Ambon, 16/5 (Antara Maluku) - Dua mantan panglima perang semasa konflik horisontal di Maluku pada 18 tahun silam bertemu dalam suasana damai dan akrab, dalam acara Syukuran HUT Ke-18 Kodam XVI/Pattimura dan Peringatan 200 Tahun Perjuangan Kapitan Pattimura.

Siaran pers Penerangan Kodam XVI/Pattimura yang diterima Antara, Selasa menyebutkan, mantan Panglima Laskar Front Pembela Islam Maluku Jumu Tuani dan Mantan Sekjen Front Kedaulatan Maluku (FKM) Republik Maluku Selatan (RMS), Mozes Tuwanakotta duduk berdampingan dan berjabat tangan dalam acara yang digelar di Lapangan Tennis Indoor, Tapal Kuda, Kota Ambon, Senin malam.

Dalam acara tersebut, kedua mantan panglima perang tersebut memuji program Emas Biru dan Emas Hijau yang dilancarkan Pangdam Doni Monardo.

"Saya bersyukur kepada Tuhan karena Kodam Pattimura dipimpin oleh bapak Pangdam Doni Monardo mempunyai wawasan dan kinerja yang sangat bagus. Dengan adanya program Emas Biru dan Emas Hijau, masyarakat Maluku yang tadinya tidak mengetahui kayu masoi dan kayu gaharu, sekarang sudah kenal dan tau manfaatnya sangat besar untuk membangun ekonomi masyarakat di daerah ini," kata Jumu Tunai, saat diminta memberikan pandangannya tentang program-program tersebut.

Program Emas Biru adalah pemberdayaan potensi keluatan dan perikanan, sedangkan Emas Hijau memberdayakan potensi daratan terutama tumbuh-tumbuhan yang sangat melimpah di Maluku.

Jumu mengakui konflik bernuansa SARA yang melanda Maluku tahun 1999 membuat perekonomian daerah ini terpuruk. Namun dengan kondisi yang sudah aman sekarang ini, tingkat kesejahteraan masyarakat sudah semakin membaik.

Sarana transportasi di Maluku saat ini, katanya, sudah sangat jauh berbeda dari saat sebelum atau selama konflik. Sekarang infrastruktur sudah bangun di mana-mana, padahal saat konflik semuanya habis dilalap api.

"Jadi perekonomian masyarakat Maluku saat konflik sangat memprihatinkan. Karena itu, kami khususnya saya yang menjadi Panglima Perang Umat Islam, menyadari hal tersebut. Kita sangat mengapresiasi program Emas Biru dan Emas Hijau yang dicanangkan oleh Pangdam Pattimura demi terwujudnya kedamaian dan kesejahteraan di Maluku," ujarnya.

Jumu juga mengisahkan pengalamannya selama sembilan tahun delapan bulan menjadi DPO di Papua, dimana ia memperkenalkan kayu masoi dan kayu gaharu kepada masyarakat di daerah itu.

Berkat kayu masoi dan gaharu itu perekonomian masyarakat pedalaman di Papua meningkat.

Setelah bebas dari penjara dan bertemu dengan Pangdam Pattimura yang mencanangkan Emas Biru dan Emas Hijau, Jumu menyatakan dirinya siap berada di garda terdepan untuk membantu program tersebut.

"Kayu masoi dan kayu gaharu sangat menjanjikan, masyarakat di daerah ini juga bisa memanfaatkannya untuk membangun ekonomi," ujarnya.

Ia juga mengaku banyak dihubungi masyarakat di Maluku yang ingin mengetahui budi daya kayu masoi dan gaharu.

"Saya dapat telepon dari masyarakat di daerah Kawah, Masohi, Tehoru, Haya dan daerah lainnya. Mereka minta bibit kayu masoi dan kayu gaharu. Karena itu, saya minta bantuan bapak Pangdam, bagaimana bisa cepat merealisasikan permintaan masyarakat ini," katanya.

Menurut Jumu, kayu masoi bisa panen setahun dua kali dan sekali panen menghasilkan Rp20 juta.

Apresiasi terhadap program Emas Biru dan Emas Hijau juga disampaikan mantan Sekjen FKM RMS Mozes Tuanakaotta.

"Saya sangat apresiasi sekali buat bapak Pangdam Doni Monardo, beliau sangat luar biasa. Saya merasa beliau jangan hanya jadi Pangdam, tetapi kita ingin sekali menjadi Gubernur di Maluku, karena konsep beliau tentang program emas biru dan emas hijau sangat luar biasa, dapat meningkatkan perekonomian masyarakat," katanya.

Menurut Mozes, yang sekarang menetap di Dobo, Kepulauan Aru, Pangdam telah menyumbangkan secara gratis keramba untuk budi daya ikan kerapu di kabupaten tersebut, tetapi masyarakat setempat belum mengerti penggunaannya.

"Tetapi saya menjelaskan, keramba ini diberikan secara cuma-cuma, ditancapkan di atas permukaan air laut dengan kedalaman sekitar 10 meter, setelah itu bibit ikan dimasukkan ke dalamnya, diberi makan sampai besar dan siap panen," katanya.

Menurut dia, keramba dan bibit ikan yang diberikan secara cuma-cuma itu diawasi pemanfaatannya oleh Babinsa dan Danramil supaya bisa berjalan dengan baik.

"Kalau sudah panen, hasilnya dijual di tingkal lokal, mungkin harganya sangat murah, tetapi akan dipersiapkan untuk diekspor. Apalagi ada perusahaan ekspor ke Jepang dan China," ujarnya.

Ia menyatakan program Emas Biru sudah diimplementasikan kepada masyarakat di Aru, apalagi sebagian besar masyarakat di daerah itu hidup dari hasil laut, sehingga sangat cocok.

Menyinggung masalah konflik pada 18 tahun silam, Mozes menegaskan peristiwa itu tidak membawa keuntungan bagi masyarakat Maluku, hanya membawa kerugian baik jiwa maupun harta benda.

"Konflik 1999 tidak ada untungnya, kalah jadi abu menang jadi arang. Sekarang kalau kita berpikir kembali, kita dibodoh-bodohin. Saya pikir biarlah itu berlalu, sekarang kita menatap masa depan yang lebih baik," katanya.

Pewarta: Rofinus E. Kumpul

Editor : John Nikita S


COPYRIGHT © ANTARA News Ambon, Maluku 2017