"I like to say the Republican party is my vehicle and not my master. I mean, they`re not gonna tell me what to do..." (Saya ingin mengatakan Partai Republik adalah kendaraan saya dan bukan tuan saya. Mereka tidak bisa memerintah-memerintah saya...)

Ucapan tersebut diucapkan oleh Gubernur Ohio (negara bagian di Amerika Serikat) John Kasich, yang berasal dari Partai Republik, dalam sejumlah kesempatan seperti dalam pemilihan pendahuluan presiden partai tersebut yang digelar di negara bagian Iowa, pada bulan Juni 2015 lalu.

Kasich, merupakan Gubernur Ohio yang terpilih pertama kali pada tahun 2010 dengan mengalahkan secara tipis saingannya yang merupakan sang petahana dari Partai Demokrat, Ted Strickland.

Sementara dalam pemilihannya yang kedua pada tahun 2014 (Gubernur di AS, sebagaimana halnya Presiden AS, dipilih setiap empat tahun), Kasich yang dinilai sukses dalam periode pertamanya berhasil mengalahkan lawannya, Ed Fitzgerald dari Partai Demokrat, dengan rentang kemenangan yang besar, yaitu 64 persen melawan 33 persen (3 persen absen/tidak sah).

Keberhasilannya sebanyak dua kali dalam memenangkan pemilu seperti Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) di Indonesia, diperkirakan juga berkaitan dengan dasar pemikirannya yang tidak ingin didikte oleh partai yang mengusungnya, tetapi lebih kepada memperhatikan apa-apa yang dipikirnya paling dibutuhkan oleh rakyat Ohio yang dipimpinnya.

Sebagaimana diketahui, dalam dunia perpolitikan Amerika Serikat, secara garis besar kue politik dibagi atas dua partai politik yaitu Partai Demokrat (yang lebih condong ke aliran sosial-liberal) dan Partai Republik (yang lebih condong kepada pemikiran konservatif).

Di Indonesia sendiri, setelah Pemilu 2014 dan juga Pemilu Presiden (Pilpres) di tahun yang sama, kita mengenal dua kubu dalam parlemen yaitu Koalisi Indonesia Hebat (KIH) dan Koalisi Merah Putih (KMP).

KIH terdiri atas Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP), Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), Partai Nasional Demokrat (Nasdem), dan Partai Hati Nurani Rakyat (Hanura).

Sementara KMP terdiri atas Partai Golongan Karya (Golkar), Partai Gerakan Indonesia Raya (Gerindra), Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Partai Persatuan Pembangunan (PPP), dan Partai Amanat Nasional (PAN).

Sedangkan Partai Demokrat, pasca-Pemilu 2014, memposisikan dirinya sebagai "partai penyeimbang".

Pembelahan politik nusantara ke dalam dua kubu itu sempat menghebohkan dunia pemberitaan dan juga berimbas kepada masyarakat akar rumput, yang juga ikut terbelah, meski tidak sedikit pula yang skeptis atau tidak memihak kepada koalisi-koalisi yang ada.

Namun pada saat ini, dapat disyukuri bahwa perbedaan antara kedua kubu tersebut sudah semakin memudar, seiring dengan keharmonisan dalam kebersamaan yang ditunjukkan oleh elite dari kedua kubu koalisi.

Begitu pula halnya dengan Pilkada serentak di berbagai daerah yang dijadwalkan berlangsung pada 9 Desember 2015 ini, di daerah sudah banyak sejumlah sosok yang diusung partai-partai yang lintas-koalisi.

Misalnya di Kota Tangerang Selatan, beberapa partai baik dari Koalisi KIH maupun KMP (Golkar, Nasdem, PKS, PPP, PKB, dan PAN) mengusung pasangan petahana Airin Rachmi Diany-Benyamin Davnie, sedangkan "partai penyeimbang" Demokrat berkoalisi dengan Gerindra dalam mengusung Ikhsan Modjo-Li Claudia Chandra.

Selain itu, di Yogyakarta, PDIP dan Gerindra mengusung calon yang sama dalam Pilkada Kabupaten Sleman, serta Gerindra juga berkolaborasi dengan PKB dalam Pilkada Kabupaten Bantul.

Dengan semakin tipisnya batas antara KIH dan KMP terutama dalam konteks Pilkada serentak 2015, publik juga mengharapkan agar hal itu tidak pertanda terjadinya pragmatisme semata-mata.

Memang diakui berbagai pihak bahwa politik itu kebanyakan ujung-ujungnya kompromi, tetapi tujuan yang dicapai tentu harus untuk kemaslahatan rakyat dan bukan untuk menguntungkan sebagian kelompok atau golongan tertentu saja.


Berwawasan kebangsaan

Ketua MPR RI Zulkifli Hasan dalam sejumlah kesempatan juga mengharapkan kepada rakyat yang berhak memberikan suaranya dalam pemilihan kepala daerah secara serentak pada 9 Desember 2015, agar dapat memilih pemimpin yang benar-benar berwawasan kebangsaan.

"Saya mengharapkan agar yang dipilih harus berwawasan kebangsaan, jangan berwawasan kepentingan golongannya sendiri," ucap Zulkifli Hasan.

Dia mengaku peduli terhadap Pilkada 2015 karena merupakan hal yang fenomenal dan menarik sebagai momentum demokrasi pertama di Indonesia yang dilakukan secara serentak.

Ketua MPR RI itu juga mengutarakan harapannya agar momentum perdana tersebut, membuat demokrasi Indonesia menjadi semakin baik.

Dalam seminar nasional di Universitas Andalas Padang, Sumatera Barat, Senin (1/9), Zulkifli Hasan juga mengharapkan Pilkada serentak dapat mampu mewujudkan politik berwawasan kebangsaan.

"Pilkada serentak semestinya adalah pertarungan politik yang berwawasan kebangsaan yang menguntungkan rakyat," ujarnya seraya menambahkan, politik berwawasan kebangsaan, adalah politik yang mementingkan rakyat, bukan politik yang mementingkan kelompok atau golongan.

Atau dengan kata lain, tegas Zulkifli Hasan, bukan bentuk politik pragmatis atau transaksional.

Menurut dia, untuk mewujudkan pertarungan politik berwawasan kebangsaan itu maka semua perangkat dalam penyelenggaraan Pilkada serentak bisa berfungsi secara optimal.

"Seperti KPU, Bawaslu, Panwas, maupun pengawas pemilu independen," tukasnya sambil mengakui bahwa bukan perkara mudah untuk memaksimalkan perangkat penyelenggara Pilkada.

Ketua MPR juga menegaskan bahwa demokrasi yang dilaksanakan semestinya adalah untuk kesejahteraan rakyat.

Dengan demikian, semua calon yang bakal mengikuti ajang Pilkada serentak juga diharapkan bila terpilih dan mendapatkan amanah, dapat melaksanakannya dengan prinsip berlandaskan wawasan kebangsaan.

Hal tersebut juga harus dilengkapi dengan embel-embel bahwa berbagai keputusan atau kebijakan yang diambil adalah dengan menempatkan kesejahteraan seluruh rakyat sebagai tujuan utama.

Namun, hal terpenting yang harus dipahami oleh berbagai pelaku dunia perpolitikan di Tanah Air adalah menyadari bahwa partai adalah sarana, dan bukan penguasa, untuk mewujudkan NKRI yang maju dan bermartabat.

Pewarta: Muhammad Razi Rahman

Editor : John Nikita S


COPYRIGHT © ANTARA News Ambon, Maluku 2015