Wakil Ketua DPR RI Muhaimin Iskandar mengatakan bahwa revisi Undang-Undang Penyiaran harus menyerap aspirasi masyarakat dan insan media.
Menurut dia, Undang-Undang Penyiaran harus mampu mengatasi tantangan jurnalisme dalam ruang digital tanpa mengancam kebebasan berekspresi.
"Pers adalah salah satu pilar demokrasi. Jika kebebasan pers dibatasi, artinya kita juga mengekang demokrasi," kata Cak Imin, sapaan Muhaimin Iskandar, sebagaimana keterangan tertulis diterima di Jakarta, Kamis.
Cak Imin mengaku paham betul pentingnya kebebasan berpendapat bagi masyarakat dan pers. Kebebasan pers pada dasarnya ialah kontrol untuk hal yang lebih baik.
"Maka dari itu, saya titipkan delapan agenda perubahan kepada calon presiden terpilih, Pak Prabowo, yang isinya dengan tegas meminta agar kualitas demokrasi diperkuat, sekaligus menjamin kebebasan pers," katanya.
Baca juga: Putri Cak Imin: Relawan anak muda AMIN fokus berdoa pada masa tenang
Ia mengatakan bahwa Rancangan Undang-Undang (RUU) Penyiaran masih berupa draf sehingga masih ada waktu untuk menyerap dan seluruh aspirasi masyarakat dan insan media.
Di samping itu, dia juga menyayangkan larangan penyiaran program investigasi karena berpotensi membunuh jurnalisme.
"Masa jurnalisme hanya boleh mengutip omongan jubir atau copy-paste (salin-rekat) press release (siaran pers)? Ketika breaking news (berita sela), live report (laporan langsung), bahkan berita viral bisa diambil alih oleh media sosial, investigasi adalah nyawa dari jurnalisme hari ini," ujar Cak Imin.
Baca juga: Pakar: RUU Penyiaran harus fokus berdayakan lembaga digital
Dalam konteks hari ini, lanjut dia, melarang penyiaran program investigasi dalam draf RUU Penyiaran pada dasarnya mengebiri kapasitas paling premium dari insan pers sebab investigasi tidak semua bisa melakukannya.
Cak Imin mencontohkan sejumlah program jurnalisme beberapa media massa dan pegiat sinema. Ketika program tersebut dirilis, mampu memberi perspektif dan informasi penting yang dibutuhkan publik.
"Dirty Vote, Buka Mata, dan Bocor Alus adalah salah satu produk jurnalisme investigasi yang mampu memenuhi kebutuhan publik akan informasi yang kredibel. Karya-karya seperti ini justru perlu kita dukung karena akan membawa kebaikan bagi bangsa. Sama halnya dengan karya-karya kreatif lain yang hanya dapat muncul jika diberi ruang kebebasan," ucap Cak Imin.
Di sisi lain, Cak Imin memahami pentingnya kemampuan masyarakat dalam memilah berita yang kredibel di tengah banjir informasi melalui media sosial dan berbagai platform penyiaran.
"Revisi UU Penyiaran harus mampu melindungi masyarakat dari hoaks dan misinformasi yang makin merajalela, tanpa mengamputasi kebebasan pers. Masyarakat juga berhak untuk akses terhadap informasi yang seluas-luasnya. Tidak Boleh ada sensor atas jurnalisme dan ekspresi publik," katanya.
Berita ini telah tayang di Antaranews.com dengan judul: Imin: RUU Penyiaran harus serap aspirasi masyarakat dan insan media
COPYRIGHT © ANTARA News Ambon, Maluku 2024
Menurut dia, Undang-Undang Penyiaran harus mampu mengatasi tantangan jurnalisme dalam ruang digital tanpa mengancam kebebasan berekspresi.
"Pers adalah salah satu pilar demokrasi. Jika kebebasan pers dibatasi, artinya kita juga mengekang demokrasi," kata Cak Imin, sapaan Muhaimin Iskandar, sebagaimana keterangan tertulis diterima di Jakarta, Kamis.
Cak Imin mengaku paham betul pentingnya kebebasan berpendapat bagi masyarakat dan pers. Kebebasan pers pada dasarnya ialah kontrol untuk hal yang lebih baik.
"Maka dari itu, saya titipkan delapan agenda perubahan kepada calon presiden terpilih, Pak Prabowo, yang isinya dengan tegas meminta agar kualitas demokrasi diperkuat, sekaligus menjamin kebebasan pers," katanya.
Baca juga: Putri Cak Imin: Relawan anak muda AMIN fokus berdoa pada masa tenang
Ia mengatakan bahwa Rancangan Undang-Undang (RUU) Penyiaran masih berupa draf sehingga masih ada waktu untuk menyerap dan seluruh aspirasi masyarakat dan insan media.
Di samping itu, dia juga menyayangkan larangan penyiaran program investigasi karena berpotensi membunuh jurnalisme.
"Masa jurnalisme hanya boleh mengutip omongan jubir atau copy-paste (salin-rekat) press release (siaran pers)? Ketika breaking news (berita sela), live report (laporan langsung), bahkan berita viral bisa diambil alih oleh media sosial, investigasi adalah nyawa dari jurnalisme hari ini," ujar Cak Imin.
Baca juga: Pakar: RUU Penyiaran harus fokus berdayakan lembaga digital
Dalam konteks hari ini, lanjut dia, melarang penyiaran program investigasi dalam draf RUU Penyiaran pada dasarnya mengebiri kapasitas paling premium dari insan pers sebab investigasi tidak semua bisa melakukannya.
Cak Imin mencontohkan sejumlah program jurnalisme beberapa media massa dan pegiat sinema. Ketika program tersebut dirilis, mampu memberi perspektif dan informasi penting yang dibutuhkan publik.
"Dirty Vote, Buka Mata, dan Bocor Alus adalah salah satu produk jurnalisme investigasi yang mampu memenuhi kebutuhan publik akan informasi yang kredibel. Karya-karya seperti ini justru perlu kita dukung karena akan membawa kebaikan bagi bangsa. Sama halnya dengan karya-karya kreatif lain yang hanya dapat muncul jika diberi ruang kebebasan," ucap Cak Imin.
Di sisi lain, Cak Imin memahami pentingnya kemampuan masyarakat dalam memilah berita yang kredibel di tengah banjir informasi melalui media sosial dan berbagai platform penyiaran.
"Revisi UU Penyiaran harus mampu melindungi masyarakat dari hoaks dan misinformasi yang makin merajalela, tanpa mengamputasi kebebasan pers. Masyarakat juga berhak untuk akses terhadap informasi yang seluas-luasnya. Tidak Boleh ada sensor atas jurnalisme dan ekspresi publik," katanya.
Berita ini telah tayang di Antaranews.com dengan judul: Imin: RUU Penyiaran harus serap aspirasi masyarakat dan insan media
COPYRIGHT © ANTARA News Ambon, Maluku 2024