Bandarlampung (ANTARA) - Aktivis pendamping anak di Lampung Syafrudin mengatakan penerimaan dan penempatan pegawai P2TP2A di sejumlah daerah harus memiliki integritas dan dedikasi, guna mencegah terjadinya kasus pelecehan serupa.

"Kabupaten Lampung Timur saat ini sedang giat melakukan beragam hal untuk mewujudkan kabupaten layak anak, namun dengan adanya kasus pelecehan seksual kepada anak di lingkungan P2TP2A, banyak hal yang harus dievaluasi kembali," ujar Ketua Harian Children Crisis Center (CCC) Lampung Syafrudin, di Bandarlampung, Senin.

Ia mengatakan, sejumlah evaluasi yang dilakukan salah satunya dalam melakukan perekrutan pegawai di lingkungan Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak serta P2TP2A.

"Penerimaan dan penempatan pegawai harus dievaluasi kembali, dimana pegawai tersebut harus orang-orang yang memiliki standar tinggi, kapasitas, loyalitas, dan dedikasi untuk melakukan perlindungan kepada anak serta perempuan," ujarnya.

Baca juga: P2TP2A Makassar advokasi dugaan pelecehan seksual anak di Luwu Timur

Baca juga: P2TP2A sosialisasi pencegahan kejahatan seksual


Menurutnya, dengan dipilih dan ditempatkannya pegawai yang memiliki dedikasi tinggi di bidang perlindungan perempuan dan anak, maka akan mengantisipasi terjadinya beragam, hal salah satunya kasus pelecehan seksual kepada anak yang seharusnya di dampingi secara psikologis dan hukum.

"Kalau pegawai memiliki dedikasi tinggi, dan profesionalitas sebagai pelayan masyarakat serta melindungi korban, tentu akan memberikan kepercayaan kepada masyarakat sehingga kasus kekerasan akan berkurang," katanya.

Ia menjelaskan, selain melakukan penerimaan dan penempatan pegawai dengan ketat dan tepat, dinas terkait juga harus memperkuat aturan serta prosedur terkait dengan kebijakan perlindungan anak, salah satunya di dalam P2TP2A.

"Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak harus melakukan tugasnya dengan memperkuat aturan serta prosedur terkait kebijakan perlindungan anak terutama di ranah P2TP2A," ucapnya.

Menurut Syafrudin, langkah selanjutnya pemerintah dapat mengintegrasikan korban secara inklusif ke masyarakat dan lingkungan sosial agar tidak mendapatkan stigma serta pengucilan, sehingga korban dapat kembali ke kehidupan sosial masyarakat.*

Pewarta: Ruth Intan Sozometa Kanafi
Editor: Erafzon Saptiyulda AS
Copyright © ANTARA 2020