Beijing lebih parah dari kita (Jakarta), lebih besar dari kita dan lebih complicated, tapi kita ini kurang lebih seperti Beijing," jelas Ahmad Safrudin
Jakarta (ANTARA) - Pengamat lingkungan perkotaan sekaligus Direktur Eksekutif Komisi Penghapusan Bensin Bertimbal, Ahmad Safrudin, mengatakan, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta harus meniru manajemen pengendalian udara Beijing di China dalam mengatasi persoalan polusi udara.

"Kenapa Beijing? Karena (polusi udara) kota itu complicated seperti Jakarta," kata Ahmad Safrudin di Jakarta, Rabu.

Merujuk catatan sejarah, tahun 1998 polusi udara di Beijing didominasi pembakaran batu bara dan kendaraan bermotor. Kota itu lantas menyatakan perang melawan polusi udara.

Beijing menerapkan sejumlah strategi optimalisasi infrastruktur energi, kontrol emisi kendaraan bermotor hingga pengendalian polusi batu bara.

Pada September 2016, kota itu membangun "Menara Bebas Asap" setinggi tujuh meter di Taman 751 D. Bangunan itu diklaim dapat menyerap polusi udara seluas lapangan bola dengan teknologi listrik statis.

Baca juga: Pencemaran udara Jakarta berdampak terhadap perubahan iklim

Setelah dua dekade berselang, tepatnya tahun 2017, konsentrasi partikulat udara PM 2,5 turun sebesar 35 persen, PM 10 turun 55 persen, sulfur dioksida turun 83 persen, nitrogen oksida turun 43 persen dan senyawa organik yang mudah menguap turun 42 persen.

Manajemen kualitas udara itu didukung penegakan hukum lingkungan yang ketat. Meskipun beberapa ilmuan lingkungan menilai udara di Beijing masih tidak sehat karena belum sesuai standar Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), namun upaya pemerintahan kota tersebut dapat menjadi acuan bagi Jakarta.

Baca juga: Membedah strategi perbaikan kualitas udara di Jakarta

"Beijing lebih parah dari kita (Jakarta), lebih besar dari kita dan lebih complicated, tapi kita ini kurang lebih seperti Beijing," jelas Ahmad Safrudin.

Selain Beijing, tambah dia, beberapa manajemen pengendalian polusi kota-kota di dunia juga dapat dijadikan contoh bagi Jakarta, seperti Tokyo di Jepang, Berlin di Jerman atau Sacramento di California.

Sementara itu untuk perbandingan yang setara di kawasan Asia Tenggara, Jakarta bisa belajar dari Bangkok di Thailand.

Baca juga: Dinas LHK DKI: Sekitar 20 juta kendaraan cemari Jakarta

Menurut Ahmad, Bangkok melakukan sesuatu yang revolusioner terkait pengendalian pencemaran udara. Pemerintah Kota Bangkok melalui izin Raja Thailand mengembangkan kawasan layak bagi pejalan kaki, sehingga menekan angka pengguna kendaraan bermotor di kota tersebut.

"Mereka (kota-kota itu) bisa dijadikan contoh, tapi contoh itu tidak perlu ditiru mentah-mentah, kita adopsi beberapa kota kemudian kita formulasikan untuk kebutuhan Jakarta," ujarnya.

Pewarta: Sugiharto Purnama
Editor: Edy Supriyadi
Copyright © ANTARA 2019