Ternate, 22/12 (Antara Maluku) - Pengamat hukum Universitas Khairun (Unkhair) Ternate, Syawal Abdul Ajid,SH,MH menyatakan, rekomendasi yang dikeluarkan Bawaslu Maluku Utara mengenai pengambilalihan hasil Pilkada Kabupaten Halmahera Selatan cacat hukum.
"Rekomendasi yang dilakukan oleh Bawaslu Maluku Utara cacat prosedural. Mestinya Bawaslu menindaklanjuti rekomendasi yang dikeluarkan oleh Panwaslu Halmahera Selatan," katanya di Ternate, Selasa.
Mestinya harus dilakukan klarifikasi terlebih dahulu. Klarifikasi terhadap komisioner penyelenggara itu sangat penting untuk menentukan tingkat kesalahan yang dilakukan oleh KPU maupun Panwaslu.
Harus tertanggung jawab tingkat kesalahannya itu sampai sejauh mana. Itu bisa dilakukan oleh Bawaslu Maluku Utara bila didukung fakta dan bukti yang kuat.
"Kalau pun itu tidak ada dan Bawaslu mengeluarkan rekomendasi, maka itu adalah cacat procedural," ujarnya.
Sebab, tindakan Bawaslu itu cacat prosedural. Karena dasar itu digunakan KPU Maluku Utara untuk menonaktifkan KPU Halmahera Selatan sehingga rekomendasi nonaktif itu dianggap cacat hukum.
Itu bisa dianggap tidak pernah ada. Dalam aturan menentukan, apabila menonaktifkan komisioner KPU Kabupaten/ Kota, maka harus dapat dibuktikan.
Akan tetapi, untuk memperoleh bukti itu dari mana. Sebagai dasar penjatuhan sanksi dan bukti itu menjadi alat yang kuat bagi KPU Maluku Utara untuk menonaktifkan KPU Halmahera Selatan.
Sebab, dalam aturan UU nomor 8 tahun 2015 telah menentukan bahwa rekapitulasi perhitungan ulang itu harus dilaksanakan pada hari yang sama.
"Persoalan rekapitulasi perhitungan itu dapat dilakukan apabila bisa memenuhi syarat, sehingga, pembatalan bisa terjadi apabila adanya kerusuhan," kata Syawal
Sebelumnya, KPU Maluku Utara menonaktifkan KPU Halmahera Selatan menyusul dikeluarkannya rekomendasi Bawaslu setempat untuk menghitung ulang hasil rekapitulasi Pilkada Kabupaten Halmahera Selatan.
Sesuai surat Bawaslu Maluku Utara No. 263/Bawaslu-MU/XII/2015 merekomendasikan KPU setempat untuk menggelar pleno penghitungan ulang hasil Pilkada Halmahera Selatan.
COPYRIGHT © ANTARA News Ambon, Maluku 2015
"Rekomendasi yang dilakukan oleh Bawaslu Maluku Utara cacat prosedural. Mestinya Bawaslu menindaklanjuti rekomendasi yang dikeluarkan oleh Panwaslu Halmahera Selatan," katanya di Ternate, Selasa.
Mestinya harus dilakukan klarifikasi terlebih dahulu. Klarifikasi terhadap komisioner penyelenggara itu sangat penting untuk menentukan tingkat kesalahan yang dilakukan oleh KPU maupun Panwaslu.
Harus tertanggung jawab tingkat kesalahannya itu sampai sejauh mana. Itu bisa dilakukan oleh Bawaslu Maluku Utara bila didukung fakta dan bukti yang kuat.
"Kalau pun itu tidak ada dan Bawaslu mengeluarkan rekomendasi, maka itu adalah cacat procedural," ujarnya.
Sebab, tindakan Bawaslu itu cacat prosedural. Karena dasar itu digunakan KPU Maluku Utara untuk menonaktifkan KPU Halmahera Selatan sehingga rekomendasi nonaktif itu dianggap cacat hukum.
Itu bisa dianggap tidak pernah ada. Dalam aturan menentukan, apabila menonaktifkan komisioner KPU Kabupaten/ Kota, maka harus dapat dibuktikan.
Akan tetapi, untuk memperoleh bukti itu dari mana. Sebagai dasar penjatuhan sanksi dan bukti itu menjadi alat yang kuat bagi KPU Maluku Utara untuk menonaktifkan KPU Halmahera Selatan.
Sebab, dalam aturan UU nomor 8 tahun 2015 telah menentukan bahwa rekapitulasi perhitungan ulang itu harus dilaksanakan pada hari yang sama.
"Persoalan rekapitulasi perhitungan itu dapat dilakukan apabila bisa memenuhi syarat, sehingga, pembatalan bisa terjadi apabila adanya kerusuhan," kata Syawal
Sebelumnya, KPU Maluku Utara menonaktifkan KPU Halmahera Selatan menyusul dikeluarkannya rekomendasi Bawaslu setempat untuk menghitung ulang hasil rekapitulasi Pilkada Kabupaten Halmahera Selatan.
Sesuai surat Bawaslu Maluku Utara No. 263/Bawaslu-MU/XII/2015 merekomendasikan KPU setempat untuk menggelar pleno penghitungan ulang hasil Pilkada Halmahera Selatan.
COPYRIGHT © ANTARA News Ambon, Maluku 2015