Jakarta (ANTARA) - Wakil Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) RI Jazilul Fawaid menegaskan bahwa satu nyawa pun warga negara Indonesia sangat berharga, saat menyambut kedatangan Eti Binti Toyib Anwar, pekerja migran yang berhasil bebas dari ancaman hukuman mati di Arab Saudi.

“Alhamdulillah di masa pandemi COVID-19 yang memakan banyak korban meninggal dunia, tapi ada satu jiwa yang bisa kita selamatkan. Satu nyawa WNI sangat berharga. Menyelamatkan satu jiwa WNI sama seperti menyelamatkan kita semua. Itulah inti kemanusiaan,” kata Jazilul Fawaid melalui pernyataan tertulisnya di Jakarta, Senin.

Gus Jazil, sapaan akrab Jazilul menyambut kedatangan Eti Binti Toyib di Ruang VIP Terminal 3, Bandara Soekarno Hatta, Tangerang, Banten, Senin, didampingi Menteri Tenaga Kerja Ida Fauziah dan Kepala Badan Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (BP2MI) Benny Ramdani.

Eti, pekerja migran asal Majalengka, Jawa Barat, yang dipenjara sejak 2002 atas tuduhan meracuni majikan di Arab Saudi sehingga terancam hukuman mati.

Baca juga: DPR: Perbaiki sistem pembebasan WNI terancam hukuman mati

Eti bisa bebas dari hukuman mati setelah Pemerintah Indonesia dengan dukungan dari berbagai kalangan, termasuk Lembaga Amil Zakat Infaq dan Shodaqoh Nahdlatul Ulama (LAZISNU) dan PKB membayarkan diyat (uang darah) yang diminta keluarga majikan.

"Ini hukum di Arab Saudi. Qisas itu hukum nyawa dengan nyawa. Tapi bisa dilakukan dengan membayar diyat, pihak keluarga yang dibunuh memberikan pemaafan," jelasnya.

Gus Jazil mengungkapkan semula ahli waris majikannya meminta diyat sangat tinggi, yakni sebesar 30 juta real atau sekitar Rp107 miliar agar diampuni dan tidak dieksekusi, tetapi dengan berbagai pendekatan akhirnya ahli waris bersedia dengan diyat sebesar Rp15,2 miliar.

"Atas inisiator dari teman-teman PKB dengan LAZISNU sejak dua tahun lalu kemudian mengumpulkan dana untuk membayar diyat untuk membebaskan Eti Binti Toyib dari ancaman hukuman mati," katanya..

Kasus Eti terjadi sejak 2001 dan yang bersangkutan pun sudah menjalani masa penahanan selama 19 tahun.

"Karena itu kami dari pimpinan MPR selalu mengajak untuk mengedepankan kemanusiaan dan kegotongroyongan di semua situasi kepada siapapun. Apalagi, ini adalah pejuang devisa yang bekerja di luar negeri. Ibu Eti bekerja hanya 1 tahun 8 bulan, tapi dipenjara 19 tahun. Ini tidak boleh terulang lagi kepada warga kita, saudara kita yang berjuang di luar negeri tapi kemudian terkena kasus,” kata Koordinator Nasional Nusantara Mengaji tersebut.

Wakil Ketua Umum DPP PKB itu menyebutkan masih ada pekerja migran asal Indonesia yang terancam hukuman mati di Arab Saudi.

"Tapi, pesannya adalah bahwa siapapun dan apapun atas nama kemanusiaan tidak boleh ada warga kita yang kemudian dihukum pancung atau dihukum mati untuk kasus yang memang belum 'clear' seperti Ibu Eti ini,” katanya.

Baca juga: Dua WNI bebas dari hukuman mati di Arab Saudi

Sementara itu, Eti Binti Toyib mengucapkan rasa syukur setelah bebas dari hukuman dan bisa kembali ke Tanah Air.

"Alhamdulillah bisa bebas dari hukuman. Saya mengucapkan terima kasih atas dukungan semuanya. Mudah-mudahan ada hikmahnya untuk semua. Saya cuma bisa berdoa," tuturnya.

Selama menjalani hidup di penjara 19 tahun, Eti Binti Toyib menghafal Al Quran, selain melakukan pekerjaan lainnya, dan juga mengaku tidak ingin kembali lagi menjadi pekerja migran.

Eti mengaku tidak merasa melakukan apa yang dituduhkan, yakni meracuni majikan.

"Majikan saya itu pergi ke Jeddah naik mobil sendiri. Paginya sarapan bersama istrinya. Malamnya makan di restoran. Saya nggak merasa bersalah. Sampai di pengadilan saya ditanya-tanya dan akhirnya dihukum mati. Saya tetap sabar aja. Biar nanti Allah yang menjawab itu semua," ujarnya.

Baca juga: Kemlu pulangkan dua WNI terbebas hukuman mati dari Malaysia

Pewarta: Zuhdiar Laeis
Editor: Joko Susilo
Copyright © ANTARA 2020