Jakarta (ANTARA) - Hari gizi yang jatuh setiap tanggal 25 Januari, tahun ini seperti mendapatkan ujian pembuktian. Bagaimana tidak, resolusi pemenuhan atas janji hari gizi tahun-tahun sebelumnya laksana diuji di tengah pandemi.

Jika saja masyarakat telah terpenuhi gizinya dengan amat sangat memadai maka kekebalan imunitas menjadi sebuah keniscayaan yang barangkali lebih mudah terbentuk.

Sayangnya jika yang terjadi sebaliknya, pandemi COVID-19 seperti menjadi ancaman bagi hilangnya sebuah generasi. Stunting adalah ancaman yang bukan saja mengerikan namun mendatangkan efek jangka panjang bagi kedaulatan bangsa ini.

Sebab tak ada artinya suatu negara jika sumber daya manusia di dalamnya tak memiliki kualitas yang baik dari sisi kesehatan.

Maka hari gizi dan resolusinya, pandemi COVID-19, dan stunting adalah rangkaian yang tak bisa dipisahkan.

Presiden Joko Widodo memang sudah menyadari hal ini maka ia secara khusus menggelar rapat kabinet pada 25 Januari 2021 membahas tentang langkah-langkah penurunan angka stunting di Indonesia.

Tercatat angka stunting di Indonesia memang masih relatif tinggi yaitu 27,6 persen pada 2019 dan diperkirakan pada 2020 angkanya melonjak akibat wabah COVID-19.

Presiden Jokowi menyatakan keinginannya agar sampai tahun 2024 nanti angka stunting Indonesia bisa turun mendekati angka 14 persen.

Secara hitung-hitungan kalau harus mencapai target 14 persen pada 2024, maka tiap tahun harus tercapai penurunan angka stunting 2,7 persen dan ini adalah sesuatu target yang luar biasa besar.

Oleh karena itu Presiden menginginkan agar ada langkah-langkah yang luar biasa yang tidak biasa atau “extraordinary” dalam rangka mencapai target 14 persen penurunan angka stunting.

Baca juga: Menko PMK: Angka "stunting" diperkirakan naik karena pandemi COVID-19

Baca juga: Pemprov Sulsel alokasikan anggaran Rp8 miliar tangani "stunting"


Landasan Hukum

Pemenuhan gizi, penanganan COVID-19, hingga penurunan angka stunting bukan sesuatu yang sederhana untuk dicapai.

Keseluruhannya membutuhkan upaya terintegrasi untuk mencapainya termasuk keberadaan sebuah landasan hukum bagi pelaksanaannya.

Di Indonesia, landasan hukum khususnya untuk penanganan stunting sampai 2024 di antaranya mengacu pada UU Nomor 52 tahun 2009 tentang perkembangan kependudukan dan pembangunan keluarga.

Menurut Menko PMK Muhadjir Effendy hal itu berarti bahwa penurunan angka stunting basisnya nanti adalah dalam upaya untuk membangun keluarga. Sehingga pembangunan keluarga tidak hanya terbatas kepada masalah pembatasan angka kelahiran dan penjarangan angka kelahiran tetapi betul-betul keluarga yang integral, salah satunya adalah masalah penurunan angka stunting.

Stunting menjadi sangat penting untuk diperhatikan mengingat akan sangat menentukan kualitas suatu generasi ke depan. Seorang bayi yang baru lahir sampai 1.000 hari awal kehidupannya harus mendapatkan nutrisi yang cukup agar perkembangan kecerdasannya bisa optimal sampai usia produktif.

Bank Dunia merilis bahwa angka stunting dalam angkatan kerja Indonesia waktu masa bayinya atau masih dalam kandungan mencapai 54 persen di antaranya adalah penyintas stunting. Dapat dikatakan bahwa 54 persen angkatan kerja di Indonesia sekarang ini adalah mantan atau penyintas stunting.

Maka kemudian Indonesia memerlukan pemetaan stunting sebagai dasar untuk membuat langkah-langkah konkrit dan terukur sampai 2024.

