Jakarta, 8/8 (Antara Maluku) - Direktur Eksekutif Survei Lintas Nusantara Emrus Sihombing mengatakan posisi tawar Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) melemah dan berada dalam "genggaman" partai politik, setelah ia memastikan diri maju melalui partai politik.

Emrus mengatakan hal itu Senin pagi, dalam siaran pernya yang diterima Antara di Jakarta, setelah Ahok benar-benar merealisasikan memilih jalur partai politik dengan tidak mendaftar di KPU untuk calon perseorangan yang ditutup Minggu malam (7/8).

Ia mengatakan, petahana DKI Jakarta Ahok saat diumumkan mendapat dukungan sejuta KTP, tentu dengan asumsi dukungan itu valid, membuat posisi tawarnya melejit. Ia seolah "dilamar" oleh beberapa partai.

"Pada saat itu, bahkan sampai ada partai mendeklarasikan dan memposisikan diri hanya sebagai pendukung, bukan pengusung. Padahal, sejatinya partai itu berfungsi sebagai pengusung," katanya.

Tetapi setelah petahana batal menyerahkan dukungan mengusungnya dari jalur perseorangan, maka nasib petahana menjadi bakal cagub DKI-Jakarta Pilkada 2017 dipastikan berada "digenggaman tangan" partai politik pengusung. 


Posisi tawar berubah.

"Realitas politik tersebut, suka tidak suka membuat posisi tawar petahana turun sedangkan posisi tawar partai politik naik melejit. Perlu diingat, sekalipun tampaknya sudah ada tiga partai mengusungnya, sampai saat ini belum dapat dipastikan petahana menjadi cagub sebelum didaftarkan ke KPU DKI Jakarta, sebagai bakal calon gubernur," kata Emrus Sihombing.

Sebab menurut dia, perubahan peta politik, termasuk partai yang akan mengusungnya, sangat-sangat cair.

"Secair petahana mengabaikan sejuta KTP dukungan," katanya.

Karena itu, dinamika transaksi komunikasi politik petahana dengan tiga kemungkinan partai pengusung sangat menentukan, apakah petahana jadi cagub atau berhenti di tengah jalan.

Dalam suatu proses komunikasi politik dipastikan terbentuk kesepakatan-kesepakatan politik. 

Dalam membangun kesepakatan tersebut tak terhindarkan terjadi transaksi kepentingan politik antarsesama partai pengusung dan antarpartai dengan calon petahana.    

Biasanya terjadi tawar-menawar kepentingan politik. Contoh sederhana, bisa jadi atau hampir pasti, Heru bukan wakil lagi pasangan petahana, kata Emrus Shombing.

"Mengapa? Sebab, petahana sudah tidak punya posisi tawar yang kuat mempertahankan calon pasangannya tersebut. Bahkan partai punya power sharing menyodorkan kader mereka menjadi calon wakil gubernur," katanya.

Rendahnnya posisi tawar tersebut pasti berdampak pada semua bidang kepentingan politik, termasuk visi politik petahana terhadap kepentingan partai pengusung.

"Singkatnya, ketika petahana tidak menyerahkan syarat dukungan hingga kemarin, Minggu, tanggal 7 Agustus 2016, jam 16.00, posisi tawar petahana "terjun bebas" dalam proses komunikasi politik dengan kemungkinan tiga partai pengusung," katanya.

Selain itu, posisi masing-masing tiga partai untuk mengusung petahana, relatif sama menjadikan dirinya cagub. 

"Artinya, salah satu partai menarik dukungan, petahana dapat membuat dirinya tidak jadi Cagub, karena jumlah kursi di DPRD-DKI Jakarta belum memadai," katanya.

Karena itu, petahana memerlukan "energi" politik yang luar biasa menjalin komunikasi politik untuk mempertemukan berbagai kepentingan politik dari ketiga partai tersebut.

"Terus terang, ini bukan pekerjaan gampang bagi petahana. Jika ingin pasti dicalonkan oleh partai,  petahana membutuhkan tenaga, waktu, pikiran dan termasuk logistik politik untuk melakukan pendekatan dengan kemungkinan tiga partai pengusung," katanya.

Pewarta: Muhammad Arief Iskandar

Editor : John Nikita S


COPYRIGHT © ANTARA News Ambon, Maluku 2016