Jakarta (ANTARA News) - Pejabat Kementerian Keuangan Yaya Purnomo didakwa menerima suap senilai Rp300 juta dan gratifikasi sejumlah Rp3,745 miliar, 53.200 dolar AS (sekira Rp794,584 juta) dan 325 ribu dolar Singapura (sekira Rp3,551 miliar) sehingga totalnya mencapai Rp8,39 miliar karena mengurus Dana Alokasi Khusus (DAK) dan Dana Insentif Daerah (DID) di 10 kabupaten.

Yaya Purnomo adalah mantan Kepala Seksi Pengembangan Pendanaan Kawasan Perumahan dan Pemukiman Direktorat Evaluasi Pengelolaan dan Informasi Keuangan Daerah, Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan Kementerian Keuangan.

"Yaya Purnomo bersama-sama dengan anggota Komisi XI DPR Amin Santono dan Eka Kamaluddin menerima hadiah berjumlah Rp300 juta dari Bupati Lampung Tengah Mustafa yang merupakan bagian Rp2,8 miliar yang diterima Amin Santono agar mengupayakan kabupaten Lampung Tengah mendapat anggaran yang bersumber dari Dana Alokasi Khusus (DAK) dan Dana Insentif Daerah (DID) dalam APBN 2018," kata jaksa penuntut umum (JPU) Wawan Yunarwanto dalam sidang di pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Kamis.

Dalam dakwaan pertama disebut Yaya sudah kenal Amin Santono (anggota fraksi PAN DPR) sebagai teman satu kampung di Kuningan, Jawa Barat dan sering berinteraksi terkait anggaran. Amin lalu mengenalkan Yaya dengan Eka Kamaluddin di kantin Kemenkeu. 

Eka bersama rekannya Iwan Sonjaya lalu mencarikan daerah yang butuh anggaran bersumber DAK dan DID APBN 2018 melalui usulan Amin Santono dengan syarat memberikan "fee" sebesar 7 persen dari angaran.

Eka menawarkan anggaran ke Kadis Bina Marga Lampung Tengah Taufik Rahman karena pada 2017, Lampung Tengah mendapat predikat Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) dari BPK dan kabupaten itu juga belum mendapat DID.

"Taufk Rahman melaporkan penawaran tersebut kepada Bupati Lampung Tengah Mustafa, dan Mustafa menyetujuinya, Taufik Rahman lalu mempersiapkan proposal dan dokumen pengajuan DID TA 2018," tambah jaksa.

Taufik menyerahkan proposal anggaran DAK Fisik bidang jalan senilai Rp300 miliar dan proposal DID senilai Rp8,5 miliar. Eka kembali menyampaikan "commitment fee" sebesar 7-10 persen untuk pihak yang mengurus anggaran yaitu Amin Santono, Eka Kamaluddin, Iwan Sonjaya, Yaya Purnomo dan Kepala Seksi Perencanaan DAK Non Fisik, Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan Kemenkeu Rifa Surya.

Eka dan Amin lalu menyerahkan proposal itu kepada koordinator badan anggaran dari fraksi PAN Komisi XI Sukiman bersamaan dengan proposal Kota Tual dan kabupaten Ogan Komering Ulu (OKU).

Pada 30 Oktober 2017, Rifa Surya memberitahukan bahwa anggaran yang diajukan oleh Amin berhasil yaitu untuk Kota Tual Rp29,801 miliar; Kabupaten OKU sebesar Rp29,901 miliar dan Kabupaten Lampung Tengah sebesar Rp79,775 miliar. Lampung Tengah juga mendapat anggaran DID sebesar Rp8,5 miliar.

Mustafa melalui Taufik Rahman lalu memberikan uang kepada Eka Kamaludin sebesar Rp3,175 miliar secara bertahap yaitu sebesar Rp1 miliar pada November 2017 di hotel Fiducia Jakarta; Rp1,5 miliar pada November 2017 di Plaza Atrium Jakarta; serta Rp675 juta pada akhir November 2017 di Plaza Atrium Jakarta.

