Samarinda (ANTARA) -
Misman, pengamat sungai di Kota Samarinda, Kalimantan Timur, menilai lamanya durasi banjir di sejumlah titik di Samarinda hingga lima hari terakhir akibat hujan dan limpahan dari hulu, disebabkan oleh rusaknya ruang sungai di kawasan hulu dan tengah.
 
"Ruang sungai atau daerah aliran sungai (DAS) itu meliputi gunung, bukit, lembah, rawa, dan titik yang paling dekat dengan sungai, yakni riparian," ujar Misman yang juga Ketua Gerakan Memungut Sehelai Sampah di Sungai Karang Mumus (GMSS-SKM) di Samarinda, Ahad.
 
Sayangnya, gunung dan bukit digunduli, pohonnya ditebang, sehingga ketika hujan turun, maka tidak ada akar pohon yang dapat menyerap air hujan, sehingga air langsung terjun bebas ke pemukiman warga.
 
Parahnya lagi, bukit di ruang sungai justru banyak yang dipangkas, kemudian tanahnya untuk menguruk rawa demi permukiman, sehingga ini merupakan perilaku perusakan lingkungan ganda, karena rawa yang diuruk pun berada di ruang sungai.

Baca juga: Sultan dedikasikan kemenangan Borneo FC bagi korban banjir Samarinda

Baca juga: Tinggi genangan akibat banjir naik di beberapa bagian Kota Samarinda
 
Menurutnya, DAS Karang Mumus yang memiliki luas 316,22 km2 atau 31.622 ha dengan keliling sebesar 103,26 km tersebut, awalnya memiliki ratusan rawa, namun seiring perkembangan zaman dan pembangunan yang tidak ramah ruang sungai, maka kini yang tersisa hanya beberapa rawa, itu pun sudah dikuasai oleh warga.
 
Keberadaan rawa dan bukit dalam DAS sangat vital untuk mengurangi banjir (bukan mencegah), karena air hujan tidak langsung terbuang ke sungai, tapi ditampung di rawa dan akar-akaran di perbukitan.
 
"Dari rawa dan perbukitan, air akan dialirkan secara perlahan ke sungai sehingga tidak terjadi limpahan air terlalu besar. Ini adalah pekerjaan alam per detik, manusia tidak akan sanggup menggantikan, maka kita jangan mimpi bisa mengatasi banjir jika ruang sungai masih rusak," ucapnya.
 
Keberadaan rawa dan bukit yang masih terawat atau tidak dirusak manusia juga untuk menjaga kualitas, kuantitas, dan kontinuitas sungai, yakni sungai tetap mengalir meski musim kemarau.
 
"Tidak seperti sekarang, di musim hujan limpahan air begitu kuat yang akhirnya terjadi banjir. Sedangkan di musim kemarau, sungai mengering karena tidak ada aliran dari rawa maupun perbukitan akibat ruang sungai kita memang rusak parah," tutur Misman.*

Baca juga: Dinsos Kaltim turunkan tim Tagana bantu korban banjir Samarinda

Baca juga: Sejumlah kawasan di Samarinda masih banjir

Pewarta: M.Ghofar
Editor: Erafzon Saptiyulda AS
Copyright © ANTARA 2021