Keberpihakan pada penanganan stunting juga harus diperlihatkan melalui alokasi anggaran yang selama ini tersebar di 20 kementerian dan lembaga yang idealnya difokuskan bagi instansi yang memiliki concern khusus dalam bidang tersebut misalnya Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional atau BKKBN.

Presiden memang telah meminta agar kementerian/lembaga lain mendukung BKKBN dalam upaya penurunan angka stunting hingga ke pelosok negeri.

Baca juga: Hari Ibu dan tantangan pemenuhan gizi anak di tengah pandemi

Baca juga: Hari Pangan 2020, FOI ajak semua pihak wujudkan balita sehat


Imunitas tinggi

Selain stunting yang menjadi isu penting, Hari Gizi Nasional 2021 juga menjadi momen penting untuk mendorong masyarakat semakin menjaga imunitas di tengah pandemi.

Berbagai upaya dilakukan pemerintah untuk memutus penyebaran COVID-19, salah satunya adalah dengan penerapan protokol kesehatan ketat terutama bagi para tenaga kesehatan yang berada di garis depan.

Selain itu mulai 13 Januari 2021, program vaksinasi COVID-19 di Indonesia juga dimulai. Presiden Jokowi menjadi orang pertama yang menerima vaksin Sinovac. Memang keberadaan vaksin menjadi angin segar di tengah pandemi yang masih meningkat.

Selain protokol kesehatan dan vaksin, masyarakat juga perlu meningkatkan imunitas tubuh agar tidak mudah terserang berbagai penyakit.

Di tengah pandemi COVID-19 asupan makanan dan minuman yang bergizi tinggi sangat diperlukan untuk memperkuat daya tahan tubuh, salah satunya melalui konsumsi nutrisi terbaik dan susu segar.

Anjani Miranti, Marketing Hometown Dairy mengatakan, pihaknya mengirimkan dukungan 15,000 gelas susu segar kepada tenaga medis, yang dibagikan ke sekitar 26 rumah sakit di Jakarta, Bogor, Depok, dan Tangerang.

“Terlebih saat ini semua dihadapkan pada pandemi COVID-19 yang mengharuskan untuk tetap menjaga imunitas. Meskipun sudah ada vaksin, tetapi masyarakat harus tetap peduli dengan ketahanan imunitas tubuh. Begitu pula dengan tim medis sebagai garda terdepan harus kuat menghadapi pandemi COVID-19,” kata Anjani Miranti.

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), tingkat konsumsi susu masyarakat Indonesia tahun 2019 masih berkisar 16,23 kg/kapita/tahun.

Sementara itu, susu dianggap banyak memiliki manfaat untuk pertumbuhan yaitu untuk regenerasi sel, menguatkan tulang dan gigi, menyokong pertumbuhan fisik, meningkatkan kecerdasan, mampu mencegah stunting pada anak-anak.

Selain juga meningkatkan imunitas tubuh sehingga meminimalisir potensi terinfeksi agen penyakit. Kandungan vitamin E dan zat besi dalam susu murni juga dapat meningkatkan sistem kekebalan tubuh.

Pihaknya memastikan pentingnya susu murni tanpa tambahan apapun seperti air, gula, pemanis, pengawet, dan lainnya. Maka idealnya susu segar hanya bertahan sampai 3 hari setelah botol dibuka dan dimasukan ke lemari pendingin serta bertahan selama kurang lebih 7- 12 hari sebelum kemasan dibuka.

Maka kemudian Hari Gizi perlu menjadi momentum tersendiri bagi bangsa ini untuk mengupayakan penanganan pandemi yang lebih baik.

Sebab di negeri yang makmur ini tidak semestinya stunting mendapatkan ruang untuk menyerang generasi.

Baca juga: Pakar gizi UI: Cegah anemia di tengah pandemi COVID-19

Baca juga: Pakar gizi ingatkan perlunya gizi seimbang pada penderita anemia

 

Editor: Zita Meirina
Copyright © ANTARA 2021