Majelis Hakim tindak pidana korupsi pada Pengadilan Negeri (PN) Ternate menghadirkan mantan Kadis Kesehatan Kota Ternate Nurbaity Radjabessy, dan tiga koordinator vaksinasi yakni Haliyani, Yanti Pora dan Ririt, dalam sidang kasus dugaan korupsi anggaran vaksinasi dinas kesehatan Kota Ternate tahun 2021 - 2022 sebanyak Rp22 miliar.
Sidang PN Ternate pada Rabu yang dimulai sekira pukul 13.00 WIT itu dipimpin langsung oleh Ketua Majelis Hakim Haryanta didampingi Budi Setiawan dan Samhadi masing-masing selaku hakim anggota.
Sebanyak empat saksi yang dihadirkan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejari Ternate. Mereka diantaranya mantan Kadis Kesehatan Kota Ternate Nurbaity Radjabessy, dan tiga koordinator vaksinasi yakni Haliyani, Yanti Pora dan Ririt.
Mantan Kadis Nurbaity dalam kesaksian mengakui pihaknya selaku kuasa pengguna anggaran sesuai SK Wali Kota yang menandatangani dokumen Surat Perintah Pencairan (SPM) pada kegiatan vaksinasi dan anggarannya sebanyak Rp22 miliar, namun hanya digunakan Rp15 miliar.
"Seingat saya kalau dana tentang vaksinasi itu Rp22 miliar lebih tapi yang digunakan hanya Rp15 miliar," kata Nurbaity.
Dia mengaku hanya sebatas menandatangani dokumen SPM dan tidak mengambil keuntungan dari dana tersebut, dia hanya menerima uang honor sebesar Rp1,9 juta.
"Karena saya selaku kepala dinas saya hanya menandatangani SPM saja, selanjutnya dilakukan oleh bendahara. Honor yang saya terima sudah dipotong pajak 15 persen sehingga saya terima 1,9 juta ," ketika ditanya oleh Ketua Majelis Hakim Haryanta.
Dia juga mengaku selama pelaksanaan kegiatan, dirinya hanya bertugas melakukan monitoring terhadap uang-uang yang keluar sejak Januari-Desember 2021. Semuanya berjalan dengan lancar. Diketahui bermasalah ketika ada hasil audit dari BPKP Maluku Utara.
Ia juga mengaku hubungannya dengan terdakwa Andi selaku PPK sudah terputus meski Andi yang melakukan pencairan, dirinya kata Nurbaity hanya mendatangani SPM makan minum saja.
"Saya mengontrol itu kalau dananya sudah diserahkan ke Catering atau yang mengadakan makan dan minum," akunya.
Sementara saksi Kabid Pelayanan Kesehatan Koordinator Vaksinasi Haliyani mengatakan, selaku koordinator dia ditugaskan hanya melakukan monitoring sesuai dengan jadwal ia juga mengaku menerima honor sebanyak Rp 1,9 juta.
"Saya koordinator bekerja sesuai dengan bidang saya," aku Haliyani.
Sementara itu, Yanti Pora selaku koordinator rumah sakit mengaku, menggantikan tugas dari saksi Haliyani atas permintaan Haliyani pada Juli 2021 dan tugasnya sama yakni mengkoordinir kegiatan vaksinasi.
"Waktu itu berapa orangnya saya juga tidak tahu dalam honornya itu sudah disediakan daftar hadir dan kwitansi saya hanya antar saja ke puskesmas," ujar Yanti.
Sama halnya juga disampaikan oleh Ririt yang juga selaku Tim Money yang berhubungan dengan rumah sakit, dia hanya menemani koordinator mengantarkan uang yang diterima kepala rumah sakit dan mengaku hanya melaksanakan pemantauan pelaksanaan.
"Saya hanya melaksanakan pemantauan pelaksanaan. Saya tahu ada yang tidak terima ketika ada pemeriksaan," aku Ririt.
COPYRIGHT © ANTARA News Ambon, Maluku 2024
Sidang PN Ternate pada Rabu yang dimulai sekira pukul 13.00 WIT itu dipimpin langsung oleh Ketua Majelis Hakim Haryanta didampingi Budi Setiawan dan Samhadi masing-masing selaku hakim anggota.
Sebanyak empat saksi yang dihadirkan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejari Ternate. Mereka diantaranya mantan Kadis Kesehatan Kota Ternate Nurbaity Radjabessy, dan tiga koordinator vaksinasi yakni Haliyani, Yanti Pora dan Ririt.
Mantan Kadis Nurbaity dalam kesaksian mengakui pihaknya selaku kuasa pengguna anggaran sesuai SK Wali Kota yang menandatangani dokumen Surat Perintah Pencairan (SPM) pada kegiatan vaksinasi dan anggarannya sebanyak Rp22 miliar, namun hanya digunakan Rp15 miliar.
"Seingat saya kalau dana tentang vaksinasi itu Rp22 miliar lebih tapi yang digunakan hanya Rp15 miliar," kata Nurbaity.
Dia mengaku hanya sebatas menandatangani dokumen SPM dan tidak mengambil keuntungan dari dana tersebut, dia hanya menerima uang honor sebesar Rp1,9 juta.
"Karena saya selaku kepala dinas saya hanya menandatangani SPM saja, selanjutnya dilakukan oleh bendahara. Honor yang saya terima sudah dipotong pajak 15 persen sehingga saya terima 1,9 juta ," ketika ditanya oleh Ketua Majelis Hakim Haryanta.
Dia juga mengaku selama pelaksanaan kegiatan, dirinya hanya bertugas melakukan monitoring terhadap uang-uang yang keluar sejak Januari-Desember 2021. Semuanya berjalan dengan lancar. Diketahui bermasalah ketika ada hasil audit dari BPKP Maluku Utara.
Ia juga mengaku hubungannya dengan terdakwa Andi selaku PPK sudah terputus meski Andi yang melakukan pencairan, dirinya kata Nurbaity hanya mendatangani SPM makan minum saja.
"Saya mengontrol itu kalau dananya sudah diserahkan ke Catering atau yang mengadakan makan dan minum," akunya.
Sementara saksi Kabid Pelayanan Kesehatan Koordinator Vaksinasi Haliyani mengatakan, selaku koordinator dia ditugaskan hanya melakukan monitoring sesuai dengan jadwal ia juga mengaku menerima honor sebanyak Rp 1,9 juta.
"Saya koordinator bekerja sesuai dengan bidang saya," aku Haliyani.
Sementara itu, Yanti Pora selaku koordinator rumah sakit mengaku, menggantikan tugas dari saksi Haliyani atas permintaan Haliyani pada Juli 2021 dan tugasnya sama yakni mengkoordinir kegiatan vaksinasi.
"Waktu itu berapa orangnya saya juga tidak tahu dalam honornya itu sudah disediakan daftar hadir dan kwitansi saya hanya antar saja ke puskesmas," ujar Yanti.
Sama halnya juga disampaikan oleh Ririt yang juga selaku Tim Money yang berhubungan dengan rumah sakit, dia hanya menemani koordinator mengantarkan uang yang diterima kepala rumah sakit dan mengaku hanya melaksanakan pemantauan pelaksanaan.
"Saya hanya melaksanakan pemantauan pelaksanaan. Saya tahu ada yang tidak terima ketika ada pemeriksaan," aku Ririt.
COPYRIGHT © ANTARA News Ambon, Maluku 2024