Seoul (ANTARA News) - Pemimpin Korea Utara Kim Jong-Un mengatakan, Selasa (1/1), dirinya siap bertemu kembali kapan pun dengan Presiden Amerika Serikat Donald Trump untuk mewujudkan tujuan bersama menyangkut penghapusan senjata nuklir di Semenanjung Korea.

Namun, Kim memperingatkan ia mungkin akan mengambil langkah lain jika AS terus menerapkan sanksi dan tekanan terhadap negaranya.

Dalam pidato menyambut Tahun Baru yang disiarkan televisi secara nasional, Kim mengatakan denuklirisasi merupakan "kemauannya yang tegas" dan Korea Utara telah "menyatakan di dalam dan luar negeri bahwa kita tidak akan lagi membuat dan menguji coba senjata nuklir ataupun menggunakan dan mengembangkannya."

Kim menambahkan bahwa Pyongyang sudah "mengambil berbagai langkah nyata" dan jika Washington menanggapi dengan "langkah-langkah yang bisa dipercaya serta menyesuaikannya dengan tindakan nyata .. hubungan bilateral akan cepat berkembang dengan baik."

"Saya selalu siap duduk bersama dengan presiden AS kapan pun nanti, dan akan bekerja keras untuk membuat hasil yang diterima masyarakat internasional tanpa ada kegagalan," kata Kim.

Namun, Kim memperingatkan bahwa Korea Utara kemungkinan akan "terpaksa mempertimbangkan langkah baru" melindungi kedaulatannya jika Amerika Serikat "berupaya memaksakan kehendak secara sepihak terhadap kita ... dan tidak mengubah sikap soal tekanan dan sanksi-sanksi yang diterapkannya."

Tidak jelas apa yang dimaksud Kim dengan "langkah baru," namun pernyataannya kemungkinan meningkatkan keraguan soal apakah Korea Utara berniat menghentikan program senjata nuklir, yang telah sekian lama dianggapnya sebagai program sangat penting bagi keamanan negaranya.

Ketika menanggapi kabar tersebut, Trump menulis di Twitter, "Saya juga menantikan pertemuan dengan Ketua Kim, yang dengan baik merealisasikan bahwa Korea Utara memiliki potensi ekonomi besar!"

Dalam pertemuan bersejarah mereka di Singapura pada Juni tahun lalu, Kim dan Trump menyatakan tekad untuk menjalankan langkah menuju penghapusan senjata nuklir serta membangun perdamaian "yang abadi dan stabil". Namun sejauh ini, tekad keduanya itu belum menghasilkan kemajuan besar.

Trump pernah mengatakan bahwa pertemuannya yang kedua kali dengan Kim kemungkinan akan berlangsung pada Januari atau Februari tahun ini. Tetapi, Trump bulan lalu menulis di Twitter bahwa ia "tidak tergesa-gesa."

Menteri Luar Negeri AS Mike Pompeo tahun lalu beberapa kali berkunjung ke Pyongyang namun AS dan Korea Utara belum menjadwalkan kembali pertemuan antara dirinya dan pejabat tinggi Korut Kim Yong Chol setelah pertemuan tiba-tiba dibatalkan pada November.

Pyongyang telah menuntut Washington untuk mencabut sanksi-sanksi serta menyatakan secara resmi bahwa Perang Korea 1950-1953 berakhir.

Tuntutan itu merupakan persyaratan yang diajukan Korut bagi penerapan langkah awal dan unilateral menuju denuklirisasi Korea Utara, termasuk melucuti lapangan uji coba nuklir satu-satunya dan fasilitas mesin peluru kendali utama.

Utusan khusus AS untuk Korea Utara, Stephen Biegun, bulan lalu menekankan bahwa Washington tidak berniat melonggarkan sanksi terhadap Korut namun setuju untuk membantu Korea Selatan mengirimkan obat-obatan flu ke Korea Utara. Biegun mengatakan kerja sama seperti itu mungkin dapat meningkatkan diplomasi nuklir.

Baca juga: AS akan perpanjang pelarangan warganya kunjungi Korut

 
Sumber: Reuters
Editor: Tia Mutiasari/Mohamad Anthoni

Pewarta: Antara
Editor: Tia Mutiasari
Copyright © ANTARA 2019