"Dari uang fee itu, pada Desember 2017, terdakwa menerima bagian dari Eka Kamaluddin sebear Rp300 juta dan dalam dua kali penerimaan yakni Rp100 juta di rumah makan Es Teler 77 dan Rp200 juta di parkiran Kemenkeu Jakarta," tambah jaksa.

Atas perbuatannya, Yaya disangkakan diancam pidana pasal 12 huruf a atau pasal 11 UU No 31 tahun 1999 sebagaimana diubah UU No 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo pasal 55 ayat 1 ke-1 jo Pasal 64 ayat (1) KUHP.

Pasal itu mengatur mengenai pegawai negeri atau penyelenggara negara yang menerima hadiah atau janji, padahal diketahui atau patut diduga bahwa hadiah atau janji tersebut diberikan untuk menggerakkan agar melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam jabatannya, yang bertentangan dengan kewajibannya dengan ancaman penjara minimal 4 tahun dan maksimal seumur hidup dan denda minimal Rp200 juta maksimal Rp1 miliar.

Dalam dakwaan kedua, Yaya Purnomo dan Rifa Surya menerima gratifikasi uang sejumlah Rp3,745 miliar, 53.200 dolar AS (sekira Rp794,584 juta) dan 325 ribu dolar Singapura (sekira Rp3,551 miliar) sehingga totalnya mencapai Rp8,09 miliar karena mengurus DAK dan DID di 9 kabupaten.

Pertama, Yaya dan Rifa mengurus DAK senilai Rp30 miliar dan DID sebesar Rp50 miliar Kabuptaen Halmahera Timur untuk APBN Perubahan 2017 dengan imbalan "fee" pengurusan DAK 7 persen yang pembagiannya 5 persen untuk Sukiman dan 2 persen untuk Suherlan (tenaga ahli Sukiman), Rifa Surya dan Yaya. Sedangkan untuk DID "fee" sebesar 3 persen.

Penyerahan uang dilakukan pada 18 September 2017 sebesar Rp500 juta untuk pengurusan DAK yang berasal dari Muhammad Sarmin Sulaeman Adam sedangkan untuk pengurusan DID mendapat Rp250 juta pada Desember 2017 karena ada kepastian alokasi DID sebesar Rp25,75 miliar.

Kedua, pengurusan DAK tahun 2018 bidang pendidikan untuk Kabupaten Kampar. Orang suruhan Bupati Kampar, Aziz Zaenal bernama Erwin Pratama Putra bertemu dengan Amin Santono, Yaya Purnomo dan Eka Kamaluddin dan membahas bahwa kabupaten Kampar mengajukan usul anggaran melalui anggota Komisi XI DPR dari PPP Romahurmuzy dan meminta agar Yaya mengawalnya, Yaya pun setuju.

Yaya dan Rifa setuju untuk mengurus DAK Kamar dengan "fee" sebesar 3 persen dan setelah Rifa memantau bahwa Kabupaten Kampar mendapat DAK maka Yaya menagih "fee" ke Erwin.

"Fee" diberikan oleh Bupati Kampar Aziz Zaenal melalui Erwin sebesar Rp50 juta di coffee shop Hotel Borobudur dan Rp50 juta di Jakarta Cafe, Sarinah serta pada Rp25 juta pada Desember 2017 . 

"Di samping itu pada 1 dan 2 Desember, terdakwa dan Rifa Surya menerima uang dari Aziz Zaenal melaui Edwin Pratama dengan cara transfer ke rekening BCA," tambah jaksa.

Ketiga, pengurusan DAK APBN 2017, APBN Perubahan 2017 dan APBN 2018 kota Dumai. Walikota Dumai Zulkifli AS memerintahkan Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Dumai Mardjoko Santoso untuk menghubungi Yaya agar meminta bantuan untuk pembiayaan APBN 2017 melalui dana perimbangan pembangunan untuk pepmbangunan Kota Dumai.

Yaya dan Rifa meminta "fee" sebesar 2 persen dari anggaran dai disetujui Zulkifli. Kota Dumai pada Oktober 2016 mendapat DAK sebesar Rp96 miiar yang didalamnya termasuk bidang yang diusulkan Mardjoko yaitu pendidikan dasar Rp11 miliar dan Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat sekitar Rp10 miliar.

