Tim Provinsi Kalimantan Barat berhasil tampil sebagai penyaji terbaik dan meraih juara pertama Festival Olahraga Tradisional Tingkat Nasional VII/2010 di Ambon, yang berlangsung sejak 16-18 Juli. Sanggar Simpur dari Kota Singkawang, Kalbar, di ajang Festival Olahraga Tradisional Tingkat Nasional VII/2010 menampilkan olahraga tradisional "Sirung" (olahraga seni tari mengusir burung) ini mampu mengungguli peserta dari 29 provinsi lain. Dewan juri memutuskan olahraga Sirung atau seni tari mengusir burung dari Kalbar ini memenuhi kriteria penilaian yang meliputi  unsur pendidikan, seni budaya, dan olahraga. Festival Olahraga Tradisional Tingkat Nasional VII/2010 yang diikuti 30 provinsi itu diselenggarakan oleh Asisten Deputi Olahraga Rekreasi, Kementerian Pemuda dan Olahraga (Kemenpora). Bahkan, even ini turut memeriahkan kegiatan pelayaran internasional Sail Banda 2010. Sementara itu, Provinsi Jawa Timur (Jatim) yang tampil dengan olahraga tradisional Kerrap Pesapen menempati peringkat kedua, sedangkang Lampung (Khakik Giccing) peringkat ketiga, Gorontalo dengan olahraga Momunno Hutia menempati peringkat keempat. Berikutnya Daerah Istimewa Yogyakarta (Jalu Gabruk), Jawa Tengah (Balangan), Sumatera Utara (Martagak), Kalimantan Selatan (Kayuh Nyiur Gumpa), Bengkulu (Giling-Giling), dan Bangka Belitung (Ral Tampik). Tuan rumah Maluku yang pada festival tersebut menyajikan olahraga tradisional Lew Lyewi, yang merupakan olahraga tradisional dari Kabupaten Maluku Barat Daya (MBD), tidak mampu masuk dalam deretan 10 besar penyaji terbaik. Staf Ahli Gubernur Maluku Bidang Kemasyarakatan, Azis Lattar, yang membacakan sambutan Gubernur Maluku Karel Albert Ralahalu saat menutup festival tersebut, Minggu, mengatakan bahwa festival tersebut strategis dan memiliki kontribusi positif bagi upaya peningkatan kreativitas generasi muda di Tanah Air. Menurut dia, olahraga tradisional merupakan olahraga yang sudah ada, tumbuh, dan berkembang sejak zaman dulu, dan merupakan olahraga sederhana. Selain itu, kata Gubernur, mudah dimengerti dan dipelajari serta relatif lebih murah dari segi biaya jika dibandingkan dengan olahraga modern. Hal ini karena peralatannya dapat dibuat sendiri atau dibuat dari bahan di lingkungan sekitar. "Olahraga tradisional perlu mendapat prioritas untuk dibina, dilindungi, dilestarikan, dan dikembangkan sehingga mampu menjadi penopang industri pariwisata pada masa mendatang," katanya menandaskan. Dia berharap berbagai jenis olahraga tradisional dapat terus dikembangkan dan dicintai masyaakat sebagai bagian dari seni dan kebudayaan guna memperkaya khazanah budaya Nusantara. "Kami pun mendukung upaya Kementerian Pemuda dan Olahraga untuk mengembangkan berbagai jenis olahraga tradisional sebagai olahraga nasional yang berkembang pesat di Tanah Air guna membendung masuknya globalisasi," kata Gubernur menegaskan. Harus dijaga Festival Olahraga Tradisional (FOT) yang digelar Kementerian Negara Pemuda dan Olahraga (Kemenegpora) harus dijaga keberlangsungannya tidak diklaim sebagai milik negara lain. "FOT merupakan salah satu langkah Kemenegpora untuk mencegah olah raga tradisional dari berbagai daerah di tanah air diklaim sebagai milik negara lain," kata Sekretaris Kemenegpora Wafid Muharram di Ambon, Senin. Wafid Muharram, yang berada di Ambon untuk menyaksikan FOT VII itu, menegaskan kegiatan tersebut juga bertujuan menggali dan meregenerasikan potensi olahraga tradisional agar bisa menjadi bagian dari kebudayaan nasional. Selain festival, katanya, Kemenegpora juga melakukan sosialisasi olahraga tradisional yang sudah dibakukan ke daerah-daerah agar dikenal lebih luas melalui media cetak maupun elektronik. "Olahraga tradisional perlu dilestarikan agar tidak punah dan diklaim sebagai milik negara lain. Pemassalannya membutuhkan waktu lama dan bertahap agar dikenal lebih luas dan menjadi salah satu olah raga yang digandrungi masyarakat," katanya. Menurutnya, saat ini sebanyak 11 cabang telah dibakukan nama dan aturan permainnya secara nasional dan diharapkan menjadi kebanggaan rakyat Indonesia yang dikenal luas oleh masyarkat internasional. Ke-11 cabang olahraga tradisional tersebut yakni gagongan (dorong bambu), terompah panjang, egrang, hadang (gobak sodor), bentengan, patik lele (gatrik), lari balok, gebuk bantal, gasing, sumpitan dan tarik tambang. Untuk memperkenalkan permainan tradisional tersebut ke masyarakat, Kemenpora telah melakukan sosialisasi kepada para pelajar dan masyarakat di berbagai daerah, termasuk membagikan buku petunjuk permainannya ke sekolah-sekolah. Proses sosialiasi ini, jelas Wafid, membutuhkan waktu karena olahraga tradisional dari suatu daerah belum tentu dipahami di daerah lain. "Butuh waktu lama untuk sosialisasinya karena belum tentu olah raga tradisional dari Maluku misalnya, diketahui olah masyarakat di daerah lain, tetapi mungkin saja punya kemiripan, tetapi namanya berbeda. Begitu juga sebaliknya," ujarnya. Wafid Muharram mengakui, sejak FOT pertama digelar di Jakarta tahun 2002 dan saat ini memasuki pelaksanaan ke tujuh, semakin menunjukkan bahwa Indonesia kaya akan olahraga tradisional, apalagi semua cabang olahraga yang dipertanding dalam fertival tersebut adalah olah raga tradisional yang belum pernah ditampilkan sama sekali di masing-masing provinsi. "Festival ini menunjukkan bahwa negara kita kaya akan olahraga tradisional. Ada beberapa yang kita belum pernah tahu seperti Joro Betawi dari (DKI Jakarta) maupun Ral Tampik dari Bangka Belitung, padahal permainnya mudah dilakukan dan mengandung unsur pendidikan maupun seni dan budaya," tandasnya. Wafid juga memberikan apresiasi kepada pemprov maupun masyarakat Maluku yang telah menjadi tuan rumah FOT tingkat nasional VII yang berlangsung sukses. "Pelaksanaan cukup sukses apalagi diikuti peserta dari 30 provinsi," ujarnya. Festival Olahraga Tradisional Tingkat Nasional VII/2010 digelar untuk memeriahkan kegiatan pelayaran bertaraf internasional Sail Banda yang dijawalkan berlangsung 24 Juli hingga 17 Agustus mendatang.

Pewarta:

Editor :


COPYRIGHT © ANTARA News Ambon, Maluku 2010