Jakarta (ANTARA) - Hakim Konstitusi I Dewa Gede Palguna menolak permohonan pemohon dari Partai Persatuan Pembangunan (PPP) Provinsi Jawa Barat yang mengajukan tambahan satu orang saksi.

"Tambahan saksi bagaimana ini maksudnya, di luar tiga saksi yang diatur ya? Tidak boleh," ujar Palguna selaku pemimpin sidang pembuktian di ruang Panel 3 Gedung Mahkamah Konstitusi Jakarta, Selasa.

Kuasa hukum PPP Provinsi Jawa Barat kemudian menjelaskan bahwa pihaknya hanya meminta tambahan saksi untuk perkara yang sama, namun daerah pemilihan yang berbeda.

Kendati demikian, permintaan tersebut ditolak oleh Palguna. "Tidak boleh. Kami dari awal sudah memberitahukan bahwa saksi hanya tiga dan satu ahli untuk tiap-tiap perkara bukan dapil," kata Palguna.

Palguna lalu kembali menjelaskan bahwa persidangan untuk perkara Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) Legislatif 2019 termasuk dalam sistem persidangan cepat (speedy trial) karena dibatasi waktu untuk menyelesaikan seluruh perkara.

"Tidak mungkin kita menggunakan cara pemeriksaan saksi di peradilan umum untuk perkara konstitusi seperti ini. Anda harus taat dengan apa yang diatur sejak awal, walaupun dapil yang berbeda tetapi tetap satu perkara," ujar Palguna.

Baca juga: KPU Kudus hormati apapun putusan gugatan Pileg 2019 di MK
Baca juga: MK dengar jawaban KPU melalui video telekonferensi
Baca juga: Sidang Pileg, MK mulai gelar sidang pembuktian PHPU Legislatif


Sebelumnya, Mahkamah mengizinkan seluruh pihak untuk menghadirkan saksi dan ahli, namun dibatasi jumlahnya. Untuk pemohon dan termohon (KPU) jumlah saksi yang boleh dihadirkan maksimal adalah tiga orang untuk setiap perkara, sementara pihak terkait hanya diperbolehkan menghadirkan satu orang saksi untuk setiap perkara.

Untuk ahli, setiap pihak yang berperkara hanya diperbolehkan menghadirkan satu ahli untuk tiap-tiap perkara.

Pembatasan jumlah saksi dan ahli yang dihadirkan dalam sidang pembuktian PHPU Legislatif 2019 ini diperlukan mengingat sistem persidangan cepat yang diterapkan dalam perkara PHPU.

Selain itu dalam konteks perkara konstitusi bukti berupa dokumen lebih diutamakan dalam perkara konstitusi termasuk perkara PHPU, sementara saksi hanya dinilai sebagai bukti sekunder yang dianggap menjadi tambahan untuk menguatkan bukti dokumen yang ada.

Pewarta: Maria Rosari Dwi Putri
Editor: Sri Muryono
Copyright © ANTARA 2019