Makassar (ANTARA) - Direktur Lembaga Studi Kebijakan Publik (LSKP), Andi Yunus, mengatakan, pelaksanaan Pemilu harus dipisahkan antara Pemilu untuk tingkat nasional dan Pemilu untuk tingkat daerah. Ini salah satu butir evaluasi pelaksanaan Pemilu 2019.

Dari sisi pelaksana, paling tidak 91 petugas KPPS/PPS harus kehilangan nyawanya dan 374 orang yang dirawat di rumah sakit karena kelelahan atas pelaksanaan Pemilu serentak 2019 yang begitu marathon dan lebih rumit.

"Mengevaluasi sistem Pemilu serentak 2019 ini, ke depan pada Pemilu 2024 perlu membagi Pemilu nasional dan Pemilu daerah," kata Yunus, di Makassar, Selasa.

Hal itu dia katakan, menanggapi banyaknya hal yang perlu dikoreksi di lapangan, termasuk banyaknya korban petugas PPS dan KPPS yang meninggal ataupun sakit karena keletihan.

Dia mengatakan, lembaganya mengeluarkan sedikitnya empat poin untuk perbaikan sistem demokrasi pada periode berikutnya. Pembagian Pemilu yang dimaksudkan yakni Pemilu nasional terdiri atas Pemilu untuk memilih presiden-wakil presiden, DPR, dan DPD.

"Sedang Pemilu daerah terdiri atas Pemilu DPRD Provinsi dan DPRD Kabupaten/Kota, dan gubernur dan wali kota/bupati. Kedua Pemilu ini dilakukan dalam waktu yang berbeda," ujarnya.

Selain itu, imbuh Koordinator Relawan Pemantau LSKP, Salma Tadjang, juga harus memperbaiki sistem pendataan penduduk dan aplikasi Simantap lebih baik untuk mengurangi kemungkinan hilangnya hak pilih warga, karena kesalahan data.

Sementara dari sisi partai politik, diharapkan komitmen partai politik dan anggotanya untuk meminimalkan praktek politik uang yang dampaknya merugikan baik pribadi caleg maupun di warga sebagai pemilih serta kualitas demokrasi dalam jangka panjang.

"Diperlukan sistem hukum dalam menjamin transparansi keuangan partai politik, dana kampanye parpol dan caleg untuk meminimalisir politik uang ke depan," katanya.

Pewarta: Suriani Mappong
Editor: Ade P Marboen
Copyright © ANTARA 2019