Jakarta (ANTARA News) - Ketagihan kita akan energi fosil tak ada hentinya dan satu laporan dari Badan Energi Internasional (IEA) memperlihatkan bahwa penggunaan batu bara secara global akan terus meningkat dalam lima tahun ke depan.

Permintaan batu bara akan meningkat di mana-mana, kecuali Amerika Serikat, di mana ekstraksi gas berharga murah melalui pemecahan hidrolik kian menjadi-jadi.

Akhirnya, sampai 2017, penggunaan batu bara akan sama dengan penggunaan minyak bumi yang saat ini menjadi sumber energi terbesar kita.

Ini sungguh kabar mengerikan bagi iklim Bumi, tulis New Scientist dalam edisi daringnya.

Batu bara menghasilkan gas rumah kaca per unit energi yang lebih banyak dibandingkan energi fosil apa pun.

Kegilaan ini menjadi-jadi setelah negara-negara maju seperti Jerman memangkas skala energi nuklirnya setelah insiden Fukushima Daiichi di Jepang pada 2011.

Negara-negara ini beralih membangun lebih banyak pusat-pusat energi tenaga uap. "Ini kemunduran," kata Stuart Haszeldine pada Universitas Edinburgh, Inggris, seperti dikutip New Scientist.

Jika lebih banyak lagi batu bara digunakan, maka satu-satunya kesempatan membatasi pemanasan global adalah dengan menangkap gas rumah kaca yang keluar dari pembakaran batu bara.

Memang sudah ada teknologi penangkap dan penangkar Karbon (CCS), namun tak ada itikad politik untuk menerapkannya, kata Haszeldine.

Uni Eropa telah menyisihkan 275 juta euro untuk CCS, namun Desember lalu menyatakan enggan lagi membiayainya karena negara-negara tidak bersepakat mengenai kontribusi yang disyaratkan.

Akhirnya, CCS harus diterapkan jauh di luar Uni Eropa. "Mengatasi emisi karbon dari batu bara berarti menyelesaikannya di India dan China yang akan membakar dua per tiga batu bara global sampai 2017," kata Haszeldine.  (*)

Penerjemah: Jafar M Sidik
Editor: Jafar M Sidik
Copyright © ANTARA 2013