Jakarta (Antara Maluku) - Juru bicara Televisi Pendidikan Indonesia Asroru Maula menegaskan putusan Peninjauan Kembali (PK) Nomor 238 PK/Pdt/2014 telah berkekuatan hukum tetap dan menyatakan Siti Hardiyanti atau Mbak Tutut sebagai pemilik sah TPI.

Asroru kepada pers di Jakarta, Senin, mengatakan hukum tetap harus dijunjung tinggi dan tak bisa dikalahkan oleh pembentukan opini.  

"Putusan PK yang dikeluarkan oleh MA beberapa waktu lalu sudah jelas dan terang benderang menyatakan bahwa TPI dan badan hukum yang menaunginya, yakni PT Cipta TPI adalah sah milik Mbak Tutut," katanya.

Dia menyatakan bisa dikatakan saat ini pimpinan yang mengendalikan MNCTV adalah tidak sah.

"MNCTV adalah perubahan nama dari TPI yang badan hukumnya adalah PT Cipta TPI, yang sah dimiliki oleh Mbak Tutut," kata Asroru.

Asroru menegaskan adalah kesia-siaan belaka bagi pihak yang dengan segala cara dan upaya memanfaatkan akademisi, LSM dan pejabat negara untuk menggulirkan opini menyesatkan, mulai dari putusan MA itu janggal, mengandung unsur suap, dan sebagainya.

"Segera berhenti menyesatkan masyarakat. Kalau ada kejanggalan dalam putusan, silakan dibuktikan dengan fakta, bukan opini," katanya.

Media massa adalah untuk kepentingan publik dan jangan seenaknya memanfaatkan untuk memobilisasi demi kepentingan pribadi, kata Asroru.

Sebelumnya, Wakil Presiden Jusuf Kalla menyatakan, Hary Tanoe seharusnya lapang dada menerima putusan PK itu.

Sebagai tokoh nasional, Hary juga tidak boleh menebar fitnah yang dapat merusak nama baik seseorang, terutama para hakim yang menangani perkara.

"Jangan karena kalah, hakim itu disebut bermasalah. Kalau menang disebut bagus hakimnya. Jangan begitu," kata Kalla di Kantor Wakil Presiden, Jakarta, Jumat (14/11).

Kalla mengatakan seharusnya memberikan contoh yang baik dalam menyelesaikan suatu perkara di ranah hukum. Sebab, lanjutnya, dalam memutuskan suatu perkara, para hakim di MA sudah melakukan pertimbangan secara matang.

"Karena kalah, coba menang, hebat hakim itu. Itu pengadilan, harus terima putusannya," kata Kalla.

Pada Jumat itu, MA mempublikasikan salinan putusan PK terhadap putusan MA Nomor 862 K/Pdt/2013 tertanggal 2 Oktober 2013 yang diputuskan oleh majelis hakim Dr H Mohammad Saleh, dengan anggota Prof Dr H Abdul Manan, S.H.,S.IP., M.Hum dan H. Hamdi, S.H.,M.H.

Ada empat alasan MA menolak PK yang diajukan PT Berkah Karya Bersama, perusahaan yang memiliki keterkaitan dengan Hary Tanoe.

Pertama, sengketa dalam perkara nomor 238 PK/Pdt/2014 ini adalah perbuatan melawan hukum, bukan sengketa hak berdasarkan Investment Agreement. Terdapat pihak yang tidak terikat dengan Investment Agreement tersebut ikut digugat dalam perkara a quo yang tidak terikat dengan perjanjian tersebut sehingga tidak termasuk pada ketentuan yang diatur dalam Investment Agreement tanggal 23 Agustus 2002.

Perjanjian Investment Agreement terjadi antara Penggugat dengan Tergugat I dan Turut Tergugat I, sedangkan Tergugat II dan Turut Tergugat lainnya tidak terikat dengan isi perjanjian tersebut sehingga Pengadilan Negeri berwenang mengadili perkara tersebut.

Kedua, MA menyatakan, para Tergugat terbukti telah melakukan perbuatan melawan hukum sebagaimana telah dipertimbangkan oleh Judex Facti (Pengadilan Negeri Jakarta Pusat) dan Judex Juris dengan tepat.

Ketiga, surat-surat bukti Pemohon PK I hingga PK IV semuanya dibuat pada tanggal 18 Oktober 2013, yaitu setelah adanya putusan kasasi dalam perkara a quo (tanggal 2 Oktober 2013). Akibatnya tidak bernilai sebagai novum yang menentukan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 67 (b) Undang-Undang Nomor 14 tahun 1985 tentang Mahkamah Agung sebagaimana diubah dan ditambah dengan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2004 dan perubahan kedua dengan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2009.

Keempat, alasan Pemohon PK lainnya merupakan pengulangan yang hanya mengenai perbedaan pendapat antara Pemohon PK dengan Judex Facti (Pengadilan Negeri) dan Judex Juris.

Pewarta: J. Susilo

Editor : John Nikita S


COPYRIGHT © ANTARA News Ambon, Maluku 2014