Mataram (ANTARA) - Pejabat Kanwil Kementerian Agama Nusa Tenggara Barat nonaktif, Silmi, terdakwa pungutan liar dana rekonstruksi masjid pascagempa Lombok, dituntut pidana delapan tahun penjara.

"Meminta majelis hakim untuk menjatuhkan pidana kepada terdakwa Silmi dengan hukuman delapan tahun penjara dikurangi lamanya masa penahanan yang telah dijalani selama berada dalam tahanan," kata jaksa penuntut umum yang diwakilkan Ida Ayu Putu Camundi, dalam sidang tuntutannya, di Pengadilan Negeri Tipikor Mataram, Selasa.

Dalam sidang tuntutan yang dipimpin ketua majelis hakim Isnurul Syamsul Arif, jaksa Putu Camundi menuntut pula turut membebankan terdakwa Silmi dengan pidana denda Rp200 juta subsider dua bulan kurungan.

Tuntutan kepada terdakwa Silmi diberikan sesuai dengan isi dakwaan pertamanya, yakni pasal 12 huruf e Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2001
 tentang perubahan atas Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.

Tuntutan pasal tersebut dijelaskan dalam kesimpulannya dengan menyatakan bahwa terdakwa Silmi telah menyalahgunakan jabatannya sebagai Kepala Sub Bagian Ortala dan Kepegawaian Kanwil Kemenag NTB.
Baca juga: Dua terdakwa pungli dana rekonstruksi masjid dituntut 2,5 tahun

Terdakwa Silmi menyalahgunakan kewenangannya dengan menyuruh saksi M Iqbaludin yang bertugas di Kemenag Lombok Barat untuk melakukan penarikan potongan 30 persen dari 12 pengurus masjid penerima dana rehabilitasi pascagempa di wilayah Kabupaten Lombok Barat.

"Setelah menerima kabar adanya pencairan dana gempa, terdakwa menyampaikan ke saksi Iqbaludin untuk meminta pungutan 30 persen kepada 12 masjid yang ada di tiga kecamatan di wilayah Kabupaten Lombok Barat," ujarnya.

Dari penarikan potongan tersebut, terdakwa Silmi dinyatakan telah menerima uang dari saksi M Iqbaludin dalam dua kali setoran yang jumlahnya mencapai Rp55 juta.

Dalam setoran pertama, terdakwa Silmi pada 5 Januari 2019 dikatakan telah menerima uang secara langsung dari saksi M Iqbaludin sebesar Rp25 juta. Kemudian setoran kedua yang dikirim pada 7 Januari 2019 via transfer bank sebesar Rp30 juta melalui perantara saksi Khairul Anshori.

"Dengan ini menyatakan bahwa pernyataan tersebut telah dikuatkan oleh bukti transfer dan slip setoran bank milik terdakwa Silmi dan saksi M Iqbaludin," ujarnya pula.

Usai mendengarkan tuntutannya, majelis hakim yang dipimpin Isnurul Syamsul Arif langsung menyatakan sidang ditunda hingga Selasa (6/8) pekan depan, dengan agenda penyampaian pembelaan (pleidoi) dari pihak terdakwa.

Pewarta: Dhimas Budi Pratama
Editor: Budisantoso Budiman
Copyright © ANTARA 2019