"Terdakwa dan Rifa lalu menerima gratifikasi sebear Rp250 juta di Hotel Redtop Jakarta dari Zulkifli melalui Mardjoko Santoso," tambah jaksa.

Kota Dumai lalu mengajukan DAK TA 2018 sebesar Rp20 miliar untuk Dinas Pendidikan dan Kebudayaan dan imbalannya, Yaya dan Rifa menerima gratifikasi Rp200 juta pada Agustus 2018

Pada November 2017, Kementerian Keuangan mengumumkan kota Dumai memperoleh DAK bidang Rumah Sakit sebesar Rp20 miliar, Yaya dan Rifa pun menerima 35 ribu dolar Singapura.

Keempat, pengurusan DAK TA 2018 bidang Kesehatan untuk kabupaten Labuhanbatu Utara. Bupati Labuhanbatu Agusman Sinaga memerintahkan Kepala Badan Pengelola Pendapatan Daerah LabuhanbatuUtara untuk mengurus pengajuan DAK kabupaten Labuhanbatu Utara sebesar Rp504,734 miliar.

Agusman lalu bertemu Yaya dan Rifa yang meminta "fee" 2 persen dari anggaran. Setelah diketahui bahwa pagu DAK Labuhanbatu Utara sebear Rp75,2 miliar maka Khairuddin Syah melalui Agusman Sinaga memberikan 80 ribu dolar Singapura kepada Yaya dan Rifa.

Yaya dan Rifa pada November 2017 kembali menerima 120 ribu dolar Singapura dari Khairuddin yang digunakan untuk membeli emas dan dibagi dua untuk Yaya dan Rifa.

Pada Januari 2018, Rifa memberitahukan bahwa anggaran DAK 2018 untuk pembangunan RSUD Aek Kanopan sebesar Rp30 miliar tidak dapat dicarikan dan agar cair Yaya meminta Rp400 juta.

Yaya lalu memnghubungi auditor Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Puji Suhartono dan Arif Fadilah. Puji lalu menghubungi anggota Komisi IX dari PPP Irgan CHairul Mahfiz untuk mengadakan pembahasan teknis Kemenkes dan Dinas Kesehatan Labuhanbatu Utara.

"Pada 4 Maret 2018, tedakwa dihubungi Puji Suhartono yang memberitahukan ada permintaan uang dari Irghan Chairul Mahfiz yang akan melakukan ibadah umroh," tambah jaksa.

Yaya lalu menghubngi Agusman lalu mentransfer uang ke rekening Irghan sebesar Rp20 juta sedangkan pada 27 Maret 2018 kembali ada pengirman sisa "fee" ke rekening Irghan sebear Rp80 juta.

Yaya dan Rifa masih menerima 90 ribu dolar Singapura dari Khairuddin pada 5 April 2018 di restoran Court Metropole sebagai pelunasan sisa "commitment fee" dengan sandi "fee" bolu meranti.

Selanjutnya pada 9 April 2018, Agusman masih mentransfer Rp100 juta untuk Puji Suhartono dan Arif Fadilah.

Kelima, pengurusan DID TA 2018 kota Balikpapan. Wali Kota Balikpapan HM RIzal Effendy memohnkan DID TA 2018 sebesar Rp70 miliar untuk pembangunan jalan. Rifa lalu memantau penyalurannya.

Yaya dan Rifa meminta fee 5 persen sejumlah Rp1,3 miliar dari DID TA 2018 kota Balikpapan yang disetujui yaitu Rp26 miliar. HM Rizal lalu menyetujui permintaan uang itu. 

Uang diberikan dengan cara memberikan 2 buku tabungan dan kartu ATM dan pin yang selurunya berisi saldo lebih kurang Rp1,3 miliar. Buku tabungan dan ATM diberikan meallui Kepala Sub-AUditorat Kaltim I perwakilan BPK Kalimantan Timur Fitra Infitar pada 10 Desember 2017 ke Yaya.

