Sultan Ternate ke-49, Maluku Utara (Malut), Hidayatullah Sjah menyampaikan pesan kepada insan pers di Hari Pers Nasional (HPN) 2022 untuk kritis dan mengedepankan informasi yang menciptakan rasa keadilan dan jujur kepada masyarakat.
"Dalam dunia pers dikenal dengan kearifan dalam menyampaikan informasi dengan 5W1H dan berita harus menciptakan rasa keadilan dan kenyamanan masyarakat saat mendapatkan informasi," katanya, kepada ANTARA dalam momentum HPN 2022 di Ternate, Rabu.
Dia menyebutkan jika memaknai kata-kata Napoleon Bonaparte yang lebih takut pena ketimbang bayonet, karena kata-kata bisa menghasilkan kondisi stabilitas keamanan yang baik dan bisa juga sebaliknya.
"Selain itu, insan pers juga harus membangun kemitraan dengan aparat TNI/Polri, terutama dalam peliputan aksi massa, jika sewaktu-waktu terjadi konflik maka wartawan bisa dilindungi keselamatannya," kata Sultan.
Mantan wartawan Kantor Berita Angkatan Bersenjata Jakarta itu mengatakan media memiliki peran penting dalam memberikan edukasi kepada masyarakat melalui berbagai pemberitaan dan dinamika dalam mengatasi berbagai konflik.
"Kehadiran media sangat penting dalam mengedukasi masyarakat, sehingga potensi konflik bisa diminimalisir, tentunya dengan menyajikan berbagai pemberitaan yang berimbang dan tidak berdampak ke konflik," ujarnya.
Sultan Ternate ini mengisahkan, saat menjadi wartawan dan bertugas di Jakarta, pernah memiliki kisah memilukan.
Dirinya menceritakan, pada 1996 mendapat penugasan dari Pemred Kantor Berita Angkatan Bersenjata untuk melakukan peliputan aksi unjuk rasa massa PDI pimpinan Megawati Soekarnoputri dengan massa PDI pimpinan Soeryadi di Hotel Kartika Chandra.
"Ketika meliput aksi massa pendukung Ketum PDI Megawati Soekarnoputri, tiba-tiba gerbang pintu ditutup dan dilakukan razia seluruh tas yang di bawa oleh seluruh massa aksi, beruntung saya melihat ada seorang perwira TNI berdialog dengan perwakilan massa aksi dan mencoba mendekati untuk memfasilitasi agar pintu gerbang bisa dibuka agar saya bisa keluar dari massa aksi berujung anarkis," kata Hidayatullah Sjah mengisahkan saat tugas menjadi wartawan.
Saat pintunya dibuka atas permintaan perwira TNI itu, dirinya langsung bergegas keluar untuk menyelamatkan diri, meskipun massa mencoba untuk meneriaki mengejarnya.
Sultan Hidayatullah mengatakan, itulah adalah pengalaman yang sangat pahit harus dirasakan sebagai seorang wartawan meliput massa aksi di depan Sekretariat DPP PDI dan terjadi aksi perebutan Sekretariat partai berlambang banteng itu.
Dia menambahkan, kala itu dirinya mengkhawatirkan keselamatan karena di dalam tas ada pres rilis massa tandingan DPP PDI kepengurusan Soeryadi.*
COPYRIGHT © ANTARA News Ambon, Maluku 2022
"Dalam dunia pers dikenal dengan kearifan dalam menyampaikan informasi dengan 5W1H dan berita harus menciptakan rasa keadilan dan kenyamanan masyarakat saat mendapatkan informasi," katanya, kepada ANTARA dalam momentum HPN 2022 di Ternate, Rabu.
Dia menyebutkan jika memaknai kata-kata Napoleon Bonaparte yang lebih takut pena ketimbang bayonet, karena kata-kata bisa menghasilkan kondisi stabilitas keamanan yang baik dan bisa juga sebaliknya.
"Selain itu, insan pers juga harus membangun kemitraan dengan aparat TNI/Polri, terutama dalam peliputan aksi massa, jika sewaktu-waktu terjadi konflik maka wartawan bisa dilindungi keselamatannya," kata Sultan.
Mantan wartawan Kantor Berita Angkatan Bersenjata Jakarta itu mengatakan media memiliki peran penting dalam memberikan edukasi kepada masyarakat melalui berbagai pemberitaan dan dinamika dalam mengatasi berbagai konflik.
"Kehadiran media sangat penting dalam mengedukasi masyarakat, sehingga potensi konflik bisa diminimalisir, tentunya dengan menyajikan berbagai pemberitaan yang berimbang dan tidak berdampak ke konflik," ujarnya.
Sultan Ternate ini mengisahkan, saat menjadi wartawan dan bertugas di Jakarta, pernah memiliki kisah memilukan.
Dirinya menceritakan, pada 1996 mendapat penugasan dari Pemred Kantor Berita Angkatan Bersenjata untuk melakukan peliputan aksi unjuk rasa massa PDI pimpinan Megawati Soekarnoputri dengan massa PDI pimpinan Soeryadi di Hotel Kartika Chandra.
"Ketika meliput aksi massa pendukung Ketum PDI Megawati Soekarnoputri, tiba-tiba gerbang pintu ditutup dan dilakukan razia seluruh tas yang di bawa oleh seluruh massa aksi, beruntung saya melihat ada seorang perwira TNI berdialog dengan perwakilan massa aksi dan mencoba mendekati untuk memfasilitasi agar pintu gerbang bisa dibuka agar saya bisa keluar dari massa aksi berujung anarkis," kata Hidayatullah Sjah mengisahkan saat tugas menjadi wartawan.
Saat pintunya dibuka atas permintaan perwira TNI itu, dirinya langsung bergegas keluar untuk menyelamatkan diri, meskipun massa mencoba untuk meneriaki mengejarnya.
Sultan Hidayatullah mengatakan, itulah adalah pengalaman yang sangat pahit harus dirasakan sebagai seorang wartawan meliput massa aksi di depan Sekretariat DPP PDI dan terjadi aksi perebutan Sekretariat partai berlambang banteng itu.
Dia menambahkan, kala itu dirinya mengkhawatirkan keselamatan karena di dalam tas ada pres rilis massa tandingan DPP PDI kepengurusan Soeryadi.*
COPYRIGHT © ANTARA News Ambon, Maluku 2022