Padanannya mungkin buku "Apa dan Siapa", tetapi "Most Wanted Leaders" dengan anak judul "Sosok dan Pemikiran untuk Indonesia" yang ditulis Freddy Ndolu lebih fokus berbicara soal paham demokrasi.

Selain itu, bagaimana pemimpin bangsa seharusnya bersikap dan berbuat demi kemajuan dan kejayaan nama bangsa dan negara.

Diterbitkan oleh IndonesiaSatu di Jakarta tahun 2008, buku setebal 247 halaman ini patut dibaca oleh generasi muda, baik yang ingin terjun di dunia politik, pengusaha, maupun orang biasa.

Mengupas pemikiran 20 putra bangsa yang memiliki rekam jejak unggul, buku ini menekankan materinya pada pemahaman tentang demokrasi, kepemimpinan, dan kenegarawanan.

Saat ini, tatkala partai politik tersegmentasi dalam dua kelompok besar yang menamakan diri Koalisi Merah Putih dan Koalisi Indonesia Hebat, buku ini bisa menjadi tempat kawula muda belajar karena sangat relevan dan aktual untuk dibaca dengan saksama.

Ketika Pilpres 2014 menempatkan pasangan Joko Widodo-Jusuf Kalla sebagai pemenang, Koalisi Merah Putih pun mengambil sikap untuk berada di luar pemerintahan. Mereka tidak bersedia bergabung dengan Koalisi Indonesia Hebat, pendukung pasangan calon presiden dan wakil presiden terpilih. Sebaliknya, menempatkan diri pada posisi pengawas pemerintah dengan cara menguasai kursi pimpinan DPR dan MPR.

Sikap Koalisi Merah Putih tersebut tak pelak menimbulkan kekhawatiran akan potensi pemakzulan presiden dan wapres.

Kendati banyak pengamat dan ahli hukum menyatakan hal itu sebuah ketakutan yang berlebihan atau sangat sulit dilakukan dalam sistem presidensial, K.H. Abdurrahman Wahid alias Gus Dur (almarhum) pernah mengalaminya.

Agar tidak terbuka peluang pemakzulan, presiden dan wapres harus betul-betul menjalankan roda pemerintahan secara bersih dan memperhatikan kesejahteraan rakyat, sementara DPR sebagai pengawas harus pula menempatkan diri sebagai mitra pemerintah dalam arti mendukung penuh program-program prorakyat.

Dalam pengantarnya, Freddy Ndolu menyatakan kata "Wanted" pada judul buku ini dimaknai positif, artinya sosok dan pemikiran 20 tokoh itu sangat dicari dan dibutuhkan negeri ini untuk diterapkan dan dipertanggungjawabkan kendati salah satu tokohnya adalah Anas Urbaningrum.

Anas saat ini sedang naik banding dari vonis delapan tahun yang dijatuhkan majelis hakim kepadanya atas dakwaan terlibat perkara korupsi.

Selain Anas, tokoh yang figur dan pemikirannya dianggap penulis pantas dianut adalah Komarudin Watubun, Setiawan Djodi, Gumilar Sumantri, Chappy Hakim, Budiman Sudjatmiko, Fauzi Ichsan, Akbar Tanjung, Franky Sahilatua, Pramono Anung, Teras Narang, Syamsul Mu`arif, Chusnul Mariyah, Ratna Sarumpaet, Seto Mulyadi, Ryamizard Ryacudu, Syarief Hasan, Rizal Ramli, Fadel Muhammad, dan Yusril Ihza Mahendra.

Bila dilihat dari nama-nama itu, buku ini menjadi makin menarik untuk dibaca karena di samping Anas Urbaningrum yang terbelit masalah hukum, ada tokoh-tokoh, seperti Akbar Tanjung, Budiman Sudjatmiko, Pramono Anung, dan Fadel Muhammad, yang saat ini berkiprah di koalisi besar partai politik yang secara kasatmata saling berhadap-hadapan. Di luar itu, ada juga nama-nama yang sering muncul di media sebagai pengamat ataupun pakar sosiopolitik.

Dikatakan menarik karena pembaca akan dapat meneliti sejauh mana pemikiran yang mereka tuangkan dalam buku ini berbanding lurus dengan performanya saat ini.

Contoh paling jelas adalah kiprah mereka dalam menggolkan Undang Undang Nomor 22 Tahun 2014 tentang Pemilihan Kepala Daerah yang dikembalikan mekanismenya ke DPR, atau sikap "walk out" yang dilakukan dengan alasan tindakan dapat dibenarkan, padahal masalah yang dihadapi terkait dengan kedaulatan rakyat sebagai hakikat demokrasi.

Satu pendapat menarik tentang kepemimpinan dilontarkan Budiman Sudjatmiko dengan analogi perbandingan atau perbedaan antara guru dan kepala sekolah. Tepatnya di ujung naskah pada halaman 50 hingga awal halaman 51, pendiri Partai Rakyat Demokratik pada era Soeharto ini menyatakan, "Ketika seorang guru Matematika terpilih menjadi kepala sekolah, dia harus berhenti berpikir secara matematis saja, dia harus ke wilayah-wilayah lain. Karena wilayah-wilayah itu sudah memercayai dirinya untuk memimpin mereka."

Berdasarkan pengalamannya, yang diakui pas-pasan, Budiman juga mengingatkan seorang calon pemimpin akan janji-janji yang bisa menjadi bumerang terhadap diri sendiri.

Sementara itu, politikus senior Akbar Tanjung menyatakan kepemimpinan adalah kemampuan seseorang untuk memengaruhi, memotivasi, juga mengaktivasi segenap potensi dan sumber daya yang ada agar organisasi yang dipimpin bisa berjalan secara efektif dalam rangka mengupayakan terwujudnya tujuan-tujuan organisasi.

Menurut dia, seseorang yang mempunyai jabatan, baik di pemerintah maupun DPR, memperoleh dukungan politik yang berasal dari rakyat (yang memilihnya). Oleh karena itu, putusan-putusan politik yang dibuat harus terbuka dan dapat dipertanggungjawabkan.

Dalam hal politik sebagai kekuasaan, orang yang memiliki jabatan itu harus memiliki sifat kenegarawanan yang tinggi, memiliki integritas, patut diteladani, bijaksana, berwibawa, dan memiliki visi, pandangan jauh ke depan.

Selain kepemimpinan, politik, dan demokrasi, pembaca juga diperkaya dengan pemikiran-pemikiran tentang kehidupan ekonomi, sosial, seni-budaya, dan bagaimana persatuan dan kesatuan bangsa harus dibangun di tengah keberagaman suku, agama, dan latar belakang masyarakat Indonesia.

Seperti dikatakan Freddy Ndolu, buku Most Wanted Leaders jilid 1 ini diterbitkan sebagai upaya dokumentasi pemikiran dari beragam pemimpin yang terkemuka di bidangnya dalam mengemukakan perspektif tentang keindonesiaan dan berbagai hal menyangkut politik, bisnis, budaya, dan juga geopolitik.

Pewarta: John Nikita Sahusilawane

Editor : John Nikita S


COPYRIGHT © ANTARA News Ambon, Maluku 2014