Ternate, 18/9 (Antara Maluku) - Rinto Thaib (36 tahun) meyakini kekayaan cagar budaya yang dimiliki Kota Ternate, Maluku Utara (Malut), bisa menjadi salah satu daya tarik bagi wisatawan, baik domestik maupun mancanegara untuk berkunjung ke daerah ini.

Kepala UPT Pelestarian Cagar Budaya dan Permuseuman Kota Ternate itu menyebut sejumlah cagar budaya di Ternate yang potensial bisa menarik minat wisatawan untuk berkunjung ke daerah ini, di antaranya cagar budaya benteng peninggalan kolonial sebanyak tujuh buah dan Keraton Kesultanan Ternate.

Dari tujuh benteng peninggalan kolonial yang diyakini bisa menarik wisatawan, menurut Magister Sosiologi itu, di antaranya Benteng Fort Oranje, Benteng Toloccu, Benteng Kastela dan Benteng Kalamata.

Pemkot Ternate bekerja sama dengan Kementerian PU dan Perumahan Rakyat tengah melakukan revitalisasi terhadap benteng peninggalan kolonial tersebut dan sejak dua tahun terakhir revitalisasi difokuskan di Benteng Fort Oranje dengan anggaran dari APBN lebih dari Rp10 miliar.

Putra asli Ternate itu mengaku, Benteng Fort Oranje yang dibangun ini berawal dibangun di atas puing-pung bekas sebuah benteng yang dibangun sekitar tahun 1522 bangsa Portugis dengan sebutan benteng "Malayo" dengan 16 embrasure sebagai kekuatan penyeimbang terhadap pertahanan Spanyol.

Keberadaan benteng ini juga dengan sendirinya menjadi pertanda sebuah fase politik ekonomi global awal dimulai karena kedatangan bangsa Belanda semakin menyuburkan atmosfir dagang kolonial dengan penguasaannya atas monopoli rempah di Ternate dan sekitarnya.

Bahkan, ayah tiga anak itu menceritakan sesuai sejarah kedatangan bangsa Belanda di pulau ini berlangsung secara berturut-turut, tercatat ada dua versi yang berbeda.

Versi pertama adalah seperti disebutkan oleh FSA. Clercq (1890) yang mengatakan bahwa orang Belanda pertama yang tiba di Ternate dengan menggunakan kapal Amsterdam dan Utregt di bawah pimpinan pelaut Wijbrand van Warwijk.

Mereka mencapai pangkalan Talangami pada 22 Mei 1599 dan menuju darat untuk pertama kalinya pada 2 Juni 1599.

Sedangkan versi kedua ditulis oleh VI van de Wall (1928) yang menyebutkan bahwa pada 22 Mei 1599 gubernur laut Wybrand van Waerwijk melabuhkan kapal mereka Utrecht dan Amsterdam menuju Maleyo sebuah desa pesisir di pulau Ternate.

Benteng ini terletak di pusat kota Ternate provinsi Maluku Utara tepat berada di depan pasar rakyat yang dibangun diatas hasil reklamasi pantai pada tahun 2001 silam.

Nilai letak strategis inilah yang membuat Benteng Oranje ramai dikunjungi.

Langkah reklamasi tentu saja memberi arti penting bagi keberlanjutan benteng ini dalam meningkatkan kualitas lingkungan di wilayah di sekitar kawasan tersebut.

Reklamasi tersebut memperkuat fungsi dan peranan penting keberlangsungan Benteng Oranje sehingga berada jauh dari garis pantai sebagaimana lanscape kawasan tersebut di masa lalu di era kolonial hingga awal kemerdekaan.

Menurut Rinto, dalam perkembangannya, Benteng Oranje mengalami beberapa tahapan revitalisasi hingga terakhir dilaksaanakan pada tahun 2014 lalu akibat tenggelam nilai kawasan benteng sebagai salah satu peninggalan sejarah terlihat kumuh akibat penataan kawasan dan tata ruang kota yang tidak salah dan tidak strategis.

Pusat kebudayaan Ternate yang di dalamnya akan dijadikan sebagai museum rempah-rempah dan pusat pameran kerajinan Ternate, sehingga semakin menjadi daya tarik bagi wisatawan.

Cagar budaya lainnya di Kota Ternate yang juga dapat menjadi daya tarik bagi wisatawan adalah Keraton Kesultanan Ternate yang menyimpan berbagai peninggalan sejarah bernilai tinggi, diantaranya mahkota berambut yang merupakan satu-satunya di dunia.

Di Keraton Kesultanan Ternate itu, kata Sekretaris Dewan Pakar Kesultanan Ternate itu, juga bisa disaksikan berbagai peninggalan terkait dengan sejarah pengibaran Islam di Ternate, seperti Al Quran yang ditulis di atas lempengan tembaga dan jubah yang merupakan hadiah dari seorang Raja dari Arab Saudi kepada Sultan Ternate.

Rinto yang juga dosen ilmu budaya di Universitas Muhammadiyah Maluku Utara itu mengatakan, di Kota Ternate juga ada cagar budaya yang memiliki nilai historis di bidang ilmu pengetahuan yakni berupa rumah tempat tinggal ahli botani dunia Alfred Russel Wallace tiba di ternate pada tanggal 8 Januari 1858 saat melakukan penelitian di wilayah Malut.

Bahkan, bangunan ini memiliki nilai strategis kawasan yang ditetapkan oleh pemerintah kota Ternate sebagai kawasan Cagar Budaya karena tepat berdekatan dengan Sigi Lamo (Mesjid Sultan Ternate), Keraton Kesultanan Ternate, Gedung Ngara Lamo serta Ake Santosa (Air Santosa).

"Semua cagar budaya tersebut terus kita benahi, juga dipromosikan di dalam dan luar negeri, baik melalui pameran maupun melalui jaringan internet, sehingga semakin dikenal wisatawan dan diharapkan tertarik untuk mengunjunginya," ujar Tim Perumus Hari Jadi Kota Ternate tersebut.

Pewarta: Abdul Fatah

Editor : John Nikita S


COPYRIGHT © ANTARA News Ambon, Maluku 2015