Ambon, 3/12 (Antara Maluku) - Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) membantu memberikan perlindungan kepada saksi dan korban dalam kasus perbudakan di Benjina, Kabupaten Kepulauan Aru.

"Kami sudah melakukan koordinasi dengan pihak penyidik, penuntut umum maupun hakim untuk penanganan kasus perbudakan di Benjina," kata Ketua LPSK, Abdul Haris Semendawai, di Ambon, Kamis.

Menurut dia, dalam rangka membantu perlindungan saksi dan korban perbudakan di Benjina, pihaknya memastikan para saksi dihadirkan oleh pihak jaksa dalam gelar persidangan di pengadilan nanti.

"Kami dua bulan yang lalu,telah mengirim tim untuk bertemu dengan para korban di Myanmar dan dipastikan ada 13 orang siap menjadi saksi dan satu korban bersama-sama menuntut restitusi. Para saksi dan korban dijadwalkan akan memberikan kesaksian dalam gelar sidang pidana di Pengadilan Negeri Tual, pekan depan," tandas Abdul.

Dia menjelaskan, pihaknya telah menjemput para saksi dan satu korban di Myanmar pada pekan lalu dan sekarang mereka sudah berada di Jakarta, selanjutnya siap diterbangkan ke Tual untuk memberikan kesaksian di Pengadilan Negeri setempat.

"Kami berharap pemeriksaan terhadap para saksi dan korban dapat dilakukan secara maraton," kata Abdul.

Ia mengakui, pihaknya sudah bertemu dengan Kepala Pengadilan Tinggi Maluku Sutoyo, di Ambon, untuk meminta Pengadilan Negeri Tual yang menyidangkan kasus perbudakan di Benjina dapat dilakukan secara maraton, sehingga tidak terlalu banyak waktu tersita untuk para saksi dan korban dalam memberikan kesaksian.

"Diharapkan dalam waktu satu minggu para saksi dapat memberikan kesaksian, sehingga cepat diselesaikan dan setelah itu para saksi maupun korban kembali ke Miyanmar. Diharapkan juga persidangan berjalan lancar," ujar Abdul.

Kasus perbudakan di Benjina, kata dia, menjadi perhatian dunia Internasional, sehingga pihaknya serius menanganinya.

Meskipun biaya yang dikeluarkan cukup besar, tetapi ini menunjukan kepada dunia Internasional bahwa Indonsia tidak main-main dengan kasus tindak pidana perdagangan manusia atau kasus perbudakan.

"Kita tidak main-main dengan kasus perbudakan di Benjina, sehingga berapa pun besar biaya yang dikeluarkan untuk penegakan hukum tetap dilakukan karena yang terpenting keadilan dapat ditegakkan," tegas Abdul.

Menurut dia, dalam proses menghadirkan para saksi, LPSK bekerja sama dengan berbagai pihak, diantaranya Kepolisian dan Kejaksaan.

Pihaknya juga bekerja sama dengan Kementerian Kelautan dan Perikanan karena ini terkait program Menteri Kelautan dan Perikanan.

"Kami secara intens berkomunikasi dengan teman-teman di Kejaksaan dan Kepolisian serta Hakim, untuk kelancaran proses persidangan dalam rangka memberikan kesaksian di Pengadilan Negeri Tual nanti," ujarnya.

Warga Negara Myanmar eks ABK PT Pusaka Benjina Resources yang menjadi korban perbudakan berjumlah 45 orang. Dugaan praktek perbudakan dan perdagangan manusia dengan korban warga negara Myanmar, Kamboja dan Laos di Benjina, pertama kali diberitakan media Amerika Serikat Associated Press, yang menurunkan laporan bertajuk "Was Your Seafood Caught By Slaves?". 

Pewarta: Rofinus E. Kumpul

Editor : John Nikita S


COPYRIGHT © ANTARA News Ambon, Maluku 2015