Ini akar masalahnya. Opsi untuk bekerja terbatas. Hal ini yang dimanfaatkan agen TKI ilegal dan agen culas. Pengawasan harus benar-benar dilakukan dan tindakan hukum wajib diterapkan terhadap dua agen jenis ini (ilegal dan culas) yang melanggar dan m
Jakarta (ANTARA) - Pemerintah diingatkan untuk segera menerbitkan Peraturan Pelaksana (PP) Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2017 tentang Perlindungan Pekerja Migran Indonesia sebelum 22 November 2019 karena aturan itu bisa menyelesaikan permasalahan buruh migran.

Politisi Partai Hanura, Arief Patramijaya dalam keterangan tertulisnya, di Jakarta, Senin, mengatakan, ada beberapa masalah yang kerap terjadi pada buruh migran, diantaranya, masalah perekrutan Tenaga Kerja Indonesia (TKI).

"Ini akar masalahnya. Opsi untuk bekerja terbatas. Hal ini yang dimanfaatkan agen TKI ilegal dan agen culas. Pengawasan harus benar-benar dilakukan dan tindakan hukum wajib diterapkan terhadap dua agen jenis ini (ilegal dan culas) yang melanggar dan mengakali peraturan," kata Mantan Ketua Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) itu.

Pria yang biasa disapa Patra M Zen ini menilai, pemerintah dapat menggandeng beberapa universitas untuk memfasilitasi pelatihan vokasi, seperti keterampilan bahasa.

"Hal ini sejalan dengan berbagai kampanye buruh migran, mereka meminta alokasi 2 persen dari Anggaran Pendapatan Belanja Negera (APBN) untuk pelatihan vokasi ini," ucap Calon Legislatif daerah pemilihan DKI Jakarta II ini

Masalah lainnya yakni persoalan penempatan. Dia meminta, penempatan dan pendaftaran calon buruh migran merujuk pada kealihan yang dimiliki.
Selain itu, masalah penempatan yang terawasi dan penempatan yang terlindungi.

Peraturan Pelaksana UU Perlindungan Pekerja Migran Indonesia ini, kata Patra, harus memberikan perlindungan hukum dan bisa dijadikan daya tawar pemerintah kepada negara penerima buruh migran.

"Berbagai masalah tersebut sebaiknya diatur secara rinci dalam peraturan pelaksana UU 18/2017 tentang Perlindungan Pekerja Migran Indonesia. Ini tuntutan para buruh migran.Saya mendukung 100 persen perjuangan teman-teman buruh migran tersebut," tegas Patra.

Sementara itu, anggota Komisi IX DPR-RI, Hang Ali Saputra Syah Pahan meminta pemerintah untuk menyelesaikan PP UU Nomor 18 Tahun 2017 karena regulasi itu bisa menjadi tumpuan perlindungan hukum kepada buruh migran Indonesia di luar negeri.

"Kita sudah meminta kepada pemerintah untuk menyelesaikan aturan turunan ini baik Peraturan Pemerintah, Peraturan Presiden (Perpres) atau pun Peraturan Menteri (Permen)," kata Hang Ali.

Selama ini dewan terus mengevaluasi rancangan aturan turunan dari UU tentang Perlindungan Pekerja Migran Indonesia itu. Evaluasi ini, untuk memastikan negara penerima memberikan perlindungan kepada buruh migran Indonesia.

"Makanya, banyak hal yang diatur dalam UU ini. Belum lagi, masalah perekrutannya tak lagi melibatkan para calon. Pada UU jelas mengatur BNP2TKI sebagai pelaksana dan operator dan Kemenaker sebagai regulator. Tak lagi tumpang tindih seperti dulu," tambahnya.

Sehingga, Dkeran pengiriman buruh migran ke sejumlah negara yang dimoratorium bisa dibuka kembali, seperti pengiriman TKI ke Arab Saudi.

"Di Arab Saudi tidak ada perlindungan kepada buruh migran. Kalau mereka menghendaki ada pengiriman buruh migran syarat utamanya memberikan pelindungan hukum kepada mereka," imbuhnya.

Baca juga: Pekerja migran berharap pemilu hasilkan pemimpin pro-perlindungan WNI
Baca juga: Kemampuan berbahasa jadi syarat penting bekerja di Jepang
Baca juga: Satgas gagalkan 160 calon pekerja migran ilegal NTT dalam tiga bulan

 

Pewarta: Syaiful Hakim
Editor: Tasrief Tarmizi
Copyright © ANTARA 2019