Jakarta (ANTARA) - Pemerintah dan DPR diminta untuk segera menyelesaikan pembahasan Rancangan Undang-Undang Kitab Hukum Acara Pidana (RUU KUHAP) karena bila tidak segera direvisi, maka masih ada banyak hukum acara pidana yang tumpang tindih.

"Memang kalau dalam RUU KUHAP perlu kita dorong karena UU-nya sudah terlalu lama, yakni sejak tahun 1981," kata Tim Penyusun Buku KUHAP, Yan Aswari, dalam Diskusi Bedah Buku dan Peluncuran Buku mengenai KUHAP, di Kantor Indonesia Corruption Watch (ICW), Kalibata, Jakarta, Kamis.

Ia menyebutkan, hingga saat ini banyak peraturan perundang-undangan yang tumpang tindih atau bersinggungan antara satu dengan lainnya. Belum lagi saat ini ada pemahaman yang kurang dari masyarakat terkait hukum undang-undang hukum acara pidana.

Di tengah perkembangan putusan Mahkamah Konstitusi (MK) dan beragam ketentuan peraturan perundang-undangan, banyak pihak yang juga belum menyadari akan adanya beberapa pasal dalam KUHAP yang telah dihapus atau diubah oleh putusan MK.

"Terdapat 130 perundang-undangan yang memiliki hukum acara yang berbeda. Telah dilakukan pengkajian, ada lebih dari 1.300 pasal yang memuat aturan formil dalam 130 perundang-undangan," kata Jaksa Fungsional pada Asisten Umum Jaksa Agung RI itu.

Selama ini Kejagung sudah memberikan banyak masukan, terutama terkait adanya poin-poin krusial revisi. Diantaranya yakni tahap dalam pelaporan, penyidikan, kewenangan masing-masing penyidikan, penuntutan, mekanisme kontrol penuntutan kepada penyidik, hakim, putusan, dan pemberitahuan putusan kepada publik.

"Kejaksaan sudah dilibatkan memberikan masukan. Kejaksaan memegang peranan sentral karena menjadi satu-satunya penghubung ke Lapas, polisi, masyarakat, hakim dan lainnya. Kita sentralnya, sehingga seharusnya jaksa itu juga harus diperkuat," ujarnya.

Di tempat yang sama, Koordinator Divisi Hukum Monitoring Peradilan ICW, Tama S Langkun, menjelaskan, saat ini penyelesaian pembahasan RUU KUHAP memang perlu didorong oleh semua pihak karena ada banyak sekali peraturan yang tidak sinkron.

"Memang harus didorong revisi. RUU KUHAP perlu harmonisasi karena tidak sinkron. Perlu ada revisi, tapi perlu duduk bersama selesaikan isu-isu yang belum selesai," kata Tama.

Pewarta: Syaiful Hakim
Editor: Yuniardi Ferdinand
Copyright © ANTARA 2019