Jakarta (ANTARA) - Wakil Ketua Tim Kampanye Nasional (TKN) Joko Widodo-Ma'ruf Amin, Arsul Sani, menilai banyak ahli dan praktisi hukum yang berpandangan bahwa isi dan tuntutan dari permohonan gugatan perselisihan hasil pemilu (PHPU) yang disampaikan capres-cawapres Prabowo Subianto-Sandiaga Uno melalui Mahkamah Konstitusi (MK) keluar dari rezim hukum.

"Pandangan tersebut disampaikan para ahli dan praktisi hukum setelah isi tuntutan PHPU yang disampaikan Tim Hukum capres-cawapres Prabowo-Sandiaga beredar di media sosial," kata Arsul Sani ketika dihubungi melalui telepon selulernya di Jakarta, Senin malam.

Menurut Arsul, banyak ahli dan praktisi yang berpandangan bahwa isi dan tuntutan dari permohonan Kubu 02 keluar dari rezim hukum atau rezim perundang-undangan yang mengatur tentang PHPU Presiden, seperti diatur dalam pasal 475 UU Pemilu jo Pasal 8 Peraturan MK No. 4 tahun 2018.

Wakil Ketua Tim Hukum capres-cawapres Joko Widodo-Ma'ruf Amin itu menambahkan, jika mencermati dengan seksama, pandangan para ahli dan praktisi hukum itu memang memiliki basis yang kuat.

Menurut dia, berdasarkan amanah UU No. 42 tahun 2012 tentang Pemilu Presiden dan UU No. 7 tahun 2017 tentang Pemilu, materi muatan permohonan PHPU yang disampaikan Tim Hukum Kubu 02 tersebut dibatasi terkait dengan perhitungan atau hasil pemungutan suara.

Anggota Komisi III DPR RI ini menambahkan, pembentuk UU sengaja membedakan antara sengketa tentang proses pemilu dan sengketa hasil pemilu.

Menurut dia, sengketa tentang proses pemilu maka permohonan gugatannya disampaikan ke Bawaslu, sedangkan sengketa tentang hasil pemilu permohonan ya diajukan ke MK.

"Nah soal kecurangan yang diklaim sebagai TSM (terstruktur, sistematis, dan masif) seharusnya menjadi sengketa proses pemilu yang gugatannya disampaikan ke Bawaslu, bukan ke MK RI." katanya.

Tim Hukum capres-cawapres 02, sebelumnya sudah menyampaikan permohonan gugatan sengketa hasil pemilu ke MK, pada Jumat (24/5).
 

Pewarta: Riza Harahap
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2019