Menyampaikan sesuatu pemberitaan jangan bohong, menyampaikan sesuatu pemberitaan harus bisa dipertanggungjawabkan. Gitu saja, itu buat saya."
Jakarta (ANTARA News) - Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo menanggapi pernyataan Presiden Joko Widodo tentang politik sontoloyo merupakan bentuk teguran agar para pelaku politik, termasuk dirinya, untuk bersikap santun.

"Intinya, beliau sebagai Presiden mengingatkan kepada saya, bahwa sebagai politikus yang sekarang sebagai Mendagri, pembantu Presiden, ya harus santun," kata Tjahjo usai menghadiri Konferensi Pers Empat Tahun Pemerintahan Jokowi-JK bertemakan "Capaian Pemerintah: Pembangunan Manusia Menuju Indonesia Maju" di Komplek Sekretariat Negara Jakarta, Rabu.

Tjahjo menegaskan di tengah ramainya informasi bohong dan berita palsu, seluruh pihak harus berperang melawan hoaks, apalagi di tengah masa kampanye Pilpres 2019.

Oleh karena itu, ungkapan "sontoloyo" oleh Presiden Joko Widodo tersebut, menurut Tjahjo, merupakan bentuk teguran agar politisi tidak menyampaikan berita dan informasi bohong.

"Menyampaikan sesuatu pemberitaan jangan bohong, menyampaikan sesuatu pemberitaan harus bisa dipertanggungjawabkan. Gitu saja, itu buat saya," kata Mendagri.

Sebelumnya, Presiden Jokowi menyinggung soal politik sontoloyo yang masih menggunakan cara dengan menyebarkan kebencian di masa kampanye Pilpres saat ini.

Menurut Presiden, cara berpolitik sontoloyo tersebut adalah tidak sehat karena bertujuan untuk memecah-belah kesatuan bangsa Indonesia.

"Kalau masih memakai cara-cara lama seperti itu, masih politik kebencian, politik sara, politik adu domba, politik pecah belah, itu yang namanya tadi politik sontoloyo," kata Presiden Jokowi.

Menurut Presiden, di masa kampanye ini banyak pihak menggunakan segala cara untuk meraih simpati rakyat, bahkan termasuk menggunakan cara yang tidak beretika.

"Oleh sebab itu saya ingatkan, ini bukan zamannya lagi menggunakan kampanye-kampanye misalnya politik adu domba, politik pecah belah, politik kebencian. Sudah bukan zamannya," ujar Presiden.

Pewarta: Fransiska Ninditya
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2018