Kairo (ANTARA News) - Menteri Luar Negeri AS John Kerry tiba di Kairo Sabtu untuk mendesakkan jalan keluar bagi kebuntuan politik Mesir dan krisis ekonominya yang parah.

Bertepatan dengan pendaratan Kerry di Kairo dari Turki, para pengunjuk rasa membakar pos polisi di kota kanal Port Said, mencerminkan beratnya tugas yang dihadapi menlu di Mesir yang dilanda kerusuhan berbulan-bulan, lapor AFP.

Kementerian Dalam Negeri mengatakan sekitar 500 pengunjuk rasa melempari pos polisi dengan batu dan bom molotov, membakarnya kemudian menghalangi pemadam kebakaran mendekati kobaran api.

Di Kairo, Kerry dijadwalkan akan mengadakan pembicaraan dengan Presiden Islamis Mohamed Morsi dan juga partai politik, pemimpin bisnis dan kelompok sipil dalam kunjungan dua harinya yang merupakan bagian dari lawatannya ke manca negara.

"Dia bekerja untuk kembali menjalin kontak dengan pemerintah, militer, rakyat yang terlibat dengan Mesir baru: para pemimpin politik, NGO, bisnis," kata seorang pejabat Departemen Luar Negeri.

Mesir amat terpecah sejak Morsi -- presiden pascarevolusi pertama negara itu -- mengeluarkan dekrit yang kini-dicabut pada November, yang memperluas kekuasaannya dan memudahkan pemberlakuan konstitusi rancangan kaum Islamis.

Kekacauan politik telah menyebabkan huru-hara dan bentrokan berminggu-minggu yang mengakibatkan lusinan orang tewas.

Dua pembangkang utama, Mohamed ElBaradei dan Hamdeen Sabahi dari koalisi oposisi Front Penyelamat Nasional (NSF), mengatakan mereka tidak akan bertemu Kerry, sesudah Washington menyerukan agar mereka mempertimbangkan kembali boikot pemilu parlementer bulan depan.

Selama kunjungannya, Kerry akan menekankan "pentingnya membangun konsensus," kata pejabat Departemen Luar Negeri itu.

Kerry "tidak akan memberitahu mereka apa yang harus dilakukan" namun akan menggaris bawahi bahwa "satu-satunya cara agar didengar adalah turut berpartisipasi dalam pemilu," kata pejabat tersebut kepada para wartawan.

Dia akan menandaskan bahwa "apabila mereka ingin terlibat, apabila mereka ingin memastikan bahwa pandangan mereka dianggap, satu-satunya cara adalah turut berpartisipasi.

"Mereka tidak dapat duduk di pinggir dan menganggap dengan sedikit sulap semuanya akan terjadi. Mereka harus berpartisipasi," tambah penjabat tersebut.

Konsensus politik akan memudahkan jalan bagi pinjaman krusial dari Dana Moneter Internasional, yang pada gilirannya akan membuka sejumlah janji bantuan untuk ekonomi Mesir yang terpukul.

Para pejabat Mesir pernah mengatakan bahwa mereka akan melanjutkan pembicaraan dengan IMF mengenai pinjaman 4,8 miliar dolar yang sangat dibutuhkan, yang ditunda di tengah kerusuhan politik dan kemungkinan akan di tanda tangani setelah parlemen terbentuk pada Juli.

"Penting bagi pemerintah untuk membuat kesepakatan dengan IMF tak hanya untuk membawa masuk dana IMF...tetapi juga membuka dana lain dari AS, UE dan negara-negara Arab dan  investasi swasta," kata penjabat Depertemen Luar Negeri itu.

"Semua itu membutuhkan persetujuan IMF."

Supaya ada kesepakatan "harus ada kesepakatan politik dasar diantara semua pemain di Mesir" serta "konsensus ekonomi dasar mengenai reformasi guna mendukung kesepakatan IMF tersebut ."

Morsi menyerukan pemilu parlementer yang gontai itu dimulai pada 22 April, namun NSF -- yang utamanya  terdiri dari partai-partai liberal dan kiri serta kelompok -- mengatakan akan memboikot pemilu, meragukan transparansinya.

Kaum oposisi, yang kurang terorganisasi dibanding Persaudaraan Muslim, menandaskan presiden menunjuk sebuah pemerintahan baru sebelum pemilu. Sedangkan presiden mengatakan parlemen baru musti punya hak untuk membentuk kabinet.

Mesir dicengkeram kerusuhan seantero negeri beberapa bulan terakhir, ditandai pengunjuk rasa turun ke jalan-jalan mencela Morsi karena gagal mengatasi masalah politik dan ekonomi. (K004)

Penerjemah: Kunto Wibisono
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2013