Jakarta (ANTARA) - Kegiatan pengurangan risiko bencana berbasis komunitas perlu menerapkan standar minimum Jaringan Antar Badan Pendidikan dalam Keadaan Darurat atau The Inter-agency Network for Education in Emergencies (INEE) untuk memastikan respon kemanusiaan yang terkoordinasi dan berkualitas.

Country Focal Point INEE Rina Suryani Oktari mengatakan standar minimum INEE diatur dalam lima domain, yaitu standar dasar, akses dan lingkungan belajar, belajar-mengajar, guru dan tenaga pendidikan lainnya, serta kebijakan pendidikan.

"Dalam kaitan dengan pengurangan risiko bencana berbasis komunitas, standar ini bisa kita gunakan sebagai tools untuk mengevaluasi bagaimana sebenarnya tingkat kerentanan dan kapasitas kita khususnya untuk melaksanakan pendidikan di masa darurat," kata Oktari dalam Konferensi Nasional Pengelolaan Risiko Bencana Berbasis Komunitas yang dipantau di Jakarta, Rabu malam.

Standar dasar INEE mencakup koordinasi serta partisipasi dan analisis masyarakat. Standar ini harus diterapkan di semua domain untuk meningkatkan respon yang berkualitas dan menyeluruh.

Kemudian, standar akses dan lingkungan belajar fokus terhadap akses informasi kesempatan belajar yang relevan dan aman. Standar-standar ini menyoroti hubungan penting dengan sektor lainnya seperti kesehatan, air dan sanitasi, gizi dan tempat tinggal yang membantu untuk meningkatkan keamanan, keselamatan dan fisik, kognitif dan kesejahteraan psikologis.

Selanjutnya, standar belajar-mengajar fokus terhadap elemen-elemen penting yang mempromosikan pengajaran efektif dan belajar, termasuk kurikulum, pelatihan, pengembangan profesional dan dukungan, instruksi dan proses pembelajaran, serta penilaian hasil belajar.

Lalu, standar guru dan tenaga pendidikan lainnya meliputi administrasi dan manajemen sumber daya manusia di bidang pendidikan, termasuk di dalamnya adalah rekrutmen dan seleksi, kondisi pelayanan, dan pengawasan dan dukungan.

Sedangkan, standar kebijakan pendidikan fokus terhadap perumusan kebijakan dan pemberlakuannya, perencanaan, dan pelaksanaan.

"Ini menjadi mandat di sektor pendidikan, yaitu memastikan bahwa hak-hak untuk pelayan pendidikan khususnya di masa darurat pemulihan bencana ini bisa terpenuhi," jelas Oktari.

"Dalam panduan standar minimal INEE ini, setiap domain itu ada standar. Standar ini lebih menjelaskan kepada aspek why, jadi ia memang narasi secara kualitatif yang sifatnya aspiratif dan universal karena harapan ini dapat diterapkan di berbagai situasi maupun konteks," imbuhnya.

Oktari mengungkapkan versi terakhir standar minimum INEE tersebut adalah versi tahun 2010.

Proses pemutakhiran terbaru dari standar minimum INEE sudah dilakukan pada Oktober 2021 dan sampai sekarang sudah selesai tahap sintesisnya.

"(Update) ini diharapkan bisa selesai tahun depan. Kami berharap sudah memiliki versi terbaru dari standar minimum INEE pada Maret 2023," ucap Oktari.

Spesialis Pendidikan Darurat dari UNICEF Yusra Tebe mengatakan pihaknya sudah menerjemahkan standar minimum INEE dan sudah dilatih kepada ratusan orang.

"Kami punya pedomannya yang kami kontekstualisasi untuk kebutuhan di Indonesia," kata Yusra.

Saat ini, ada lebih dari 170 fasilitator yang tersebar di 21 provinsi dari berbagai lembaga pemerintah dan non pemerintah yang dilatih oleh RedR-UNICEF-Seknas SPAB pada 2021 sampai 2022.

Anak-anak muda juga ikut terlibat melalui berbagai inisiatif dengan membentuk organisasi, pengembangan permainan, jaringan, dan riset.

Selain itu, terhadap 500 paket pendidikan dalam situasi darurat mulai dari tenda, kit sekolah, kit PAUD, kit lingkar remaja yang dikelola oleh Seknas SPAB tersebar di 14 provinsi.

Inovasi juga tersedia dalam melakukan penilaian struktur bangunan satuan pendidikan yang terdampak bencana melalui aplikasi ONA & Open Data Kit Collect (ODK Collect).

Baca juga: BNPB usul bentuk platform pengelola risiko bencana berbasis komunitas

Baca juga: Pengajaran ancaman bencana dari penghidupan lebih efektif

Pewarta: Sugiharto Purnama
Editor: Budi Suyanto
Copyright © ANTARA 2022