Jakarta (ANTARA News) - Jepang menyatakan keberatannya terhadap rencana pemberlakuan bea masuk impor garam pada 2016, yang disampaikan Duta Besar Jepang untuk Indonesia, Tanizaki Yasuzaki, kepada Menteri Perindustrian, Saleh Husin.

"Dubes menyampaikan ada masalah untuk garam. Mereka keberatan kalau impor garam dikenakan bea masuk, karena biaya produksinya jadi tinggi," kata Husin, di Jakarta, Jumat.

Ia mencontohkan, apabila saat ini perusahaan membayar 38 dollar per ton, maka jika rencana bea masuk tersebut diberlakukan, maka biayanya bisa sampai 53 dollar per ton jika bea masuknya dikenakan 15 dollar per ton.

Akhirnya, kata dia, industri-industri Jepang yang ada di Indoneisa menjadi tidak efisien dan tidak mampu bersaing dengan industri dari negara lain.

Salah satu industri asal Jepang yang membutuhkan garam hingga 1 juta ton per tahun adalah produsen kaca lembaran Asahi Mas.

Saleh mengatakan, apa yang disampaikan Yazzusaki itu akan direspon dengan berkoordinasi dengan kementerian lain, seperti Kementerian Perdagangan dan Kemenko Maritim.

Pembahasan tarif impor garam ini merupakan tindak lanjut dari usulan Menko Kemaritiman dan Sumber Daya, Rizal Ramli, yang meminta mekanisme impor garam diubah dari sistem kuota menjadi sistem tarif.

Sebab, menurut Ramli, sistem kuota menyuburkan kartel yang disebutnya, di mana rencananya, akan ada tarif sebesar Rp 200 per kg untuk impor garam.

Pewarta: Sella Gareta
Editor: Ade P Marboen
Copyright © ANTARA 2015