Al Khobar, Arab Saudi (ANTARA News) - Gedung "King Abdulaziz Center for World Culture" di Dhahran, Arab Saudi, menjadi saksi sejarah perjalanan organisasi regional bernama Liga Arab yang kini beranggotakan 22 negara.

Betapa tidak, di kota yang merupakan pusat administrasi industri minyak Arab Saudi dan bagian dari perluasan wilayah Kota Metropolitan Dammam di Provinsi Timur itu, Raja Arab Saudi Salman bin Abdulaziz Al Saud yang bergelar pelayan dua tempat suci umat Islam dunia memimpin Konferensi Tingkat Tinggi ke-29 Liga Arab.

Kecuali pemimpin Suriah dan Qatar, para kepala negara dan pemerintahan dari negara-negara anggota Liga Arab yang lain dilaporkan media setempat hadir di konferensi yang berlangsung di tengah memanasnya krisis Suriah dan kompleksnya tantangan regional, termasuk konflik Yaman yang berimplikasi pada keamanan dalam negeri Arab Saudi itu.

Di antara pemimpin Arab yang telah hadir adalah Presiden Palestina Mahmoud Abbas, Presiden Tunisia Beji Caid Essebsi, Presiden Komoros Azali Assoumani, Presiden Irak Mohammed Fuad Masum, Presiden Yaman Abdrabbuh Mansur Hadi, Presiden Dewan Presiden Pemerintahan Koalisi Nasional Libya Fayez Mustafa Al-Sarraj, serta Presiden Lebanon Michel Aoun.

Ada pun para pemimpin Jordania, Kuwait, Bahrain, dan Moroko, menurut laporan Kantor Berita Arab Saudi (SPA) dan media setempat, dijadwalkan tiba pada Minggu menjelang pembukaan KTT yang dipimpin langsung Raja Salman itu dilaksanakan.

Dalam pertemuan mereka itu, di antara sejumlah isu penting yang masuk dalam agenda KTT adalah isu Palestina serta apa yang disebut media setempat mengutip pejabat Arab Saudi sebagai masalah "campur tangan Iran dalam urusan dalam negeri negara-negara Arab" dan "serangan misil Houthi" ke sejumlah kota penting Arab Saudi, termasuk Riyadh dan Makkah.

Terhadap serangan misil Houthi tersebut, seorang pejabat Kementerian Budaya dan Informasi Arab Saudi menegaskan pihaknya memiliki bukti yang sah dan nyata tentang keterlibatan Teheran.

"Kami punya bukti otentik tentang keterlibatan Iran terkait misil yang ditembakkan pihak Houthi ini. Arab Saudi tidak menipu dunia soal ini," kata pejabat yang tidak hendak disebutkan namanya itu kepada Antara dan Bernama Jumat (13/4).

Sebelumnya, Menlu Arab Saudi Adel Al-Jubeir seperti dikutip surat kabar Arab News (13/4) menegaskan serangan 117 misil milisi Houthi ke sejumlah kota di Arab Saudi merupakan tantangan terpenting Dunia Arab di mana aksi tersebut telah mendestabilisasi keamanan dan stabilitas Yaman.

Terkait krisis Yaman ini, Al-Jubeir mengatakan negaranya mendanai program-program kemanusiaan dan pembangunan, serta Bank Sentral Yaman senilai lebih dari 10 miliar dolar dalam lebih dari tiga tahun terakhir.

Hal tak biasa

Di balik agenda KTT yang didominasi isu politik dan keamanan, perlehatan akbar organisasi yang beranggotakan Mesir, Arab Saudi, Irak, Lebanon, Suriah, Jordania, Yaman, Libya, Sudan, Maroko, Tunisia, Kuwait, Al Jazair, Uni Emirat Arab, Bahrain, Qatar, Oman, Mauritania, Somalia, Palestina, Djibaouti, dan Komoro di Dhahran ini, ada yang tak biasa.

Hal yang tak biasa tersebut berkaitan dengan pemilihan gedung Pusat Kebudayaan Dunia Raja Abdulaziz di Dhahran sebagai tempat berlangsungnya KTT yang tak sekedar bersentuhan dengan soal hak prerogatif Arab Saudi sebagai tuan rumah.

Menurut Fohayd Faleh Al-Rashidi, jurnalis Arab Saudi, yang ditemui Antara di media center KTT ke-29 Liga Arab yang bertempat di Hotel Mercure Al Khobar, Minggu, pemilihan gedung Pusat Kebudayaan Dunia Raja Abdulaziz di Dhahran tersebut tentu bukan tanpa alasan.

"Ini pertama kali dalam sejarah. Konferensi Tingkat Tinggi Liga Arab dilangsungkan di tempat yang seperti ini. Raja Salman memilih tempat KTT yang tidak biasa, yakni gedung `King Abdulaziz Center for World Culture` Dhahran," katanya.

Al-Rashidi mengatakan selama berpuluh tahun, KTT Liga Arab umumnya digelar di gedung-gedung konferensi biasa sehingga pemilihan King Abdulaziz Center for World Culture yang mengusung fisolofi lintas era dulu, kini, dan mendatang ini mengusung "makna khusus" bagi para pemimpin Liga Arab.

Jurnalis muda Arab Saudi ini berpendapat makna di balik pemilihan gedung pusat budaya berasitektur unik yang menjadi ikon Kota Dhahran ini adalah pentingnya persatuan dan kesejahteraan yang berperan pada dunia yang lebih luas sebagaimana visi Raja Abdulaziz Al Saud.

Gedung pusat budaya seluas 100 ribu meter persegi yang dibangun Saudi Aramco, perusahaan minyak nasional Arab Saudi yang berkantor pusat di Dhahran, dengan bantuan arsitek "Snohetta" yang menghadirkan model bangunan unik berbentuk batu tegak yang ditopang susunan batu cadas itu rampung sekitar 2016.

Laman resmi Saudi Aramco mengungkapkan bangunan pusat budaya yang dilengkapi berbagai fasilitas mulai dari fasilitas seni dan budaya yang mendukung tumbuhnya industri kreatif hingga sains, inovasi, museum, dan perpustakaan itu mendukung implementasi dari Visi Kerajaan 2030.

Di gedung itu, terdapat aula akbar tempat penyelenggaraan pameran, festival, museum, konferensi, dan acara-acara lain serta ruang perpustakaan yang menekankan pada proses pembelajaran aktif dengan koleksi buku berbahasa Arab dan Inggris mencapai 770 ribu eksemplar serta aneka jurnal ilmiah dan arsip dokumen berbentuk digital.

"Inilah pesan yang tampaknya hendak disampaikan Raja Salman secara tersirat kepada para pemimpin Arab yang menjadi mitra dialognya di KTT ke-29 Liga Arab ini," kata Fohayd Faleh Al-Rashidi dalam perbincangannya dengan Antara.

 

Pewarta: Rahmad Nasution
Editor: Heppy Ratna Sari
Copyright © ANTARA 2018