Delegasi observer pendidikan dari Bangsamoro Autonomous Region in Muslim Mindanao (BARMM), Filipina, melakukan studi lapangan mengenai praktik toleransi antarumat beragama di Kota Ambon, Maluku.
Konsultan Kurikulum Kementerian Pendidikan Dasar, Tinggi dan Teknis BARMM, Meriam Macalangcom, mengungkapkan kekagumannya terhadap cara Ambon mengembangkan toleransi melalui sistem pendidikan.
“Alasan utama kami datang ke Indonesia adalah untuk belajar tentang CCRL. Di Bangsamoro kami telah membangun inclusive schools, dan untuk benar-benar inklusif, sekolah, guru, dan peserta didik harus memahami bagaimana menerima keragaman, khususnya dalam aspek agama,” ujarnya di Ambon, Minggu.
Kunjungan ini kata dia bertujuan mempelajari penerapan Cross-Cultural Religious Literacy (CCRL) yang difasilitasi Institut Leimena sebagai model pendidikan inklusif berbasis keberagaman agama.
Ia menilai pengalaman di Ambon memberikan wawasan baru tentang metode dialog, pembelajaran langsung, dan rekonsiliasi sosial. Macalangcom menyebut Indonesia sebagai rujukan penting karena kesamaan karakter wilayah yang sama-sama majemuk, terdiri dari komunitas Muslim, Kristen, dan masyarakat adat.
“Kami ingin belajar bagaimana Indonesia menjaga kohesi sosial setelah melewati banyak tantangan,” katanya.
Senada dengan itu, Education Program Specialist II MBHTE, Abdulbasit Lingcoan Talicop, mengatakan keterbukaan masyarakat Ambon dalam mendiskusikan isu keberagaman menjadi pelajaran berharga bagi Bangsamoro.
“Di Bangsamoro, masyarakat cenderung konservatif ketika membahas toleransi lintas agama. Di Indonesia kami melihat dialog berlangsung sangat terbuka,” ujarnya.
Sementara itu, Direktur Eksekutif Institut Leimena, Matius Ho, menjelaskan bahwa kehadiran delegasi Bangsamoro merupakan bagian dari upaya Indonesia berbagi pengalaman mengenai Literasi Keagamaan Lintas Budaya yang kini menjadi strategi ASEAN dalam Visi ASEAN 2045.
“Negara-negara ASEAN punya kemiripan karena kita sama-sama majemuk. Kalau Indonesia ingin aman dan damai, maka tetangga di ASEAN juga harus demikian,” ujarnya.
Menurutnya, keberhasilan program LKLB untuk Perdamaian di Maluku yang memperkuat hubungan Muslim-Kristen pascakonflik relevan bagi Bangsamoro yang memiliki sejarah sosial serupa.
Penggunaan pendekatan budaya, termasuk musik, dinilai dapat menjadi jembatan pendidikan toleransi yang efektif bagi masyarakat Filipina.
Ho menegaskan bahwa Indonesia tidak bermaksud menggurui, melainkan membangun kerja sama regional dalam memperkuat pendidikan toleransi.
“Kehadiran observer dari Bangsamoro menunjukkan komitmen serius mereka, dan kami berharap pengalaman ini bermanfaat untuk diterapkan dalam konteks mereka,” katanya.
Editor : Ikhwan Wahyudi
COPYRIGHT © ANTARA News Ambon, Maluku 2025