Jakarta (ANTARA News) - Rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) di Pasar Spot Antar-Bank Jakarta pada pekan depan berpeluang menguat di bawah level Rp9.000 per dolar AS, karena arus masuk modal asing yang masuk ke pasar domestik cukup besar. "'Foreign capital inflows' (arus masuk modal asing) merupakan faktor utama yang memicu rupiah naik di bawah level Rp9.000 per dolar AS," kata Chairman Currency Management Board, Farial Anwar, di Jakarta. Menurut dia, rupiah pada pekan depan kemungkinan akan mencapai kisaran antara Rp8.950 sampai Rp9.000 per dolar AS, karena saratnya faktor pendukung. Kenaikan rupiah itu diperkirakan akan dihambat oleh Bank Indonesia (BI) dengan melakukan intervensi pasar agar mata uang lokal itu tidak jauh di bawah Rp9.000 per dolar AS, katanya. Rupiah pada pukul 15.00 WIB (4/5) telah mencapai Rp8.970 per dolar AS atau menembus level Rp9.000 per dolar AS. Ia mengatakan, rupiah yang telah menembus level Rp9.000 itu, karena BI membiarkan mata uang lokal itu terus menguat untuk sementara, kemudian BI kembali masuk pasar dengan membeli rupiah. Hal ini dilakukan BI karena dukungan terhadap rupiah cukup besar dan BI perlu melakukan strategi untuk sementara membiarkan mata uang lokal itu menguat, katanya. Rupiah, lanjutnya, dengan posisi di bawah level Rp9.000 per dolar AS, maka eksportir akan mengeluh karena rupiah pada tingkat tersebut akan membuat usaha mereka merugi dan memberikan pendapatan yang besar bagi importir. Namun bila posisi rupiah berada di level Rp9.000 per dolar AS, maka eksportir kemungkinan tidak akan menolak, karena mereka masih mendapat keuntungan terhadap produk yang dipasarkan di luar negeri, katanya. Farial Anwar mengatakan, rupiah pada pemerintah Soeharto mencapai Rp2.025, kalau dibanding dengan sekarang yang mencapai Rp9.000 per dolar AS, eksportir telah memperoleh keuntungan yang cukup besar. Bahkan pada zaman pemerintahan Megawati Soekarno Putri rupiah mencapai Rp6.000 per dolar AS, eksportir juga masih mendapat keuntungan, karena itu apabila rupiah berada di bawah level Rp9.000 per dolar AS, eksportir masih tetap untung, katanya. Pergerakan rupiah yang menguat, menurut dia, juga menunjukkan bahwa faktor ekonomi makro Indonesia semakin baik, karena itu kenaikan mata uang lokal itu seharusnya dibiarkan saja tergantung pasar. Menurut dia, aktifnya pelaku asing bermain di Indonesia baik pasar saham maupun pasar uang, karena keduanya masih memberikan keuntungan yang menarik. Indeks harga saham gabungan Bursa Efek Jakarta, terus menguat hingga mencapai rekor baru pada 2.035 poin. Di pasar uang, pelaku asing membeli instrumen BI seperti Surat Utang Negara dan bermain di Sertifikat Bank Indonesia (SBI), karena mereka menilai Indonesia masih merupakan pasar potensial untuk mencari keuntungan. Tingkat suku bunga Indonesia yang dinilai tinggi dibanding negara-negara lainnya di Asia merupakan salah satu faktor yang memicu investor asing aktif bermain di sana, Namun aktifitas investor asing hanya bermain di pasar uang dalam jangka pendek yang sesuatu bisa ditarik, karena itu pemerintah harus mewaspadai untuk segera mengantisipasi, demikian Farial Anwar. (*)

Editor: Priyambodo RH
Copyright © ANTARA 2007