Namun karena saldo belum genap Rp1,3 miliar maka sisanya dikirim pada 14 Desember 2017 melalui tranfer rekening BCA sejumlah Rp680 juta. Yaya dan Rifa juga membagikan Rp200 juta kepada Puji Suhartono.

Keenam, pengursan DID TA 2018 untuk kabputan Karimun. Bupati Karimun Aunur Rafiq bertemu Fitra untuk meminta saran mengatasi defisit anggaran di Karimun. Fitra lalu mengenalkan Aunur, Yaya lalu mengusulkan pengajuan DID TA 2018.

Kabupaten Karimun lalu mengajukan usulan DID sebear Rp50 miliar sehingga pada November 2017 kabupaten Karimun memperoleh DID TA 2018 sebear Ro41,25 miliar. Atas kepastian itu, Yaya dan RIfa menerima gratifikasi Rp500 juta dari AUnur melalui Fitra.

Ketujuh, pengurusan DAK dan DID APBN 2018 kota Tasikmalaya. Kota Tasikmalaya mengajukan DAK bidang Kesehatan dan Keluarga Berencana TA 2018 sebesar Rp32,883 miliar.

Wali Kota Tasikmalaya Budi Budiman lalu bertemu dengan Yaya dan Rifa untuk membahas peningkatan DAK TA 2018 dari tahun sebelumnya dan Rifa sudah tahu mengenai alokasi dana perimbangan itu berjanji akan memprioritaskan kota Tasikmalaya.

Yaya dan Rifa lalu menerima Rp200 juta dari Budi Budiman yang dibagi masing-masing Rp100 juta. Pada awal Desember 2017, Puji Suhartono juga menerima Rp300 juta dari Budi Budiman dan dibagi tiga untuk Puji, Rifa dan Yaya.

Sehingga kota Tasikmalaya mendapat DAK TA 2018 DInas Kesehatan sebesar Rp29,989 miliar, DAK Prioritas Daerah Rp19,924 miliar serta DAK Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang sebesar Rp47,79 miliar. Pada Aril 2018 Yaya dan Puji kembali menerima Rp200 juta dari Budi Budiman yang dibagi tiga dengan Puji sehingga masing-masing mendapat Rp65 juta.

Kedelapan, DID APBN TA 2018 untuk kabupaten Tabanan. Staf khusus Bupati Tabanan bidang Ekonomi dan Pembangunan I Dewa Nyoman Wiratmaja meminta bantuan Wakil Ketua BPK Barullah AKbar mengenai pengurusan DID TA 2018 dan dianjurkan untuk menghubungi Yaya.

Yaya dan Rifa lalu bertemu dengan Wiratmaja dan meminta "fee" yang disebut "Dana adat istiadat" untuk mengawal DID. Bupati Tabanan lalu mengajukan DID sebsar Rp65 miliar. Kementerian Keuangan lalu mengumumkan realisasi anggaran DID TA 2018 kabupaten Tabanan sebesar Rp51 miliar.

Yaya dan Rifa lalu menerima gratifikasi sebesar Rp300 juta dari Eka Wirastutui melalui Wiratmaja pada September 2017, sebesar Rp300 juta pada Oktober 2017 dan 55 ribu dolar AS pada Desember 2017.

"Di samping itu pada November 2017 terdakwa juga menerima uang dari Sugeng Siswanto sebear Rp350 juta dalam mengusahakan DAK TA 2017 untuk kabupaten Seram bagian Timur," tambah jaksa.

Yaya dan Rifa tidak pernah melaporkan penerimaan tersebut kepad KPK sampai batas waktu 30 hari padahal peneriman itu tidak ada alas hak yang sah menurut hukum.

Atas perbuatannya, Yaya didakkakan pasal 12 B UU No 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU No 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP jo pasal 65 ayat 1 KUHP.

Hukuman bagi penyelenggara yang terbukti menerima gratifikasi adalah pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 tahun dan paling lama 20 tahun dan pidana denda paling sedikit Rp200 juta dan paling banyak Rp1 miliar.

Pewarta: Desca Lidya Natalia
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2018