Ambon, 7/12 (Antara Maluku) - Wakil Ketua Komisi B DPRD Maluku Abdullah Marasabessy mengatakan, persoalan kepemilikan lahan sering menjadi faktor penghambat pembangunan lokasi pembangkit listrik di daerah.

"Masalah lahan sering jadi hambatan dan ini soal keabsahan secara formal status tanah di lokasi yang telah diidentifikasi untuk pembangunan pembangkit listrik," kata Abdullah di Ambon, Rabu.

Menurut dia, harusnya ada sikap proaktif yang lebih dari pemda melakukan koordinasi dengan kecamatan dan kepala desa maupun komponen yang mengakui status lahan miliknya, tetapi tetap melakukan pendekatan hukum.

Artinya, bilamana dari catatan-catatan di desa atau suatu wilayah bisa membuktikan status hukum tanah, mestinya ada langkah tegas dari pemerintah di tingkat desa secara berjenjang memberikan legitimasi status hukumnya agar proses pembangunan pembangkit listrik bisa dilakukan.

"Kita juga sadari bahwa dana yang dialokasikan untuk pembangkit itu diakibatkan adanya MoU antara PLN dengan pihak swasta atau luar negeri," ujarnya.

Setiap MoU itu memiliki limit waktu yang harus diantisipasi terkait ketepatan waktu dalam membangun sebuah proyek pembangkit listrik.

Kalau tidak diselesaikan sesegera mungkin akibat persoalan lahan berarti menghambat dan MoU dapat dibatalkan karena daerah dianggap tidak mampu menyediakan lahan dan tidak mampu memberikan rasa nyaman terhadap pihak ketiga atau negara luar yang memberikan bantuan dana.

"Jaminan itu yang mestinya jadi pemikiran pemprov, pemkab/pemkot dan infrastruktur pemerintahan di tingkat kecamatan serta desa dan memang tidak mesti dilihat dari satu sisi saja tetapi paling tidak melibatkan unsur BPN dan pihak lain yang berkompeten untuk menyelesaikan status tanah," jelas Abdullah.

Sehingga program perluasan pembangkit listrik bisa diselesaikan karena ini soal harga dan kepercayaan negara luar terhadap daerah.

"Kita memberikan apresiasi kepada PLN yang sudah mau bekerjasama dengan pihak luar negeri dalam rangka menyediakan kebutuhan listrik masyarakat, tetapi hambatannya itu juga ada pada masyarakat terkait pengakuan atas status kepemilikan lahan," ujarnya.

Persoalannya, selama ini tidak ada bukti-bukti yuridis yang sifatnya outentik terkait status tanah, jadi hanya berdasarkan pengakuan yang memang sudah berjalan terus-menerus dan dijadikan dasar tetapi status hukum dalam bentuk sertifikat itu tidak ada.

Bilamana ada pihak lain juga yang melakukan pengakuan yang sama maka jadi hambatan bagi daerah sendiri atas lokasi yang akan dijadikan kegiatan proyek PLN, jadi perlu ada sikap proaktif pemda dengan tokoh masyarakat di lokasi.

Kalau dalam rangka kepentingan umum, daerah juga bisa menyiapkan dana mencari alternarif tempat lain yang kompleksitas kepemilikan lahannya tidak terlalu sulit.

Pewarta: Daniel Leonard

Editor : John Nikita S


COPYRIGHT © ANTARA News Ambon, Maluku 2016