Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) Perwakilan Maluku mendorong adanya ketegasan penegakan hukum terhadap perlindungan perempuan di provinsi itu.

 

“Pemerintah telah mengesahkan undang-undang Nomor 12 Tahun 2022 tentang UU Tindak Pidana kekerasan Seksual (TPKS) yang harapannya dapat mewujudkan penegakan hukum dan meningkatkan sistem perlindungan perempuan korban kekerasan,” kata Ketua Tim Kerja Pemantauan dan Penyuluhan HAM Komnas HAM Perwakilan Maluku Djuliaty Toisuta, di Ambon, Jumat.

 

Oleh karena itu, Komnas HAM Maluku akan terus berupaya meningkatkan pengetahuan bagi masyarakat mengenai hak-hak korban kekerasan seksual khususnya hak penanganan dan hak perlindungan bagi perempuan kekerasan seksual.

 

Menurutnya, di Maluku sendiri kedapatan banyak terjadi perempuan yang menjadi korban kekerasan baik seksual maupun penganiayaan dalam rumah tangga, tidak melakukan penyelesaian melalui jalur hukum.


 

Hal ini lantaran faktor rasa takut, tidak percaya diri, budaya, stigmatisasi, rasa malu dan ketidaktahuan korban atas hak-haknya dan bagaimana cara melapor atau mendapatkan pendampingan hukum.

 

“Komnas HAM Perwakilan Maluku sangat menyayangkan jika kasus-kasus kekerasan seksual tidak dilaporkan dan diselesaikan melalui mekanisme hukum.
 

Dengan begitu, hal itu sama saja dengan membiarkan pelaku melakukan kekerasan kepada korban yang lain,” ujarnya.

 

Untuk itu, ia juga berharap, adanya peran pemerintah daerah khususnya organisasi perangkat daerah (OPD) terkait seperti Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DP3A), Dinas Pemberdayaan Perempuan Perlindungan Anak dan Masyarakat Desa (DP3AMD) dan kepolisian, dengan mengacu pada data kasus kekerasan terhadap perempuan tahun 2022-2023.

 

“Sosialisasi dan penyebarluasan wawasan masyarakat atas hak-haknya khususnya hak korban kekerasan seksual atas penanganan dan perlindungan sangat penting untuk dilakukan,” katanya menjelaskan.

 

Ia mengaku, sepanjang 2023, Komnas HAM Maluku menangani sebanyak lima kasus, yakni tiga kasus kekerasan dalam rumah tangga (KDRT), satu kekerasan penganiayaan dan satu kekerasan seksual. “Semua adalah kasus dari aduan masyarakat. Sementara tahu 2022 kita tidak menerima pengaduan,” ucap Djuliaty.

Pewarta: Winda Herman

Editor : Moh Ponting


COPYRIGHT © ANTARA News Ambon, Maluku 2024