Santa Clara, Havana (ANTARA News) - Salah satu dari tindakan ganda yang paling terkenal dalam sejarah berkumpul kembali secara temporer pada Rabu, saat abu Fidel Castro tiba di sebuah makam tempat rekan revolusionernya, Ernesto Che" Guevara, disemayamkan.

Itulah bagian dari prosesi tiga hari bagi pemimpin Kuba itu.

Castro, 90, dikremasi setelah ia meninggal pada Jumat lalu. Abunya diantarkan dengan sebuah karavan militer yang melaju dari Santiago de Cuba menuju Havana, jalur balik yang dia dan kelompok gerilyawannya tempuh dalam pertempuran untuk menggulingkan seorang presiden yang didukung oleh Amerika Serikat pada 1959.

Beberapa ratus ribu orang yang berkabung berkumpul untuk menyambut karavan itu di lokasi pemakaman di luar Santa Clara, kota tempat Guevara, seorang dokter dari Argentina yang revolusioner, mengacaukan sebuah kereta baja dalam aksi melawan tentara Presiden Fulgencio Batista yang membantu pihak pemberontak.

Sebuah spanduk besar yang menunjukkan gambar Fidel ditempatkan di dasar patung Guevara setinggi tujuh meter, yang mengenakan baret di kepalanya dan bergerak untuk bertempur. Kata-kata dalam spanduk itu mengatakan "Hingga kemenangan, selalu, sebuah kalimat yang dituliskan oleh Guevara dalam pesan akhirnya kepada Fidel.

Di panggung yang ada, para pemusik tradisional dan pertunjukan teater menampilkan sebuah pertunjukan memorial.

"Ini adalah sebuah tempat suci bagi kami, karena Che bersemayam di sini. Saat ini Fidel akan bermalam bersama rekan tempurnya," ujar Pedro Pineda, 70, seorang pekerja di rumah potong hewan.

Sebelumnya, massa berkumpul di jalanan menyerukan "Fidel!" dan mengibarkan bendera Kuba kecil untuk seorang pria yang memimpin Kuba selama 49 tahun dengan campuran kharisma dan ketegasan, membentuk sebuah negara Komunis di pintu depan AS dan menjadi seorang sosok inti dalam Perang Dingin.

Sisa jasadnya diantarkan pelan-pelan dalam sebuah trailer di belakang jip militer yang berangkat dari Havana dan melewati beberapa kota pada Rabu.

Peti mati yang berisikan abunya akan berhenti sementara di monumen tempat terdapat kerangka Guevara, sebelum melanjutkan perjalanan ke Santiago de Cuba, kota tempat Castro melancarkan pemberontakannya melawan Batista pada 1953.

Disana, Castro akan dimakamkan pada Minggu di sebuah makam dimana pahlawan nasional abad ke-19 Jose Marti, dan musisi kondang Compay Segundo disemayamkan.

Castro meninggal satu dasawarsa setelah turun dari jabatannya dikarenakan kondisi kesehatan yang memburuk dan memindahkan kekuasaan kepada adiknya, Presiden Raul Castro, 85.

Guevara dan Fidel Castro bertemu di Meksiko, dimana mereka berlatih dan membeli senjata dalam persiapan revolusi Kuba sebelum berlayar ke pulau itu pada 25 November 1956 lalu, 60 tahun sebelum Castro meninggal.

Guevara naik menjadi salah satu orang paling penting dalam pasukan pemberontak dan kemudian di pemerintahan revolusioner, memimpin bank sentral dan kementerian industri, menemui para pemimpin dunia dan akhirnya mengangkat senjata kembali untuk mencoba memicu revolusi di tempat lain di Amerika Latin.

Saat Batista melarikan diri dari Kuba dan pemberontak Castro memasuki Havana, Guevara meletakkan kantornya di benteng La Cabana yang menghadap kota, dimana dia mengawasi pengadilan para pengikut Batista dan eksekusinya.

Pamor dan kharisma petarung itu hanya dapat disaingi oleh Castro dan terus tumbuh setelah dia ditangkap dan dieksekusi oleh tentara Bolivia yang dibantu oleh CIA pada 1967 dalam usia 39 tahun.

Jasad Guevara diambil dari sebuah pemakaman umum dan dimakamkan di Santa Clara pada 1997, saat Komunisme Kuba yang dia bantu berdiri berjuang untuk bertahan setelah Uni Soviet runtuh.

Dalam pemakamannya, Castro menyebut Guevara seorang "nabi" dan dalam sebuah pesan yang ditujukan kepada teman lamanya, mengatakan bahwa Kuba masih mengibarkan bendera sosialisme.

Sementara kedua orang itu dibenci oleh para musuhnya yang menyebut mereka mengganggu perekonomian dengan sosialisme dan penahanan atau pembungkaman musuh-musuh dengan kediktatoran ala Soviet, mereka dipandang sebagai sosok pahlawan anti-imperialis bagi banyak perang, terutama bagi mereka yang ada di Amerika Latin dan Afrika.

"Mereka adalah dua raksasa dalam sejarah kami, mereka bertarung untuk tanah air kami dan untuk kedaulatan kami," ujar seorang pelajar Eduardo Jose Manresa (17), demikian dilaporkan Reuters.

(Ian/KR-MBR)

Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2016