Setelah poin-poin itu tergambar dan resume hasil rapatnya sudah ada, tentu nanti pimpinan akan bertemu bersama. Jadi, lima pimpinan akan bertemu dan membahas keputusan-keputusan apa yang harus diambil segera,
Jakarta (ANTARA) - Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sudah menemui pegawai KPK yang bekerja di bidang penindakan soal adanya lima poin petisi terkait terhambatnya proses penanganan perkara.

"Pimpinan sudah menemui, jadi para pegawai sudah berkumpul dan pimpinan mendengar apa yang disampaikan secara langsung dan secara detil," kata Juru Bicara KPK Febri Diansyah di gedung KPK, Jakarta, Rabu.

Menurut dia, dalam pertemuan tersebut sudah tergambar beberapa poin yang harus dilakukan lebih lanjut oleh pimpinan KPK.

"Setelah poin-poin itu tergambar dan resume hasil rapatnya sudah ada, tentu nanti pimpinan akan bertemu bersama. Jadi, lima pimpinan akan bertemu dan membahas keputusan-keputusan apa yang harus diambil segera," ucap dia.

Sebelumnya, Febri mengemukakan bahwa adanya petisi itu dapat dikatakan sebagai "checks and balances" di KPK karena indikatornya adalah untuk kepentingan insitusi KPK yang dimiliki oleh publik secara luas.

KPK pun, sebutnya juga ingin memastikan bahwa adanya petisi itu jangan sampai disalahgunakan oleh pihak-pihak tertentu terkait dengan perkara yang ditangani KPK saat ini.

"Jangan sampai apa yang terjadi saat ini kemudian disalahgunakan atau dimanfaatkan oleh pihak-pihak tertentu yang terkait dengan perkara yang ditangani KPK karena KPK memastikan penanganan perkara yang ada saat ini itu dilakukan secara "prudent" berdasarkan hukum acara yang berlaku," kata Febri.

Berikut lima poin petisi yang disampaikan pegawai KPK tersebut.

1.Terhambatnya penanganan perkara pada ekspose tingkat kedeputian.

Penundaan pelaksanaan ekspose penanganan perkara dengan alasan yang tidak jelas dan cenderung mengulur-ngulur waktu hingga berbulan-bulan sampai dengan perkara pokoknya selesai.

2.Tingginya tingkat kebocoran dalam pelaksanaan penyelidikan tertutup.

Beberapa bulan belakangan hampir seluruh satgas di penyelidikan pernah mengalami kegagalan dalam beberapa kali pelaksanaan Operasi Tangkap Tangan (OTT) yang sedang ditangani karena dugaan adanya kebocoran Operasi OTT.

3. Tidak disetujuinya pemanggilan dan perlakuan khusus terhadap saksi.

Pengajuan saksi-saksi pada level jabatan tertentu ataupun golongan tertentu menjadi sangat sulit. Hal ini mengakibatkan hambatan karena tidak dapat bekerja secara optimal dalam mengumpulkan alat bukti. Selain itu, terdapat perlakukan khusus terhadap saksi.

4. Tidak disetujui penggeledahan pada lokasi tertentu dan pencekalan.

Tanpa alasan objektif, seringkali pengajuan lokasi penggeledahan pada kasus-kasus tertentu tidak diizinkan. Penyidik dan penyelidik merasakan kesempatan untuk mencari dan mengumpulkan alat bukti semakin sempit, bahkan hampir tidak ada. Selain itu, pencekakan terhadap orang yang dirasakan perlu dilakukan tidak disetujui tanpa argumentasi yang jelas.

5. Adanya pembiaran atas dugaan pelanggaran berat.

Beberapa pelanggaran berat yang dilakukan oleh oknum di penindakan tidak ditindaklanjuti secara gamblang dan transparan penanganannya oleh pihak pengawas internal. Hal ini seringkali menimbulkan pertanyaan di kalangan pegawai, apakah saat ini KPK sudah menerapkan tebang pilih dalam menegakkan kode etik bagi pegawainya.

Pewarta: Benardy Ferdiansyah
Editor: Hendra Agusta
Copyright © ANTARA 2019