Kerugian negara muncul dari penilaian benih jagung yang tidak memenuhi sertifikasi
Mataram (ANTARA) - Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Perwakilan Nusa Tenggara Barat (NTB) merilis hasil penghitungan kerugian negara melalui Penyidik Pidana Khusus Kejati NTB dalam kasus korupsi pengadaan benih jagung tahun anggaran 2017, dengan nilai mencapai Rp27,35 miliar.

"Total kerugiannya mencapai Rp27,35 miliar, dengan rincian Rp15,43 miliar dari PT SAM, dan dari PT WBS Rp11,92 miliar," kata Juru Bicara Kejati NTB Dedi Irawan, di Mataram, Selasa.

Terkait dengan asal-usul munculnya nilai kerugian tersebut, Dedi enggan menjelaskan secara lengkap. Dalam gambaran umum, dia hanya mengungkapkan bahwa kerugian negara muncul dari penilaian benih jagung yang tidak memenuhi sertifikasi.

"Jadi hitungannya itu ada dari sertifikat yang salah atau palsu. Ada juga (sertifikat) yang duplikat dan ada juga yang tidak bersertifikat. Kemudian SP2D (surat perintah pencairan dana) dengan sertifikat juga tidak sesuai," ujarnya lagi.

Namun, Dedi kembali mengingatkan bahwa hasil audit dari tim ahli ini tidak menggugurkan temuan Inspektorat Jenderal (Itjen) Pertanian yang nilainya mencapai Rp22,1 miliar.

"Untuk kerugian versi lama itu (temuan Itjen Pertanian) tetap diperhitungkan. Karena metode hitungnya yang berbeda, kalau versi sebelumnya dengan sampling, kalau dari BPKP ini populasinya. Jadi akan diakumulasikan semua dalam berkas," ujarnya pula.

Proyek pengadaan benih jagung tahun anggaran 2017 ini berasal dari program budi daya jagung skala nasional Direktorat Jenderal Tanaman Pangan Kementan RI.

Provinsi NTB saat itu mendapat kuota tanam seluas 400.805 hektare dengan target panen 380.765 hektare. Pengadaannya tersebar di seluruh kabupaten/kota yang ada di NTB, dengan anggaran mencapai Rp48,256 miliar dari jumlah pengadaan skala nasional yang nilainya Rp170 miliar.

Penyalurannya dilaksanakan dalam dua tahap. Untuk tahap pertama dengan anggaran Rp17,256 miliar dilaksanakan oleh pemenang proyek dari PT Sinta Agro Mandiri (SAM), dan tahap kedua senilai Rp31 miliar oleh PT Wahana Banu Sejahtera (WBS).

Dalam proses penanganannya, empat orang ditetapkan sebagai tersangka. Mereka adalah mantan Kepala Dinas Pertanian dan Perkebunan (Distanbun) NTB berinisial HF yang berperan sebagai kuasa pengguna anggaran (KPA) proyek, dan IWW, pejabat pembuat komitmen (PPK) proyek jagung tahun 2017.

Selanjutnya dua orang dari pihak perusahaan penyedia benih, yakni Direktur PT WBS berinisial LIH, dan Direktur PT SAM berinisial AP.

Dengan dugaan telah melakukan pemufakatan jahat dalam proyek nasional ini, keempatnya dikenakan Pasal 2 ayat 1 juncto Pasal 18 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP dan atau Pasal 3 jo Pasal 18 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.
Baca juga: Kejati NTB tahan Direktur PT SAM terkait kasus korupsi jagung
Baca juga: Kejati NTB tunggu data valid BPKP terkait kerugian kasus jagung

Pewarta: Dhimas Budi Pratama
Editor: Budisantoso Budiman
Copyright © ANTARA 2021