidana siber ini sebagai warga binaan dan atau narapidana yang masih menjalani hukuman,” kata Ramadhan di Mabes Polri, Jakarta, Selasa.

Kasus pertama penipuan secara daring dengan lokasi penangkapan di Bagansiapiapi, Riau, tersangka tiga orang, dengan inisial AAS (narapidana kasus narkoba hukuman seumur hidup), beserta dua rekannya H dan AZP, sama-sama mantan narapidana (sudah bebas, red.).

Kronologis, kejadian sekitar September 2021, korban insial RO mengalami kerugian Rp400 juta karena dikuras uangnya oleh tersangka AAS. Modus operandinya, tersangka AAS melakukan pencarian pertemanan secara acak di media sosial kemudian berkenalan dengan korbannya, saling bertukar nomor telepon hingga nomor “Whatsapp”.

Baca juga: Lima ciri penipuan online yang harus diwaspadai

“Tersangka mengaku sebagai anggota Polri yang bertugas di Kota Medan dan akan dimutasi ke Jakarta,” kata Ramadhan.

Untuk meyakinkan korbannya, kata Ramadhan, tersangka mengirimkan dokumen-dokumen mutasi dan merayu korban. Setelah lebih akrab meminta bantuan kepada korban dengan berbagai alasan.

Tersangka kemudian mengirimkan nomor rekening salah satu bank untuk menerima transferan uang dari korban. Nomor rekening yang diberikan adalah milik rekannya H dan AZP (tersangka).

“Tersangka AZP dan H posisinya sudah mantan napi dan ini yang membantu menyerahkan uang korban kepada tersangka utama. Ada pembagian persennya dari hasil penipuan tadi, untuk AZP dan H masing-masing lima persen, sisanya untuk AAS,” kata Ramadhan.

Berbagai modus kejahatan siber yang dilakukan oleh warga narapidana meliputi penipuan, pemerasan, tindak pidana pencucian uang (TPPU), hingga pornografi. Semua dilakukan dari dalam lapas oleh warga binaan dengan korban tidak hanya orang dewasa tetapi juga anak-anak.

Baca juga: Polda Sumut menangkap dua tersangka penipuan pinjaman online

Seperti kasus tahun 2020 dilakukan narapidana Lapas Kelas II A Jambi, berupa tindak pidana menyebarkan berita bohong, menyesatkan, merugikan konsumen, dan TPPU.

Ada pula kasus yang dilakukan narapidana Lapas Kelas IIA Bulak Kapal, Bekasi, inisial MOA, kasusnya penghinaan dan atau pencemaran nama baik atau manipulasi data serta membuat surat palsu.

“Berikutnya di Lapas Siborongborong Kelas IIB, Sumatera Utara, kasusnya hampir sama tindak pidana penipuan melalui salah satu media sosial dengan nama Zulfahmi, pelanggarannya hampir sama. Saat ini prosesnya masih tahap penyidikan,” kata Ramadhan.

Kasus keempat, modus hampir sama dilakukan narapidana di Lapas Siborongborong, Sibolga, tersangka empat orang, inisial MF, MA, KR, dan AP. Kasus di Lapas Kelas II Tapanuli Tengah dilakukan tiga orang atas nama narapidana HS, BM, dan RJ dengan kasus menggunakan media sosial menyebarkan berita bohong.

“Ketiga tersangka ini menyebarkan berita bohong untuk mencari keuntungan, artinya ada unsur penipuan. Kemudian menipu orang agar korban mentransfer sejumlah dana,” ungkap Ramadhan.

Kasus berikutnya di Kabupaten Empat Lawang, Provinsi Sumatera Selatan, dilakukan narapidana berinisial DS, pemilik akun Instagram @andiiqbal, dengan tindak pidana pornografi melalui media elektronik dan atau mengancam, dan atau TPPU.

Baca juga: Polisi tetapkan tiga tersangka arisan bodong daring di Makassar

Modus digunakan tersangka melakukan panggilan video dengan akun seolah-olah perempuan berparas cantik, kemudian korbannya adalah laki-laki. Korban diperas oleh tersangka, dan diancam jika tidak mengirimkan uang maka akan disebar tangkapan layar panggilan videonya.

“Berikutnya terjadi pula dengan tersangka narapidana Lapas Kelas II Pamekasan, kasusnya tindak pidana eksploitasi seksual terhadap anak,” kata Ramadhan.

Kasus berkutnya di Lapas Kelas IIA Curup, Bengkulu, dengan pelaku tiga orang narapidana inisial HF, AA, dan YR. Kasusnya sudah P19 dengan modus yang sama menggunakan media elektronik dengan melakukan penipuan, pemerasan, dan pengancaman terhadap korbannya.

Kasus yang sama oleh narapidana inisial DA di Lapas Kelas IIA Kuningan, Jawa Barat. Polisi menerima 12 laporan polisi dengan tersangka yang sama.

“Kasusnya sama, hampir sama adalah kasus yang terkait dengan UU ITE,” kata Ramadhan.

Para narapidana tersebut sama-sama dijerat dengan Pasal 51 ayat (1) dan (2) jo Pasal 35 dan atau UU Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan Atas UU Nomor 11 Tahun 2008 tentang ITE dan atau Pasal 263 KUHP dan atau Pasal 55 ke 1 jo Pasal 378 KUHP dan atau Pasal 5 dan Pasal 10 UU Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan TPPU dan atau Pasal 82 jo Pasal 85 UU Nomor 3 Tahun 2011 tentang Transfer Dana.

“Banyak kasus dan masih terus didalami kasus-kasus lain, yang mana pelaku atau tersangkanya merupakan warga binaan yang saat ini berada atau sedang menjalani hukuman,” kata Ramadhan.

Pewarta: Laily Rahmawaty
Editor: Herry Soebanto
Copyright © ANTARA 2022