Tual (Antara Maluku) - Sekitar 70 ABK (anak buah kapal) dari beberapa kapal penangkap ikan yang bernaung di bawah PT. Maritim Timur Jaya (MTJ) berunjuk rasa di kantor perusahaan tersebut yang berlokasi di Dulla Utara, Kota Tual, menuntut upah mereka yang belum dibayar.

Pantauan Antara, Kamis, puluhan ABK itu mendatangi PT. MTJ dan mendesak pihak perusahaan untuk segera membayar gaji mereka.

Para ABK warga negara Indonesia itu mengaku belum terima gaji selama dua bulan, ada yang tiga bulan.

"Kami juga menuntut kejelasan, apakah kami masih akan dipekerjakan atau tidak karena sejak Desember 2014 kami semua dirumahkan," kata sejumlah pengunjuk rasa.

Sejak moratorium diberlakukan oleh Kementerian Kelautan dan Perikanan pada November 2014, puluhan kapal ikan PT MTJ tidak bisa beroperasi dan terpaksa lego jangkar di perairan sekitar pelabuhan milik perusahaan itu di Kota Tual.

Akibatnya, perusahaan itu pun terpaksa merumahkan para ABK yang dipekerjakan.

Karena sudah empat bulan tidak ada kejelasan, para ABK yang dirumahkan itu menuntut PT. MTJ untuk memberi penjelasan dan sekaligus membayarkan gaji mereka.

Karena keinginan mereka untuk bertemu pimpinan perusahaan tidak digubris, para ABK pun mengamuk dan memecahkan seluruh kaca kantor perusahaan dan merusak sejumlah fasilitas lainnya.

Aksi itu membuat aparat dari Polres Maluku Tenggara dan Kodim 1503 Maluku Tenggara terjun ke lapangan guna mencegah aksi massa yang lebih brutal.

Setelah keadaan terkendali, salah seorang pimpinan MTJ, Ibu Diva, menyatakan akan menyampaikan tuntutan para ABK itu kepada direksi di Jakarta. Namun para pengunjuk rasa tidak puas dan memutuskan untuk menduduki kantor itu..

Para ABK itu baru membubarkan diri setelah Kapolres Maluku Tenggara AKBP. M. Rum Ohoirat menyatakan bahwa pihak perusahaan akan menemui mereka pada Senin (4/5) dan dirinya berjanji hadir dalam pertemuan itu.

Moratorium atau penghentian sementara seluruh kegiatan penangkapan ikan yang dikeluarkan Kementerian Kelautan dan Perikanan membuat banyak ABK kapal ikan terpaksa menganggur.

Terkait masalah tersebut, legislator DPRD Tual Rudolf Marten Waremra menyatakan kebijakan meratorium itu patut ditinjau ulang, khususnya untuk Kota Tual.

"Masalahnya moratorium itu membuat banyak orang jadi pengangguran, dan ini bisa berdampak buruk pada masalah keamanan dan ketertiban masyarakat di kota ini," kata politisi Golkar tersebut. 

Pewarta: Aladin Sukma

Editor : John Nikita S


COPYRIGHT © ANTARA News Ambon, Maluku 2015