Ambon, 3/4 (Antara Maluku) - Ketua DPD KNPI Maluku periode 2016-2019, Subhan Pattimahu ditetapkan menjadi tersangka oleh Direktorat Reserse dan Kriminal Umum (Ditreskrimum) Polda setempat dengan sangkaan melakukan perbuatan tidak menyenangkan, sebagaimana diatur dalam Kitab Undang - Undang Hukum Pidana (KUHP) pasal 335 ayat (1) ke - 1.

Kuasa Hukum Subhan, Renno Marasabessy SH, di Ambon, Senin mengatakan, penetapan tersangka itu berdasarkan laporan pribadi Bisri Shidiq Latuconsina karena kliennya menyegel pintu masuk gedung KNPI di Jl. Said Perintah, Kota Ambon pada 30 November 2016.

"Saya barusan mendampingi klien yang diperiksa di Subdit 1 Ditreskrimum Polda Maluku, sekitar pukul 10.00-14.30 WIT, karena ditetapkan sebagai tersangka," ujarnya.

Renno prihatin karena sebenarnya kepemimpinan Subhan yang dilantik di Ambon pada 10 Maret 2017 oleh Ketua OKK DPP KNPI Pusat Ahmad Fauzan itu sah berdasarkan hukum.

DPD KNPI Maluku periode 2016 - 2019 dilantik berdasarkan SK DPPKNPI No. Kep. 43/DPP/ KNPI/VIII/2016.

Penyegelan itu merupakan langkah untuk menunjukkan legitimasi sebagai pimpinan induk organisasi kepemudaan yang sah berdasarkan keputusan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Nomor AHU-0012488.AH.01.07.Tahun 2016, tertanggal 2 Februari 2016.

Apalagi, keputusan Menkumham tersebut mengesahkan Pendirian Badan Hukum Perkumpulan DPP KNPI dan kepengurusan DPP hasil Kongres Luar Biasa (KLB) KNPI di Jakarta pada 1 - 2 Juni 2015 dengan Ketua Umum Fahd El Fouze Arafiq, Sekretaris Jenderal, Cupli Risman, Bendahara, Tema Laoly dan Ketua MPI, Taufan EN Rotorasiko.

"Jadi Subhan memenuhi panggilan penyidik untuk diperiksa sebagai tersangka guna mencerminkan sebagai seorang warga negara yang memahami hukum dan menjunjung tinggi asas praduga tidak bersalah," katanya.

Sedangkan, Suhban menyatakan keheranannya atas penetapan dirinya sebagai tersangka dan dijerat dengan KUHP pasal 335 ayat (1) yang sebenarnya telah dianulir Mahkamah Konstitusi (MK).

Dia merujuk MK pada putusan perkara Nomor: 1/PUU-XI/2013 pada tanggal 16 Januari 2014 menyatakan bahwa frasa, "sesuatu perbuatan lain maupun perlakuan yang tak menyenangkan" dalam pasal 335 ayat (1) ke-1 KUHP adalah bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat".

"Hanya saya, tetap menghargai keputusan tersebut dan menjalaninya sambil tetap berproses sesuai kaidah - kaidah hukum maupun ketentuan perundang - undangan yang mengatur tentang KNPI," ujarnya.

Subhan juga prihatin karena sebenarnya sudah membicarakan pemanfaatan gedung DPD KNPI Maluku itu dengan Bisri Latuconsina secara kekeluargaan sebanyak tiga kali.

Pertemuan pertama di rumah Bisri, kedua di rumah makan di Wailela, kecamatan Teluk Ambon dan ketiga di Maluku City Mall MCM.

Bahkan, keduanya telah bertemu Gubernur Maluku, Said Assagaff di Ambon pada 28 Februari 2017.

"Bisri Latuconsina saat itu telah menyetujui saran Gubernur Said agar mencabut laporan di Polda Maluku terkait penyegelan gedung KNPI yang ternyata tidak direalisasikan hingga saat ini," tandas Subhan.

Dia mengakui, sebenarnya telah memiliki surat kuasa untuk pinjam pakai gedung DPD KNPI Maluku dari Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah setempat.

"Surat kuasa itu ditujukan kepada Suhban dalam kapasitas sebagai Ketua DPD KNPI Maluku periode 2016 - 2019 yang ternyata tidak diakui Bisri Latuconsina yang menjadi Ketua KNPI Maluku dilantik pada 2013," kata Suhban.

Dia memandang perlu berkoordinasi dengan Gubernur Said atau Sekda Maluku, Hamin Bin Thahir yang sebenarnya memiliki aset gedung DPD KNPI setempat secara organisatoris.

"Saya telah ditetapkan sebagai tersangka tetapi tetap berjiwa besar karena tindakan penyegelan itu ditempuh berdasarkan ketentuan perundang-undangan dan atas nama KNPI sehingga rekan - rekan pemuda hendaknya tetap bersatu padu untuk membangun Maluku dari berbagai bidang," tegas Suhban.

Pewarta: Alex Sariwating

Editor : John Nikita S


COPYRIGHT © ANTARA News Ambon, Maluku 2017