Ambon (Antara Maluku) - Bupati Maluku Tenggara Barat (MTB) Bitzael S. Temar berharap Kongres Kebudayaan Maluku I yang berlangsung 3-6 November 2014 melahirkan "petisi" kebudayaan provinsi tersebut.

"Kongres harus melahirkan petisi kebudayaan dengan mendudukkan kembali semacam konsep pembangunan kepulauan sebagai strategi kebudayaan dalam bingkai keutuhan pulau-pulau di nusantara," kata Bupati Bitzael, di Ambon, Kamis.

Menurut Bitzael yang akrab disapa "Bitto" relasi binari dalam kosmologi masyarakat adat Maluku akan menjadi protes budaya terhadap berbagai kecenderungan dan praktek bersosial di tanah air yang cenderung diskriminatif, memarginalkan dan dikotomis.

"Saya memandang saat ini terjadi distorsi kultural untuk mendudukkan kembali Pancasila sebagai Common Platform (landasan pijak,red) kita sebagai Indonesia. Karena itu Kongres Kebudayaan ini harus melahirkan petisi sehingga kebudayaan orang Maluku dapat dikembalikan kepada proporsi sebenarnya," katanya.

Dia menegaskan, dirinya maupun orang Maluku secara keseluruhan tidak boleh berdiri di bawah bayang-bayang teori kebudayaan barat, termasuk teori yang dipakai para peneliti barat yang melakukan penelitian di Maluku.

Bitto menegaskan, kosmologi ke-Maluku-an orang Maluku terpintal dalam suatu totalitas, di mana memandang istilah "gunung dan tanjung" sebagai suatu jaringan yang secara fungsional menghubungkan keduanya.

Begitu pun sebutan `laut-pulau`, Ina - Ama, Ale - Beta dan Duan-Lolat, merupakan teori jaringan yang fungsionalk sekaligus manifestasi dari spirit keharmonisan dalam segala bentuk relasi masyarakat berbudaya di Maluku.

Strategi kebudayaan dalam bingkai keutuhan pulau-pulau di nusantara, tandasnya sejalan dengan program Presiden Joko Widodo menganai "poros Maritim", akan tetapi, tandasnya gagasan yang disampaikan Presiden ke-tujuh tersebut harus berbasis pada pembangunan manusia dan kebudayaan masyarakat kepulauan.

Jika petisi kebudayaan Maluku tersebut dapat dicetuskan dalam kongres tersebut, maka DPRD dan pemerintah provinsi Maluku harus mengemban tugas bersama untuk dinegosiasikan dengan pemerintah pusat.



Multi Kulturalisme

Bitto memandang kongres yang untuk pertama kalinya digelar tersebut dalam melahirkan pikiran strategis atau konsep ideal dan praktis untuk membangu kesadaran ber "Maluku" yang multi kulturalisme dan dibutuhkan oleh masyarakat di mana pun termasuk di Maluku.

Menurutnya, budaya orang Maluku telah melahirkan semacam manajemen multi kulturalisme, semisal "Pela-Gandong", `Kakawai` atau falsafah-falsafah kebudayaan seperti "kalwedo dan kidabela di kabupaten Maluku Tenggara, MTB dan Maluku Barat Daya, tetapi perlu diperbaharui dalam perspektif baru yang lebih transformatif.

Bito juga berharap kongres tersebut mewacanakan konsolidasi sosial-kultural berbagai sub etnik dalam lingkup provinsi Maluku yang berciri kepulauan untuk merespons dinamika perubahan yang semakin pesat dalam aspek-aspek kehidupan masyarakat Maluku yang berciri multikultur-polietnik.

"Langkah ini perlu dilakukan sehingga potensi kebudayaan Maluku yang bermakna majemuk dapat digalang dan dimobilisasi sebagai kekuatan pemersatu fungsional bagi kepentingan pembangunan daerah dan masyarakat," tandasnya.

Selain itu melakukan sosialisasi tentang manifestasi dan ekspresi berbagai kebudayaan sub-etnik Maluku yang berbeda-beda, sehingga menambah khasanah kekayaan pengetahuan masyarakat sekaligus mendorong sikap apresiatif dan saling menghormati dalam realitas kehidupan bersama yang berbhineka sebagai `orang basudara` (bersaudara,red) di Maluku.

Merumuskan gagasan pemikiran strategis guna mendukung pembangunan daerah berbasis potensi lokal, sehingga masyarakat Maluku dapat terus dan tetap berkembang diatas landasan moral dan etika dengan bersumber dari nilai-nilai budaya ke-Maluku-an.

Dia menambahkan, berbagai masukan tersebut dapat menjadi dan mekanisme penguatan eksistensi kebudayaan masyarakat Maluku, guna kembali menjadikan potensi kearifan lokal sebagai nilai dasar mengatur berbagai aktivitas hidup dan relasi sosial.

Pewarta: Jimmy Ayal

Editor : John Nikita S


COPYRIGHT © ANTARA News Ambon, Maluku 2014