Washington (ANTARA News) - Presiden Amerika Serikat Donald Trump pada Jumat menaikkan tarif impor logam dari Turki sehingga membuat hubungan kedua negara itu semakin panas.

Kebijakan itu membuat pasar finansial di Turki terus bergolak, mengingat Washington belum pernah memberikan tekanan ekonomi begitu besar terhadap sesama sekutu NATO.

Sambil mengecam hubungan Amerika Serikat dengan Ankara, Trump mengatakan telah menandatangani kenaikan dua kali lipat bea masuk aluminum dan baja dari Turki menjadi 20 persen dan 50 persen.

Kedua negara itu dalam beberapa bulan belakangan bertengkar akibat penangkapan seorang pastor asal Amerika Serikat di Turki. Selain itu, mereka juga berbeda sikap mengenai perang di Suriah.

Kebijakan terbaru Trump membuat mata uang lira jatuh dan menyebabkan kepanikan di kalangan pelaku pasar saham. Nilai lira anjlok hingga 20 persen pada Jumat terhadap dolar AS.

Bahkan, sebelum Trump mengumumkan kebijakannya, Presiden Turki Tayyip Erdogan sudah meminta warganya untuk menukarkan emas dan dolar yang mereka punya, sebagai bagian dari cara melawan "perang ekonomi."

"Saya baru saja mengesahkan kenaikan tarif baja dan aluminium dari Turki sebesar dua kali lipat. Mata uang mereka turun tajam terhadap dolar kami yang semakin berjaya," kata Trump pada Jumat pagi di Twitter-nya yang dikutip Reuters.

"Tarif terhadap aluminum kini akan menjadi 20 persen sementara baja 50 persen. Hubungan kami dengan Turki saat ini sedang tidak baik," kata dia.

Amerika Serikat, yang merupakan pengimpor baja terbesar di dunia, pada Maret lalu juga memberlakukan tarif sebesar 25 persen untuk baja dan 10 persen untuk aluminum dari beberapa negara.

Sejak saat itu, hubungan Washington dengan Turki, yang merupakan eksportir baja terbesar keenam ke Amerika Serikat, terus memburuk. Ankara pada pekan ini mengirim sebuah tim delegasi ke Washington untuk bertemu dengan Kementerian Luar Negeri dan Kementerian Keuangan setempat.

Namun, perundingan pada Kamis itu hingga kini belum menemukan tanda-tanda tercapainya kesepakatan.

Pada pekan lalu, Washington juga memberlakukan sanksi terhadap menteri kehakiman dan menteri dalam negeri Turki karena tidak melepaskan pastor Andrew Brunson.

Brunson, seorang pastor evangelis Presbiterian dari North Carolina, dipenjara karena dituding mendukung upaya kudeta pada 2016 lalu. Dia membantah tudingan ini.

Turki sendiri adalah anggota NATO sejak tahun 1950-an dan merupakan sekutu dekat Amerika Serikat. Mereka bahkan menyediakan pangkalan udara Incirlik untuk digunakan pasukan Amerika Serikat di Timur Tengah.

Kasus lain yang membuat hubungan kedua negara memburuk adalah penangkapan terhadap tiga staf lokal kedutaan Amerika Serikat, sengketa dagang, dan perbedaan sikap soal Suriah.

Turki juga menuntut Amerika Serikat menyerahkan Fethullah Gulen, ulama Muslim, yang dituding pemerintah Ankara menjadi dalang upaya kudeta terhadap Erdogan. Gulen membantah tudingan tersebut.

Penerjemah: GM Nur Lintang
Editor : Boyke Soekapdjo

Pewarta: antara
Editor: Gusti Nur Cahya Aryani
Copyright © ANTARA 2018