Di pertemuan MK sedunia secara simultan juga diadakan pertemuan asosiasi MK tingkat regional.
Badung (ANTARA) - Mahkamah Konstitusi (MK) Republik Indonesia turut melibatkan sejumlah guru besar Ilmu Hukum dari perguruan tinggi di berbagai daerah di Tanah Air untuk mengikuti rangkaian Kongres  Ke-5 Mahkamah Konstitusi Sedunia (WCCJ) di Nusa Dua, Bali, mulai Rabu hingga Kamis (6/10).

Kelompok akademisi untuk pertama kalinya dilibatkan dalam pertemuan para hakim Mahkamah Konstitusi itu karena menurut MK RI, yang pada tahun ini bertindak sebagai tuan rumah, kata Hakim Mahkamah Konstitusi RI Prof. Arief Hidayat, mereka merupakan mitra dari para hakim (friend of the court).

"Dalam kongres ke-3 dan ke-4 agak berbeda dengan kongres ke-5. Kongres ke-3 dan ke-4 hanya menghadirkan anggota delegasi dari forum Mahkamah Konstitusi Sedunia, tetapi Indonesia, yang diwakili Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia menganggap teman-teman dari perguruan tingi adalah friend of the court," kata Arief Hidayat di sela-sela kegiatannya menghadiri sesi diskusi WCCJ Ke-5 di Nusa Dua, Badung, Bali, Rabu.

Dengan demikian, kata Arief, peserta WCJJ Ke-5 di Bali tidak hanya para ketua delegasi yang umumnya adalah ketua MK dari negara anggota, tetapi juga presiden asosiasi MK di tingkat regional, dan para guru besar serta ahli hukum tata negara di Indonesia.

"Bisa dilihat ini forumnya sangat besar, dan tadi ada beberapa guru besar yang sudah memberikan respons saat diskusi," kata dia.

Tidak hanya melibatkan akademikus, Indonesia selaku tuan rumah WCCJ pada tahun ini juga untuk pertama kalinya menggelar pertemuan bersama (joint session) antara asosiasi MK se-Asia (AACC) dan asosiasi MK se-Afrika (CCJA).

Baca juga: Menlu RI: MK berperan pastikan negara patuh hukum internasional
Baca juga: MK manfaatkan WCCJ Ke-5 di Bali tingkatkan kapasitas panitera


"Di pertemuan MK sedunia secara simultan juga diadakan pertemuan asosiasi MK tingkat regional. Mereka masing-masing juga bertemu, dari Asia, Afrika, dan Eropa. Akan tetapi, yang spesifik diadakan di sini ada joint session antara MK Afrika dan MK Asia. Ide ini berkembang dari Indonesia meneruskan ide Bung Karno (yang mencetuskan) pertemuan (Konferensi) Asia Afrika," kata Arief Hidayat.

Ia  mengatakan bahwa rencana menggelar joint session antara AACC dan CCJA itu telah ada sejak 2019 lewat penandatanganan nota kesepahaman kerja sama (MoU) dua pihak di Solo, Jawa Tengah, pada tahun 2019. Dengan demikian, pertemuan bersama itu menjadi tindak lanjut MoU 3 tahun lalu.

Dalam kesempatan yang sama, Arief menyampaikan alasan pertemuan itu digelar karena adanya persamaan antara prinsip-prinsip yang dianut oleh Asia dan Afrika, salah satunya pemahaman mengenai hak asasi manusia (HAM).

"Umumnya dunia mengenal HAM sebagai nilai yang universal. Akan tetapi, di Asia dan Afrika HAM tidak universal. Ada HAM yang bersifat partikular, HAM yang disesuaikan dengan ideologi negara, HAM yang disesuaikan dengan kondisi negara-negara," kata dia.

WCCJ merupakan pertemuan para hakim MK dari 119 negara dan asosiasi MK di kawasan, yaitu di Afrika, Amerika, Asia, Australia/Oceania, dan Eropa. Indonesia menjadi anggota WCCJ pada tahun 2013 dan Mahkamah Konstitusi RI mengajukan diri sebagai tuan rumah kongres pada tahun 2017.

Dalam pertemuan kelimanya, WCCJ di Bali dihadiri oleh delegasi dari 99 negara dan asosiasi MK di kawasan. Untuk penyelenggaraan tahun ini, WCCJ mengangkat tema Peradilan Konstitusi dan Perdamaian. Tema itu membahas peran Mahkamah Konstitusi dalam memelihara perdamaian dunia dan mengupayakan resolusi damai.

Baca juga: Presiden: Keadilan konstitusional dan penanganan krisis berjalan seiring

Pewarta: Genta Tenri Mawangi
Editor: D.Dj. Kliwantoro
Copyright © ANTARA 2022