Wina, Austria (ANTARA News) - Organisasi Negara-Negara Pengekspor Minyak (OPEC) Jumat menyetujui kenaikan produksi minyak mulai bulan depan.

Ini setelah pemimpin organisasi itu, Arab Saudi, membujuk seterunya, Iran, untuk bekerja sama, mengikuti permintaan sejumlah konsumen utama minyak untuk membantu menurunkan harga minyak mentah dan menghindari kelangkaan pasokan.

Namun, keputusan itu membingungkan pasar karena OPEC tidak memberikan target peningkatan yang jelas, sehingga sulit untuk menghitung berapa banyak sebenarnya tambahan minyak yang akan dipompa.

Dampak dari keputusan itu harga minyak naik tiga persen.

"Diharapkan OPEC akan meningkatkan produksi secara substansial. Perlu upaya untuk menurunkan harga," kata Presiden Amerika Serikat, Donald Trump, lewat Twitter kurang dari satu jam setelah OPEC mengumumkan keputusannya.

Sejumlah negara di antaranya Amerika Serikat, China, dan India mendesak organisasi yang berbasis di Wina itu untuk menambah pasokan untuk mencegah defisit minyak yang bisa mengganggu kestabilan ekonomi global.

Arab Saudi mengatakan keputusan itu di atas kertas akan menaikkan produksi sekitar satu juta barel per hari (bpd), atau satu persen dari pasokan global. Tetapi Irak mengatakan peningkatan yang nyata hanya sekitar 770.000 bpd karena beberapa negara yang pernah menurunkan produksi akan berjuang untuk mencapai kuota penuh.

Iran, produsen terbesar ketiga OPEC, sebelumnya meminta OPEC untuk menolak permintaan Trump untuk peningkatan pasokan minyak, dengan mengatakan, Trump berkontribusi terhadap peningkatan harga minyak baru-baru ini dengan memberlakukan sanksi terhadap Iran dan Venezuela.

Trump menerapkan sanksi terbaru terhadap Teheran pada Mei dan pasar mengharapkan produksi Iran turun sampai sepertiga pada akhir 2018. Itu berarti Iran hanya mempersedikit keuntungan dari kesepakatan peningkatan produksi OPEC tersebut, tidak seperti eksportir minyak terbesar Arab Saudi.

Namun, Menteri Energi Arab Saudi, Khalid al-Falih, meyakinkan rekannya dari Iran, Bijan Zanganeh, untuk mendukung peningkatan produksi tersebut hanya beberapa jam sebelum pertemuan OPEC pada hari Jumat.

OPEC dan sekutunya sejak tahun lalu berpartisipasi dalam perjanjian untuk memangkas produksi sebesar 1,8 juta bpd. Keputusan itu membantu menyeimbangkan pasar dalam 18 bulan terakhir dan mengangkat minyak menjadi sekitar 75 dolar AS per barel dari 27 dolar AS pada tahun 2016.

Tapi kegagalan produksi yang tak terduga di Venezuela, Libya, dan Angola, secara efektif menurunkan pasokan minyak menjadi sekitar 2,8 juta bpd pada beberapa bulan terakhir, yang menyebabkan kenaikan harga.

Kenaikan produksi yang disepakati Jumat, diperkirakan sudah ditanggapi pasar.

"Ini akan cukup untuk saat ini tetapi tidak cukup untuk kuartal keempat karena adanya penurunan ekspor Iran dan Venezuela," kata Gary Ross, kepala analisis minyak global di S & P Global.

"Tidak banyak kapasitas cadangan di dunia. Jika kita kehilangan satu juta bpd produksi dari Venezuela dan Iran di kuartal keempat, darimana untuk mengatasinya? Maka untuk jangka lebih panjang harga akan naik," katanya.
 

Pewarta: ANTARA
Editor: Ade P Marboen
Copyright © ANTARA 2018