London (ANTARA) -  

Duta Besar Indonesia untuk Inggris Dr. Rizal Sukma mengatakan siapapun yang menggantikan Perdana Menteri Inggris Theresa May nanti, hubungan Indonesia dan Inggris tetap akan berjalan dengan baik.

“Saya yakin hubungan RI dan Kerajaan Inggris akan tetap berjalan dengan baik,” kata Dubes Sukma, yang memperoleh gelar PhD dari London School of Economic (LSE) pada 1997, ketika iAntara meminta  pandangannya mengenai keputusan Theresa May untuk mundur  sebagai perdana menteri.

Theresa May mengumumkan akan mengundurkan diri sebagai perdana menteri Inggris yang disebutkannya telah tunduk pada tekanan kuat dari partainya dan menetapkan 7 Juni mendatang mundur sebagai pemimpin Konservatif. Berbicara di Downing Street, May mengatakan itu adalah "kehormatan hidupku" untuk melayani sebagai perdana menteri wanita kedua di Inggris dan mengakhiri masa jabatan tiga tahunnya.

Sukma, mantan Direktur Eksekutif Centre for Strategic and International Studies (CSIS), berharap siapapun PM Inggris yang baru nanti yang penting masalah Brexit bisa segera diselesaikan dengan baik.

“Siapapun perdana menteri baru nanti masalah Brexit dapat diselesaikan,” ujarnya, menambahkan dengan begitu Inggris bisa segera konsentrasi penuh dalam menjalankan visi Global Britain .

Sementara itu Dono Widiatmoko, dosen senior dari University of Derby  mengatakan kepada Antara, Jumat  bahwa pengumuman pengunduran diri Theresa May sebagai PM Inggris menjadi puncak setelah kepemimpinannya berulang kali mengalami tekanan akibat ketakberhasilan pemerintah Inggris mendapat dukungan parlemen dalam memformulasikan rancangan Brexit.

Menurut dia, sudah pada tiga kesempatan May sebagai  perdana menteri mengajukan rancangan rincian mengenai Brexit kepada parlemen, namun kandas tak mendapat persetujuan parlemen. "Di dalam internal partai Konservatifnya pun Theresa May banyak mendapat tantangan," ujarnya.

Beberapa menteri pentingnya mengundurkan diri dari kabinet. Terakhir Andrea Leadsom, pemimpin House of Commons, mundur dari jabatannya karena merasa tidak sesuai lagi dengan proposal May tentang Brexit. Walau May semula adalah pendukung pilihan tetap bergabung dengan Uni Eropa (EU) saat referendum tahun 2016 lalu, sebagai Perdana Menteri ia menghormati pilihan demokrasi rakyat dengan mencoba menjalankan Brexit.

Namun sampai saat ini semua usahanya gagal karena rencana bagaimana Inggris secara teknis bisa keluar dari EU sampai kini belum juga disepakati parlemen.Tantangan berikut bagi parlemen Inggris, dan utamanya partai Konservatif ialah menentukan penggantinya sebagai pimpinan partai dan juga perdana menteri.

"Perdana menteri baru harus bisa membawa Inggris keluar dari status quo saat ini," ujar Dono.

Perdana Menteri baru nanti harus bisa membuat rencana teknis keluar dari EU dan meyakinkan parlemen agar rencana tersebut bisa diterima. Tenggat waktu yang diberikan EU pada akhir Oktober mendatang hanya memberikan waktu yang sempit bagi PM yang baru nanti untuk bekerja.

Sementara itu, banyak dorongan dari partai Liberal Demokrat, partai Buruh, dan juga sebagian anggota partai Konservatif sendiri untuk mengadakan referendum kedua guna mengonfirmasikan apakah benar masyarakat Inggris memilih untuk keluar dari Uni Eropa.

"Pemerintah Inggris juga tetap dipusingkan oleh tekanan ekonomi dalam negeri dan global. Semuanya menjadi tantangan Perdana Menteri berikutnya," kata Widiatmoko.

Baca juga: Indonesia pahami keputusan mundurnya Theresa May
Baca juga: Pemimpin Partai Konservatif pengganti May diumumkan akhir Juli


 

Pewarta: Zeynita Gibbons
Editor: Mohamad Anthoni
Copyright © ANTARA 2019