Mereka menuntut kawan-kawannya yang kini di Rudenim dibebaskan. Ada enam orang dari Afghanistan dan Sudan
Pekanbaru (ANTARA) - Ratusan pengungsi dari sejumlah negara berunjuk rasa di depan kantor Rumah Detensi Imigrasi (Rudenim) Pekanbaru, Provinsi Riau pada Jumat malam, menuntut agar enam pengungsi dibebaskan dari tahanan.

Pantuan ANTARA di lokasi Rudenim Pekanbaru, ratusan pengungsi pria tersebut mengaku berasal dari Afghanistan dan Sudan. Mereka berkerumun hingga menutup akses masuk Rudenim di Jalan OKM Jamil. Pihak Rudenim dibantu kepolisian berusaha membubarkan mereka, namun pengungsi menolak dan malah duduk di tengah jalan.

"Mereka menuntut kawan-kawannya yang kini di Rudenim dibebaskan. Ada enam orang dari Afghanistan dan Sudan," kata Kepala Rudenim Pekanbaru, Junior Sigalingging.

Ia menduga kuat ada provokasi dari oknum pengungsi yang menyebarkan isu bahwa pihak Rudenim Pekanbaru memenjarakan para imigran tersebut. Faktanya adalah enam orang pengungsi tersebut yang memilih untuk dihukum di trap sel (sel isolasi). Padahal, ia mengatakan pihak Rudenim awalnya akan menjatuhkan hukuman pembinaan berupa wajib lapor saja dan bersih-bersih kantor Rudenim.

"Tapi mereka tidak mau, malah memilih di dalam saja (sel isolasi). Lagipula mereka tidak kami tahan, hanya menginap saja," ungkap Junior.

Ia mengatakan pihaknya tetap melakukan pendekatan persuasif kepada para pengungsi yang berdemonstrasi. Pihak kepolisian yang membantu pengamanan juga tidak membawa senjata.

Sempat terjadi ketegangan karena pengungsi terus memaksa untuk bertahan sehingga sempat terjadi dorong-dorongan antara pengungsi dengan petugas. Namun, akhirnya Rudenim dan perwakilan pengungsi sepakat akan berdialog mengenai masalah tersebut pada Senin depan tanggal 29 Juli di kantor Rudenim Pekanbaru.

"Nanti akan kita jelaskan masalahnya pada hari Senin, dan mereka setuju untuk membubarkan diri dan pulang," ujarnya.

Akibat Tanpa Izin

Demonstrasi ratusan pengungsi merupakan buntut dari kegiatan yang diikuti oleh pengungsi. Rudenim Pekanbaru akhirnya menghukum 10 pengungsi akibat nekad mengikuti kegiatan di pusat perbelanjaan atau mal tanpa izin. Total ada 10 pengungsi, empat orang dijatuhi hukuman pembinaan dengan wajib lapor, namun enam orang lainnya tidak kooperatif sehingga harus menjalani pembinaan di strap sel atau pengisolasian di Rudenim.

Wartawan ANTARA yang melakukan peliputan pada Jumat siang melihat langsung ketika enam orang pengungsi asal Sudan dan Afghanistan memrotes pihak Rudenim yang akan menjatuhkan hukuman pembinaan wajib lapor. Hukuman yang diprotes mereka adalah kewajiban tiga kali wajib lapor dan membersihkan gedung Rudenim Pekanbaru. Mereka justru memilih dihukum di sel isolasi daripada harus membersihkan fasilitas Rudenim.

Pada saat itu Kepala Seksi Keamanan dan Ketertiban Rudenim Pekanbaru, Benget Steven, terlihat sudah berkali-kali menjelaskan alasan mengapa mereka harus menjalani hukuman pembinaan.

"Itu pilihan mereka. Gengsi mereka terlalu tinggi, mungkin malu dengan kawan-kawannya kalau bersih-bersih kantor ini," tutur Benget pada Jumat siang.

Benget Steven menjelaskan, 10 pengungsi tersebut melanggar aturan tata tertib pengungsi yakni melakukan kegiatan di tempat umum tanpa seizin otoritas berwenang dan tanpa pengawalan pihak Rudenim. Mereka menjadi peserta pada acara pertukaran budaya yang digelar oleh sebuah universitas swasta di mal Living World pada awal Juli 2019.

Rudenim Pekanbaru mengawasi 1.006 pengungsi dan immigratoir di Riau, yang sebagian besar ditempatkan di tempat-tempat penampungan pengungsi. Mereka memang diizinkan untuk beraktivitas di luar ruangan, tapi dibatasi oleh aturan-aturan.

10 pengungsi yang melanggar tata tertib itu selama ini ditampung di Wisma Fanel Kecamatan Rumbai, Pekanbaru. Di setiap tempat penampungan pengungsi, Rudenim sudah memasang pengumuman tentang tata tertib. Penjagaan di tempat penampungan juga tidak ditempatkan petugas Rudenim karena pertimbangan mencegah pengungsi stres.

Ia mengatakan Rudenim juga menyayangkan pihak universitas yang menggelar acara dengan mengundang para pengungsi tanpa izin. Seharusnya kegiatan melibatkan pengungsi harus mendapatkan izin dari Rudenim dan organisasi yang mengurusi pengungsi, yakni IOM (International Organisation for Migration).

"Supaya kita bisa melakukan pengawalan. Kita tidak melarang kegiatan selama itu prosedural," kata Benget Steven.

Sementara itu, seorang pengungsi Afghanistan yang mengaku bernama Azad mengatakan ia ikut dalam demonstrasi karena mendapat informasi rekan-rekannya dijebloskan ke penjara oleh Rudenim akibat ikut acara kebudayaan di mal Living World.

Menurut dia, para pengungsi mulai datang dengan menggunakan transportasi umum ke Rudenim, namun sejak sekitar pukul 16.00 WIB. Jumlah mereka kian banyak karena pengungsi laki-laki dari seluruh rumah penampungan ikut berkumpul.

"Kita datang ingin mencari solusi," ucap pria yang mengaku berusia 35 tahun ini.

Ia mengatakan, kawan-kawannya yang kini ditahan hanya sebatas memenuhi undangan dari pihak universitas yang menggelar acara. Hal tersebut tidak selayaknya mendapat hukuman karena ia mengaku tidak ada aturan yang melarangnya.

"Menghadiri acara budaya bukan sebuah kejahatan," kata Azad.

Meski begitu, ia mengatakan para pengungsi sepakat untuk membubarkan diri karena ingin mencari solusi terbaik dan tidak ingin berbuat rusuh. Para pengungsi akhirnya membubarkan diri sekitar pukul 21.45 WIB. Mereka dipulangkan secara bergiliran ke rumah penampungan dengan menumpang mobil polisi dan mobil Rudenim.

Pewarta: FB Anggoro
Editor: Chandra Hamdani Noor
Copyright © ANTARA 2019